06 - Tingkah Si Kembar

85 47 21
                                    

"Assalamu'alaikum, Izaz pulang. Tolong sediakan red karpet!" seru Izaz setelah membuka pintu.

Hal itu membuat Baskara yang sedang menonton televisi itu beralih menatap anaknya dengan tatapan tajam. Sore-sore seperti ini kegiatan rutin Baskara adalah menonton televisi dengan ditemani oleh kopi panas atau tidak memberi makan burung.

Izaz terkejut dengan sosok Ayahnya di ruang tamu. "Assalamu'alaikum paduka raja."

"Waalaikumsalam," jawab Baskara kemudian fokus menonton televisi lagi.

Tanpa berlama-lama berdiri di depan pintu, Izaz menghampiri Ayahnya yang masih fokus menatap layar televisi. Menduduki bokongnya di sebelah Baskara.

Merasa Baskara tidak peduli dengan kehadirannya setelah pulang sekolah itu membuat Izaz mendengus. Tanpa sengaja matanya melihat ke arah cangkir kopi yang ada di atas meja, ide jahil terlintas pada otaknya.

Tangan Izaz mulai mengambil cangkir itu lalu meneguk kopi hingga habis tidak tersisa. Ia tersenyum saat Baskara tidak menyadari jika kopinya sudah habis olehnya.

Sebelum Baskara menyadari kopinya sudah habis tak tersisa, Izaz buru-buru pamit untuk menuju ke kamarnya.

"Ayah, Izaz ke kamar dulu, ya." Izaz terkekeh kecil lalu bergegas untuk menghindari omelan dari Baskara.

Dengan matanya masih tertuju pada layar televisi, tangannya mulai mengambil cangkir yang ada di atas meja. Saat akan menyeruput kopi tersebut, Baskara menaikkan satu alisnya menyadari hanya bubuk kopi yang tersisa di sana.

Lantas Baskara melihat ke arah anaknya yang sedang menaiki anak tangga. "Izaz! Kamu habisin kopi Ayah?"

Hal itu membuat Izaz mempercepat langkahnya sebelum mendengarkan omelan dari Baskara.

"Ada apa, Mas? Kok teriak-teriak begitu? Sampai kedengeran dari luar lho." Yunita segera memasuki rumah setelah mendengar suara Baskara yang menyebutkan nama Izaz.

"Anak itu lho, masa habisin kopi aku." Baskara lantas mengarahkan secangkir kopi yang sudah habis.

Yunita terkekeh lalu berjalan mendekati sang suami. "Anakmu juga, Mas. Udah gak papa, aku bikinin kopi lagi, ya."

Baskara mengangguk. Yunita pun meraih cangkir itu lalu segera pergi ke dapur untuk membuatkan kopi lagi.

Saat membuka pintu kamarnya, Izaz mendapatkan kembarannya yang tidur terlentang di atas kasur king size miliknya. Dengan keberadaan kembarannya membuatnya menaikkan alisnya. Tidak biasanya Shindu mengunjungi.

Biasanya Izaz yang lebih sering mengunjungi kamar Shindu. Karena kamar Shindu memiliki aroma yang sangat khas hingga membuatnya sangat betah.

"Tumben banget ke sini, ada apa?" tanyanya meletakkan tasnya di atas meja belajar.

Shindu segera bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk. "Gak papa, cuma bosen aja di kamar."

Izaz berdehem merasakan aura yang beda pada laki-laki yang berstatus menjadi kembarannya itu. "Beneran?"

"Iya." Shindu merebahkan badannya lagi dengan tangannya yang fokus bermain game.

Tanpa menghiraukan kembarannya itu, Izaz pun beralih menuju lemari. Mengambil pakaian yang akan dipakai, setelah memilih pakaian ia bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sekitar lima belas menit Izaz membersihkan dirinya lalu keluar dengan rambut basah, tidak lupa handuk yang setia berada di pucuk kepalanya. Matanya melirik ke arah kembarannya dengan posisi yang sama seperti tadi.

"Tumben banget lo betah di kamar gue?" tanyanya mencoba melirik ke arah layar ponsel kembarannya.

Namun, Shindu sudah lebih dulu mematikan ponselnya. Ia melihat ke arah kembarannya.

Unspoken Traces (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang