Pagi yang mendung. Matahari yang malu-malu keluar. Sama seperti gadis itu. Tabiatnya memang pemalu. Sedari kecil sekolah di Madrasah, lanjut mondok di pesantren putri modern, menjadikan Gista sosok muslimah pemalu.Kebanyakan orang memanggilnya Ning Gista karena dia adalah putri kiayi pondok Al Huda Kedungwuluh, Bajarnegara. Ia mempunyai dua kakak yang sudah menikah dan satu adik yang baru saja lulus SMA.
Enam tahun mondok, satu tahun mengabdi membuat Gista ingin belajar hal baru. Seorang Pakdhe di Jakarta menawarkan kuliah di kampus dekat tempat tinggalnya. Baginya ini adalah tantangan untuk mengerti dunia luar.
Enam semester terlalui dengan baik. IPKnya tidak pernah mengecewakan. Dia menjaga diri dengan baik walau lingkungan kampus terkadang tidak kondusif.
Pernah meraih juara MHQ tingkat kabupaten, MTQ antar kampus se DKI, dan juara pidato bahasa arab membuat Gista terkenal di kampus. Beberapa kali ikhwan dan dosen melamar lewat Pakdhe, namun Gista menolak. Belum ada yang cocok dengannya.
Diam-diam hatinya terpaut pada pemuda sederhana. Rasa kagum sejak smester satu itu berubah menjadi sebuah harapan. Harapan pada ikatan suci. Namun hingga smester enam akhir, sang lelaki tidak ada tanda-tanda menyukai Gista.
Ketika pengumuman tempat KKN namanya tercantum bersama laki-laki itu, Gista senang. Barangkali akan ada yang berubah. Barangkali takdir akan memihaknya. Salahkah jika Gista berdoa Rayhan adalah jodohnya?
Lamunan Gista terhenti kala sosok laki-laki itu berjalan ke arah mejanya.
"Gis, Lo dapat tempat KKN di Magelang?"tanya Putri, teman dekat Gista.
"Iya. Di Ketep kalau ga salah. Nama dusunnya aku lupa."jawab Gista.
Hampir empat tahun di Jakarta Gista belum bisa Lo-Gue. Susah mengubah bahasa lokal banjar dengan logat ibukota.
Rayhan mendekat. Menyerahkan surat tugas kepada Gista. Lalu mengatakan kelompok KKN mereka akan rapat kecil sore nanti. Gista mengangguk. Berbeda dengan Gista, Rayhan belajar Lo-gue agar mudah berkomunikasi dengan orang. Rayhan memang terkenal supel dan mudah bergaul. Dia juga dijuluki si pandai berorasi.
"Gue duluan ya." pamitnya. Meninggalkan tatap kagum seorang Gista.
"Rayhan emang paket komplit. Gue bisa nangkep sinyal-sinyal dia suka Lo, Gis." kata Putri.
Gista hanya menjawab dengan senyum kecil. Tak ingin mendahului kuasa Allah. Namun sisi hati yang lain merasa senang, semoga apa yang dibilang Putri menjadi kenyataan.
Gista tidak pernah bicara pada siapapun tentang perasaannya. Biarlah hanya Allah yang tahu, prinsipnya.
________________________________
Waktu bergulir tiada bisa dicegah. KKN dimulai. Rayhan, Gista, Ayu, Sekar, Rendy, dan beberapa teman mendapat tempat di Magelang. Rayhan bisa satu minggu sekali pulang kerumah. Jarak lokasi KKN dan rumahnya sekitar tiga puluh menit.
Hari minggu pagi, beberapa teman yang tidak pulang kerumah masing-masing ingin silahturahmi ke rumah Rayhan. Rayhan mengabari Yati yang disambut antusias. Ibunya bilang akan membuatkan masakan yang lezat.
Mereka berangkat sehabis subuh menggunakan mobil yang dipinjamkan Pakdhenya Rendy. Jalanan yang mereka lewati cukup curam. Kanan dan kiri ada jurang yang dalam kalau tidak hati-hati bisa oleng.
Gista sangat antusias ingin melihat latar belakang keluarga Rayhan. Menurutnya Rayhan sangat menjaga privasi keluarganya sehingga tidak mengunggah apapun di sosmednya. Dan itu membuat Gista penasaran.
Rumah semi joglo dengan tiang-tiang kayu mulai terlibat. Mobil tidak bisa masuk gang kecil menuju rumah Rayhan. Lalu mereka berjalan kaki sekitar lima puluh meter.
"Masih tradisional banget rumah Lo ya, Han?" kata Rendy.
Rayhan tersenyum. "Ya beginilah kalau kondisi di dusun, Ren. Masih jadul. Asal ga bocor gentingnya kami udah bersyukur."
Yati menyambut mereka dengan sumringah. Wajah ramah khas wanita jawa itu memancarkan kebahagiaan menyambut teman putranya. Segala macam hidangan disuguhkan. Mulai jajan pasar, keripik, makanya khas magelang, hingga singkong goreng. Lala dan Desi bertugas menghidangkan minuman dan makanan. Mereka duduk di tikar besar. Gista merasa seperti pulang ke rumahnya.
Sedari tadi Rayhan mencari Aisha. Anak itu tidak menampakkan diri. Lalu berbisik pada Ibunya, "Aisha mana, Bu?"
"Ada di belakang." jawab Yati.
Rayhan mencari Aisha di belakang, namun tidak ada. Ternyata Aisha di kursi panjang menghadap kebun sayur.
Rambut panjang yang tergerai dan dihiasi bando pink membuat Rayhan terpesona kecantikan anak itu. Ibunya pernah mengatakan, akan membelikan baju bagus dan Asesoris untuk Aisha dari uang Aisha.
"Sha, kenapa ga ikut keluar?"tanya Rayhan.
"Nggak ah. Aisha kan ga kenal sama teman-teman Mas Ray."
"Ya gapapa. Ikut aja."rayu Rayhan.
Anak itu manyun. "Nggak ah. Enakan disini."
Aisha diam, Rayhan pun diam. Anak itu sudah lebih banyak berbicara ataupun menjawab pertanyaan. Bahkan tawanya juga sudah sering keluar.
"Mas, apa Om Irfan sama Opa kasih kabar?"tanya Aisha.
"Seminggu ini belum ada kabar." jawab Rayhan.
"Aisha kangen Om Irfan sama Opa?" tanya Rayhan karena Aisha hanya diam.
Aisha tidak menjawab hingga beberapa saat, membuat Rayhan menoleh. Aisha menangis tersedu. Membuat Rayhan reflek memeluk menenangkan.
"Kalau kangen nanti kita Video call Om Irfan ya."kata Irfan.
Lama Aisha menangis dalam dekap Rayhan.
"Ray ... kamar mandinya sebelah mana?"suara tanya merdu menbuat Rayhan maupun Aisha terperanjat kaget.
"Oh, dari sini belok kanan Gis. Ada gorden dari arah dapur. Maaf seadanya."
Gista mengangguk. Lalu berjalan ke arah yang ditunjukkan Rayhan. Sementara Rayhan masih menatap perempuan berjilbab baby blue yang selalu menjadi perbincangan teman-temannya.
Sungguh beruntung lelaki yang mendapatkanmu Gis... batin Rayhan.
Lalu Rayhan mengajak Aisha masuk bergabung dengan teman-temannya.
"Adek Lo yang ini kok beda sama yang dua tadi, Ray?"canda Rendy.
"Iya. Dia emang beda."
"Kalau udah SMA kenalin ke gue ya, Ray. Gue antri deh jadi adik ipar Lo."
Rayhan manyun. "Ngaco Lo. Amit-amit gue punya adik ipar kayak Lo."Rendy manyun, namun semua tertawa. Termasuk Yati.
"Nak Rendi ini bisa aja bercandanya. Aisha ini sudah ada yang punya. Kami hanya menjaganya."ucap Yati.
"Oh jadi sudah ada yang punya ya, Bu? Telat deh gue. Jangan-jangan Aisha mau dijodohin sama Lo, Ray?"tanya Rendy.
Rayhan kaget dengan pertanyaan tiba-tiba dari Rendy. Hingga bakwan yang dimakannya membuat tersedak. Gista reflek mengambilkan air minum.
"Lo itu ada-ada aja."jawab Rayhan diselingi tawa.
"Oh ... bukan dijodohin sama Rayhan. Kalau gitu Rayhan sama Gista aja ya, Bu? Cocok deh kayaknya."ucap Sesil, teman satu kelompok KKN Rayhan.
"Ya Ibu sih ga masalah siapa aja jodoh Rayhan. Yang penting baik dan sayang sama keluarga Rayhan."jawab Yati sambil tersenyum.
"Cieeeee." Semua kompak menggoda Rayhan dan Gistara.
Sementara Gista, hatinya semakin porak poranda. Akankah ia mengungkapkan rasa duluan pada Rayhan?
Tapi ia seorang muslimah yang menjaga pergaulan. Pantang baginya pacaran.
______________
Jngan lupa vote dan koment y
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisha bukan Aisyah
Espiritual"Tolong jaga keponakanku, Ray. Dia yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan tragis. Ada banyak hal yang mesti gue urus dan selesaikan. Suatu saat kalau urusan gue sudah selesai, gue akan jemput dia." "Jangan gila, Fan. Gue masih kul...