BAB.8

926 17 0
                                    

Selepas makan siang. Bowo menemui Iput di desa pancuran untuk memantangkan rencana mereka.  Dengan menaiki sepeda ia berangkat ke desa sebelah.

Nama pancuran diambil karena didesa itu ada mata air yang tidak pernah mati. Terus mengalir . Sehingga pihak desa menampung dan membuat pacuran air untuk kebutuhan air bersih warga desa.

Sesampainya di desa pacuran Bowo segaja tidak mampir ke rumah teman sekelasnya si Bayu. Ia takut anak itu akan banyak bertanya. Dan ia pasti akan bigung intuk menjawabnya nanti.

Iput membawa Bowo ke ujung desa mereka duduk dipinggir  sungai kecil yang memisahkan desa pancuran dengan desa sebelahnya. Mereka fuduk diatas akar pohon sawo yang menonjol besar di permukaan tanah. Pohon sawo yang tumbuh tinggi menjulang ke atas. Daunnya rindang dan pohon tersebut tengah berbuat lebat.
 
Iput menyalakan sebatang rokok , asik memainkan asap- asapnya membentuk sesuatu . Pemuda itu mahir dalam membuat bentuk- bentuk  unik.

Bowo takjub akan keahlian Iput.

" Pastikan rumahmu dalam keadaan aman" kata Iput seraya membuang abu rokok ditangannya. " Tidak ada orang lain selain ibu tirimu"

Bowo mengangguk. " Aman" kata Bowo. " setiap malam ayahku tidak berada dirumah. Ia kerja jaga malam"

" Aku sudah tahu, letak showroom tempat ayahmu  tak jauh dari tempat aku bekerja sebahai juru parkir, cuma aku belum pernah bertemu dengan ayahmu. Karena ayahmu malam hari baru datang sementar aku juru patkir hanya sanpai jam lima sore"

Bowo melempar sebuah batu kecil kedalam air sungai yang beraliran kecil. Dan bersih. Atas permukaan airnya terlihat banyak ikan- ikan kecil yang berenang kesana - kemari.

Iput menepuk punggung Bowo pelan.
"  Di dunia ini tak ada yang gratis, kau tahu kan?"

Bowo memincingkan mata tak mrngerti dangan ucapan Iput. " maksutmu?"

" Apa yang keluargamu miliki?  Harta benda yang bisa aku rampok?"

" Aku punya televisi tabung  dua puluh inci, aku junga punya sebuah radio listrik"

Iput tertawa pelan, ia memutar- mutar batang rokoknya diatara jemari pajangnya" Terlalu berisiko kalau aku harus mengotong televisi milikmu, orang akan curiga. Desamu desa kecil, sangat gampang orang mencurigaiku. Jangan televisi atau radio, yang lainnya"

" ku lihat dirumahmu belum ada televisi" ujar Bowo beralasan

Iput mematikan asap rokok yang menyala. Ia berdiri bersandar pada batang pohon sawo yang besar dan kokoh. " jangan bodoh, aku bilang orang akan curiga dam bertanya darimana aku mendapatkan televisi itu"

Bowo mengerti . Ia menelan ludahnya berulang kali menandakan kalau dirinya tengah gelisah.  " Ibu tiriku menyimpan perhiasan didalam kotak kayu didalam lemari pakaiannya. Didalam kamar tidur.

Mendegar kata perhiasaan membuat mata Iput berubah  nanar dan bergairah. " Itu yang aku butuhkan. Aku perlu uang untuk modalku kawin"

Bowo melotot kearah Iput. Memandang berkeliling takut ada orang lain ditempat itu selain dirinya dan Iput. Ia takut  rencana  bocor ke telinga orang lain. " Perhiasan akan mudah untuk dijual. Banyak orang mau membeli perhiasan hasil curian meskipun perhiasan tersebut tanpa ada surat- surat kepemilikkan. aku suka ini"

Jantung Bowo berdegup kecang saat mrlihat wajah Iput berubah sumrigah.

Pemuda itu memberi arahan kepada Bowo, apa yang harus ia lakukan dan kerjakan saat aksi perampokan nanti 

Anak itu mangut- mangut, mendengar sungguh- sungguh. Mencermati semua perkataan Iput dan arahan emuda bertatto tersebut. Setelah dirasa cukup. Mereka memutuskan untuk berpisah . Iput berpesan kalau Bowo harus menjaga rahasia mereka. Dan ia juga berkata akan memberitahu kabar selajutnya , kapan dan waktu melaksanakan rencana gila dan nekat mereka.

      AlAS ROBAN 4 (pelet Bulu Monyet alas roban)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang