09

44 3 0
                                    






Cantik. Menawan. Itu yang ada dalam pikiran Hilmar saat ini. Dirinya sungguh menyesal kenapa saat itu dia tidak melihat wajah ayu rupawan Tjitji. Hilmar menyalahkan rasa emosi dalam dirinya yang tidak bisa dia tahan.




"Aku tunggu kamu disini. Habis bernyanyi, tolong kembali kesini. Boleh Tji?" Ungkap Hilmar tanpa melepas pegangan tangannya di lengan Tjitji.




"Iya. Aku pasti balik kesini lagi." Ucap Tjitji malu-malu.




"Selamat bernyanyi Tji. Kamu hebat" Hilmar dengan senyum yang tidak lepas dari wajahnya memberi semangat kepada Tjitji.





Tjitji yang mendengarkan pujian Hilmar seketika langsung pergi meninggalkan sang pujangga. Dirinya tersipu malu. Seumur hidup dia baru kali ini merasakan debar didada yang sangat hebat. Banyak pemuda merayunya, dari semua kalangan baik pribumi, indo-cina, indo-belanda, dari tua maupun muda.




Namun tidak ada satupun yang membuat dirinya tertunduk malu, jantung bergelora, wajah memerah. Hanya dengan Hilmar saja, dia bisa merasakan jutaan bunga bermekaran didalam dirinya.




Bagaimana ini, kata Tjitji dalam hati. Dia semakin gugup, debaran jantungnya tidak bisa terkendali. Pipinya memanas. Dan sebentar lagi, dirinya akan tampil bernyanyi diatas panggung. Dia makin mencubit pahanya guna menyadarkan dirinya dari rasa malu.




Diliriknya Hilmar yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri, bisa dia lihat senyuman indah mempesona. Bahkan para wanita yang berada dibelakang panggung, menatap mendamba kearah Hilmar.




Aku jangan dilihatin seperti itu, aku g sanggup Hilmar. Tolong berhenti, jantungku serasa mau copot. Bagaimana aku bisa bernyanyi sedih, disaat hati ku sedang berbunga-bunga. Ditutupnya mata cantiknya, membalikkan badan enggan berhadapan langsung kearah Hilmar. Hilmar perayu ulung sepertinya, dirinya berdiri pun nampak sedang merayu Tjitji. Membuat Tjitji sedikit lagi jadi gila. Gila akan Hilmar.




Penampilan sukses telah Tjitji laksanakan. Dua buah lagu telah dinyanyikannya. Tepukan dan sorakan dari penonton terdengar membahana. Dirinya berterima kasih, telah diberi kesempatan untuk tampil diacara pesta rakyat selama dua hari berturut-turut. Dia bangga akan dirinya sendiri.




Seorang penyanyi amatir yang baru saja tampil dihadapan publik yang cukup ramai. Biasanya dia bernyanyi hanya untuk kalangan khusus saja. Tapi kali ini dirinya bernyanyi dihadapan rakyat yang selama ini menjadi cita-citanya. Menghibur mereka yang selama ini hidup susah sehari-harinya.




Selesai bernyanyi, Ibu Letjen Suardi tidak henti-hentinya bertepuk tangan membanggakan Tjitji. Beliau ini yang selalu mempromosikan Tjitji dikalangan Ibu-ibu pejabat ditanah air. Tjitji pun dengan hormat memeluk Ibu Letjen Suardi. Seraya mengucapkan terima kasih karena telah memberi kesempatan kepadanya untuk tampil diacara seperti ini.



Ibu Letjen Suardi pun segera mengajak Tjitji untuk berkenalan dengan beberapa pemuda yang memakai seragam tentara disitu. Beliau ini bukan hanya getol mempromosikan Tjitji untuk bernyanyi namun juga sering menjodoh-jodohkan Tjitji dengan beberapa pemuda.


Terlihat dibelakang panggung ada beberapa pemuda berseragam tentara dan adapula yang memakai stelan rapih. Semuanya merupakan tamu undangan Ibu Letjen. Diperkenalkannya Tjitji kepada para pemuda-pemuda itu. Tjitji pun dengan sopan membalas uluran tangan mereka dan tersenyum ramah. Meski dari sudut matanya dia bisa merasakan ada tatapan menusuk tembus kehatinya. Dan dia tau siapa orangnya yang sedang menatapnya dengan sangat tajam itu.


Mau bagaimana lagi, Tjitji tidak mungkin menolak ajakan Ibu Letjen untuk berkenalan dengan tamu-tamu yang diundang oleh beliau. Rasa hormatnya kepada Ibu Letjen yang membuat dia tetap memasang senyuman diwajahnya.

After LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang