Chapter 2 - Bastard [18+]

142K 1K 10
                                    

Gerald tertawa saat mendengar celoteh dari gadis yang saat ini sedang mengatur nafasnya, karena menggebu-gebu menceritakan bahwa temannya, yang sangat overprotektif itu, memaksanya untuk datang ke dokter obgyn. Padahal gadis itu merasa bahwa mungkin tidak ada yang salah dengan dirinya, selain serangan sakit perut bagian bawah yang akhir-akhir ini memang sering mendatanginya.

"Jadi saya sungguh minta maaf telah membuang-buang waktu dokter, apabila dokter menyuruh saya pergi sekarang, juga tidak masalah."

Gerald menghentikan tawanya. Tidak ia sangka, bahwa disaat ia merasa sedih karena hidupnya hanya dipenuhi dengan ekspektasi dari kakeknya, gadis ini bisa datang dengan celoteh sederhananya, tetapi memberikan sedikit kebahagiaan dalam hidupnya.

"Saya akan tetap melakukan pemeriksaan, karena sebenarnya betul apa yang dikatakan teman nona, sakit perut terus-menerus tidak bisa dibiarkan begitu saja. Baiklah, nona bisa mulai berbaring."

Ruby mengikuti arahan dokter muda itu. Untunglah dokter yang memeriksa dirinya masih muda. Ia tidak bisa membayangkan bahwa perutnya harus dipegang-pegang oleh dokter yang sudah tua. Ibu biarawati di panti asuhan selalu mengajarkannya, apabila ia ingin menjadi biarawati, tubuhnya harus tetap suci dan tidak tersentuh oleh siapapun hingga akhir hayat hidupnya, karena tubuh biarawati adalah milik Kristus.

"Apakah sakit di bagian ini?" Gerald menekan perut bawah Ruby sebelah kiri yang terasa sangat kencang dan gadis itu langsung mendesis kesakitan. "Apakah nona sudah mendapatkan bulanannya?"

"Eh?" Ruby tiba-tiba mengernyitkan kedua alisnya. Benar saja, ia belum mendapatkan bulanannya selama, mungkin sudah 3 bulan terakhir ini. "Sepertinya terakhir saya berdarah sudah beberapa bulan yang lalu dokter. Apakah itu bisa menjadi sebuah masalah?"

Gerald tersenyum masam, benar dugaannya bahwa gadis ini hamil. Bahkan sudah beberapa bulan tetapi tidak menyadarinya. "Oke baiklah kalau begitu," Gerald berbalik, mengambil sebuah cup dan menyerahkannya ke Ruby. "Kita akan melakukan tes urin terlebih dahulu ya nona, kau bisa mengambil waktumu di kamar mandi."

Ruby bangkit berdiri dan mengambil cup yang diberikan dokter itu. Kemudian ia mengerutkan dahinya, apa yang harus ia lakukan dengan cup itu?

"Dokter apa yang harus saya lakukan dengan cup ini?"

Gerald merasa heran dengan pertanyaan gadis itu, apakah ia sungguh amat sangat polos, hingga tidak mengerti bagaimana caranya melakukan tes kehamilan? Tetapi kalau dipikir-pikir, bahkan gadis itu tidak menanyakan kenapa ia harus melakukan tes kehamilan tersebut ataupun menyangkalnya. Mengingat gadis ini berasal dari panti asuhan, apakah mungkin kalau gadis ini tidak mendapatkan sex education yang baik?

"Kau bisa meletakkan urinmu di dalam cup tersebut, kemudian celupkan stick itu ke dalamnya, tunggu hingga sticknya mengeluarkan garis merah."

"Okay," kata gadis itu sembari bertolak ke arah kamar mandi.

Disisi lain, Ruby merasa aneh sekaligus kagum dengan dokter yang mempesona itu. Bahkan dari urinnya saja, sudah bisa mendeteksi penyakit yang ada di dalam dirinya. Bahkan yang dilakukan oleh dokter tadi hanya menekan perutnya! Memang kalau orang pintar dan kaya sangatlah berbeda level dengan gadis bodoh yang lahir di panti asuhan seperti dirinya.

"Dokter sudah," jawab Ruby dan memberikan stick tersebut kepada Gerald.

"Gerald mengerutkan kedua alisnya yang sontak membuat Ruby ketakutan. Apakah ia benar -benar terserang penyakit berbahaya seperti sepupu Candice yang mati di usia muda?

"Dok..." ucap Ruby dengan takut. "Apakah saya akan mati di usia muda?"

Seketika Gerald menatapnya, kemudian dokter tampan itu tertawa terbahak-bahak. Gerald sangatlah heran, mengapa Ruby bisa berkata demikian hanya karena hasil test pack nya negatif. "Kau tidak akan mati hanya karena tidak hamil nona."

Behind The Close Door [Reupload]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang