"Ya ampun, anak gadis pagi-pagi udah nyiramin bunga, rajin banget!" ucap seorang wanita pada gadis cantik di depannya sambil tersenyum.
Saras, gadis itu terkekeh pelan mendengar pujian dari wanita yang berdiri di depannya sambil memegang kantung plastik berisi sayur-sayuran. "Terimakasih, Bu," ujar Saras.
Wanita itu pun mengangguk dan pamit. Setelah Saras selesai menyirami tanaman di depan rumahnya, ia pun berjalan ke arah kran air dan menutupnya. Saras simpan selang air yang dipegangnya tadi di atas tanah.
"Cah ayu, sini!"
Mendengar ada yang memanggilnya, Saras segera berlari dan masuk ke dalam rumah. Ia berjalan ke arah dapur untuk menemui sang Nenek yang baru saja selesai memasak. Melihat Nenek yang fokus pada masakan di hadapannya, Saras terpikirkan untuk mengagetkan wanita tua itu dari belakang.
Saras berjalan perlahan mendekati Nenek. Namun, setelah tepat berada di belakangnya, ia menghentikan langkahnya.
Kalau aku kagetin, nanti Nenek kenapa-kenapa gimana, ya? Batin Saras.
Gadis cantik itu pun mengurungkan niatnya dan memanggil sang Nenek dengan perlahan. "Nek."
Wanita yang sudah berumur itu menoleh ke samping, menatap wajah cucunya yang sangat cantik. Ia tersenyum dan kembali menatap masakannya. "Nenek masakin makanan kesukaan kamu, nih."
"Wah, Keliatannya enak banget!"
Lalis terkekeh pelan mendengar ocehan Saras. "Iya dong, masakan siapa dulu?"
"Nenek Lalis yang cantik, lah," jawab Saras mencium pipi sang Nenek.
...
Kini, mereka berdua sedang makan berdua di meja makan. Dari waktu Saras berumur tujuh tahun, ia sudah tinggal bersama Nenek dan Kakeknya. Kedua orang tuanya bercerai dan mereka sudah bahagia bersama keluarga baru mereka. Saat Saras berumur sepuluh tahun, sang Kakek meninggal dunia.
Hal itu jelas membuat Lalis sangat terpukul atas kepergian pria yang sudah menemaninya dari waktu mereka masih muda dan menua bersama. Tapi, kehadiran Saras membuatnya bangkit lagi. Gadis cantik dan ceria itu membuat rumah terasa hangat.
"Jadi, besok kamu sudah kelas sebelas?" tanya Lalis.
Saras menganggukkan kepalanya, ia masukan kembali sesuap nasi ke dalam mulutnya.
"Gimana sekolahnya? Kamu punya temen, gak?"
"Seru! Temen aku makin banyak, tau," jawabnya bersemangat.
Lalis tersenyum lega mendengar jawaban Saras. Ia selalu khawatir Saras akan kesepian karena tidak punya teman, tapi kini Lalis kembali tenang. Namun, masih ada satu lagi yang membuatnya selalu takut. Lalis takut kalau kecantikan yang dimiliki Saras akan berdampak buruk kemudian hari.
Tetapi, ia kembali yakin jika Saras akan baik-baik saja, melihat cucunya itu adalah gadis yang baik.
...
Pagi harinya. Di SMK Perjuangan, sekolah terbaik di Yogyakarta. Terdengar suara hiruk-pikuk oleh ramainya siswa-siswi di sana. Saras berjalan dengan damai menuju kelasnya. Di perjalanan, sesekali ia lirik orang-orang yang sedang berkumpul dan mengobrol.