Bab 37 "The Queen's Soldiers"

8 2 0
                                    

Cahaya bulan menembus celah di langit-langit ruangan yang terbuat dari kayu ini. Jutaan bintang bersinar terang bersamaan kini jelas terlihat setelah celah besar berhasil dibuat. Sebuah gundukan tanah menjadi hasil dari usaha yang dilakukan, merusak penjara dengan energi Dryad yang membusukkan.

Apa yang kemarin pagi Ibu katakan tidak bisa kutolak. Sang ratu ingin menebus kesalahannya, menyembuhkan orang yang puluhan tahun lalu telah dikutuknya. Apalagi korban kutukan itu adalah ayah dari temanku, Thias. Aku tidak akan membiarkan dia mengalami hal yang sama dengan yang kualami.

"Terima kasih, Nak, karena kau sudah mau memenuhi permintaan Ibu." Sebuah belaian lembut membuatku terdiam sejenak. Tangan dingin dan halus miliknya yang selama ini tidak pernah kupegang benar-benar memuaskan rasa haus akan cinta. Inilah yang seumur hidupku nantikan, kasih sayang seorang ibu.

Aku menoleh ke kiri, menatap wajah orang yang tersenyum dengan matanya yang berlinang air. "Tidak ada satupun permintaan Ibu yang bisa kutolak."

Ya, dia adalah satu-satunya orang tuaku yang masih hidup. Tidak akan kubiarkan sesuatu yang buruk menimpanya. Tidak akan kubiarkan sesuatu yang telah terjadi kepada Ayah dialami oleh Ibu. Dia sudah mengalami banyak kesulitan dan kemalangan, sekarang giliranku untuk menggantikan Ayah demi melindunginya.

"Kau lebih dewasa dari yang Ibu bayangkan." Dia kembali mengelus kepalaku pelan. "Seandainya Darius ada di sini, dia pasti bangga."

Ayah, orang yang mencintai keluarganya lebih dari apapun. Di balik wajahnya yang datar, tersembunyi cinta yang begitu besar.

"Sekarang, kita pergi ke penjara pohon yang lain." Ibu berkata sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Pepohonan hitam dan kelabu yang mungkin sama besarnya dengan pohon yang mengurung kami tumbuh menjulang. Entah semua pohon itu berisi tahanan atau tidak, tapi tidak ada suara sedikitpun dari sekitar.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Kita harus membebaskan anak buahku yang masih dalam kurungan sebagai bala bantuan."

Aku mengerti. Ratu Erudyne pasti sudah menyiapkan segala sesuatu untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Orang yang saat ini merebut kekuasaan Hutan Dryad itu pasti telah menyiapkan ritual pemisahan roh dan mengerahkan pasukan terbaiknya untuk berjaga. Lagipula, perang masih terjadi di kawasan perbatasan Hutan Dryad dan Pegunungan Oread. Untuk menyembuhkan Raja Agathius pasti sulit karena harus melewati medan perang terlebih dahulu.

"Dimana mereka berada?" Aku kembali bertanya. Kawasan penjara pohon ini cukup luas dan kami tidak mungkin memeriksanya satu persatu. Apalagi saat ini adalah dini hari yang gelap. Hanya cahaya bulan yang mulai redup yang menerangi jalan ditambah beberapa lentera remang-remang.

"Ada di utara tempat ini." Ibu menjawab.

Kami berdua melangkahkan kaki ke luar tempat yang telah kulubangi. Semak-semak di sekitar saling bergesekan saat aku dan Ibu melewati tumbuhan itu, menimbulkan suara yang keras di keheningan malam menjelang pagi.

"Hei! Siapa di sana?!"

Baru beberapa langkah berjalan, suara teriakan seseorang membuat kami berdua terdiam. Seorang wanita yang mengenakan kain chiton hijau yang menutupi bahu hingga ujung kaki berada di depan kami dengan terpaut jarak beberapa pohon yang menghalangi. Tangan yang tak terbalut kain sudah diselimuti aura hijau yang agak pekat. Dia berlari ke arah kami berdua.

"Jangan sampai dia memanggil penjaga lain." Ibu berbisik di telingaku.

Benar juga, jika para penjaga tahu bahwa ada tahanan yang kabur, kami akan kesulitan. Saat itu juga kulayangkan sulur hijau untuk menjerat wanita yang merupakan penjaga penjara itu. Kaki dan tangannya terikat, mulutnya tertutup oleh sulur hijau penuh daun.

Dryas The Half DryadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang