Part 2 - Peraturan

10 1 0
                                    

Hari ini Kinar masih berada di rumah bersama dengan Tio yang sedang membuat sarapan. Entah makanan seperti apa yang akan Tio hidangkan tapi baunya cukup sedap.

Gadis itu menuruni tangga sambil terus mengendus bau harum dari masakan yang dia yakini adalah nasi goreng.

"Pagi, Kin" sapa Tio yang sedang menyiapkan dua porsi nasi goreng ayam suwir serta telur mata sapi di masing-masing piring.

"Tumben baunya enak" ujar Kinar dengan suara serak khas orang bangun tidur, "Biasanya bau gosong".

Tio hanya tersenyum kecil menanggapinya, ia membawa dua piring itu ke meja makan kemudian mengambil gelas untuk menuang air putih serta teko untuk jus jeruk yang segar.

Kinar hanya menatap nasi goreng yang aromanya sangat menggiurkan itu, ia malah penasaran dengan kertas catia belum ingin memakannya dan lebih memilih menunggu Tio untuk duduk dan makan lebih dulu.

Gadis itu mengusap wajahnya kemudian tanpa sengaja melihat kertas catatan kecil yang tertempel rak piring di atas meja dapur.

"Makan Kin" Tio baru saja duduk tapi keponakannya itu malah meninggalkan kursi yang berjalan mendekati meja dapur.

Mata Kinar menyipit melihat tulisan di kertas kecil itu kemudian mengambilnya, "Tiga siung bawang merah, lima cabe merah, satu telur—" Kinar membuatkan mulutnya menyadari sesuatu setelah membaca tulisan di kertas tersebut.

"Pake resep ya?" Kinar tertawa sembari kembali duduk di kursinya, "Pantes bau nasi gorengnya enak, gak gosong, ga hambar".

"Ya setidaknya ini usaha Om biar bisa masakin kamu sarapan tiap hari" ujar Tio membela diri, "Hargai dong".

Kepala Kinar mengangguk kecil menikmati nasi goreng buatan Tio, "20 ribu boleh sih".

"Bukan gitu!".

"Aw!" pekik Kinar saat Tio menjitak jidatnya sampai kemerahan, "Bikin gak mood makan aja sih, Om" kesalnya.

Tio hanya diam tidak merespon Kinar yang sudah menampakkan wajah cemberutnya itu.

"Dapet resep dari mana?" tanya Kinar sambil melihat lagi resep dengan tulisan tangan yang rapi itu.

"Kemarin" jawab Tio.

Kinar menatap jengah karena jawaban itu tidak menyambung pada pertanyaan yang dia lontarkan.

"Dari mana? Bukan, dari kapan?" Kinar mencoba memperjelas kalimat tanyanya.

"Temen" balas Tio, "Sarapan aja cepat! Kalau masih tanya terus, kita gak jadi ke bengkel".

Kinar langsung ingat dengan motornya yang kemudian membuat dia makan dengan cepat hingga sempat tersedak.

Mobil putih itu melaju di jalanan ramai dengan pemandangan gedung-gedung tinggi dan langit biru cerah bersama gumpalan awan putih yang terlihat seolah berjalan lambat.

Kinar setia memandang ke luar jendela, tapi jika bosan ia akan melirik Tio yang sangat serius menyetir.

"Besok kamu berangkat sekolah" ujar Tio saat merasa sedang diperhatikan, "Om yang antar-jemput".

Raut wajah seneng yang hampir saja terukir lantas pudar, "Ngapain antar-jemput sih? Repot" protes Kinar.

"Om gak bisa lepas pengawasan dari kamu gitu aja" ujar Tio, "Nanti kalau Om udah percaya kamu buat bawa motor juga Om kasih kok".

"Jadi Om gak percaya sama Kinar?" sahut Kinar.

"Bukan gak percaya" elak Tio, "Om cuma khawatir kalau kamu sepulang sekolah gak langsung pulang dan malah keluyuran kemana-mana" jelasnya.

Cerita KinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang