Happy Reading
Sorry for the typo(s)
»•» 🌸 «•«
"Aku juga suka kakak tapi..." Sebelum Mark bertanya kenapa, Jaemin bergegas membuka ponselnya dan menunjukkan sesuatu. "Papa nggak kasih izin aku pacaran sampai aku umur dua puluh tahun," imbuhnya. Ia menghela napas kemudian menggigit bibirnya resah tatkala Mark masih memperhatikan perjanjian yang dirinya buat bersama papanya.
"Ini telapak tangan siapa?"
"Itu telapak tangan aku waktu umur lima bulan." Jaemin menggembungkan pipinya saat Mark justru lebih tertarik dengan cap telapak tangannya daripada butir-butir kesepakatan yang tertera di ponselnya. "Kok kakak fokusnya ke situ?"
"Soalnya lucu dan sekarang juga masih lucu." Melihat pipi Jaemin merona, Mark pun terkekeh. Selesai membaca, ia memandang turunan pendek yang tidak jauh dari tempatnya memarkirkan mobil. Ngomong-ngomong, ia baru mengutarakan perasaannya dan belum mengajak Jaemin mengikat hubungan dengannya mengingat si manis ini masih di bawah umur. "Kalau gitu tunggu empat tahun lagi."
Sudut bibir Jaemin melengkung ke bawah. "Yaah lama banget. Kalau nanti kakak nggak suka sama aku lagi gimana?" Ia janji akan menghapus perjanjian konyol tersebut setelah papanya pulang. Lagipula enam belas tahun yang lalu ia belum mengerti apapun selain menangis dan minum susu sehingga kesepakatan itu tidak sah.
"Kata siapa?"
Jaemin menunduk dan memandang buket bunga pemberian Mark yang berada di pelukannya. Ia tidak mau terlihat menyedihkan bila hanya dirinya sendiri yang menyukai Mark sedangkan kakak kelasnya ini sudah tidak ada rasa padanya. "Empat tahun 'kan lama. Kakak dengerin aku dulu ya? Kalau kakak kuliah, aku masih kelas dua belas. Seandainya kakak suka sama teman kakak di kampus nanti..." Kelopak matanya yang berhias bulu mata panjang mengerjap ketika otaknya mendadak buntu. Ia melirik ke samping dan mendapati Mark tengah menatapnya sembari menahan senyum. "I-ih nggak boleh! Kakak nggak boleh senyum."
"Sudah selesai?"
"Mm. Soalnya aku nggak tahu mau bilang apa. Tiba-tiba aku lupa."
Mark berdehem pelan. "Yang kamu bilang itu pengandaian, Nana. Makanya kakak bilang tunggu empat tahun lagi biar kamu tahu."
"Seandainya nggak sesuai sama harapan aku?"
"Masih ingat 'kan tiga hari yang lalu kakak bilang apa?" Anggukan yang Mark dapatkan berhasil membuatnya mengukir senyum tipis. Ponselnya menyala dan ia membaca sekilas pesan singkat dari adiknya yang memintanya untuk segera pulang. "Empat tahun lagi kakak mau bilang dua hal ke kamu."
"Apa?"
"Rahasia."
Bibir Jaemin mencebik, tidak puas dengan jawaban yang ia dengar. Tetapi kemudian paras ayunya kembali berbunga-bunga. Ia melepaskan sabuk pengaman seraya berkata, "Kakak, terima kasih ya. Aku happy banget hari ini." Ia tersenyum manis saat Mark mengucapkan terima kasih karena dirinya bersedia menemaninya ke toko kue. "Kakak hati-hati pulangnya. Kalau sudah sampai di rumah, jangan lupa kasih tahu aku."
Sebelum benar-benar pergi, Mark mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Jaemin terkejut dan terdiam seribu bahasa. Ia hanya mampu menganggukkan kepalanya lalu buru-buru keluar dan berlari masuk ke rumah tanpa menoleh lagi ke belakang. Ugh, jantungnya berdetak sangat kencang dan semburat kemerahan juga terlukis di kedua pipinya.