Karu & Tiashe

4 0 0
                                    

Latar: kerajaan Raggs masih berdiri, ibu Tiashe masih sakit & dia dimanja oleh semua orang (bahkan ayahnya & Fea Kreuz juga). Tapi beda soal sama Karu. Btw Karu bukan adik Krom tapi mereka bersaudara & tinggal di kastil yang sama. Umur Tiashe dalam cerita: 6-16 tahun.

___

Ada momen-momen di mana Tiashe merasa kesal dengan Karu, salah satu pamannya ini. Sejak kecil, dia memang diajarkan untuk menghormati orang-orang yang lebih tua darinya dan bersikap baik pada mereka. Kepada ayah, paman Fea Kreuz, dan juga sanak saudara lain, itu bukanlah hal yang sulit. Tapi melakukan hal yang sama kepada Karu itu sesulit memasukkan benang ke dalam lubang jarum. Bagaimana tidak?

"Kau coba turun sendiri dari situ."

"Tapi aku takut, Paman Karu. Pohonnya tinggi sekali...."

"Kalau sudah tahu begitu kenapa masih memanjat?"

"Soalnya aku pikir ini gampang."

Karu mendengus. "Aku tidak mau tahu. Kau turun saja sendiri."

Adegan tersebut terjadi saat Tiashe masih berumur 6 tahun. Umur yang masih dikatakan belia dan butuh banyak bantuan. Tentu saja semua orang siap untuk membantunya. Semua orang, kecuali Karu.

Baru ketika salah satu pengawal Tiashe datang, yaitu Agas, Tiashe berhasil diturunkan olehnya hanya dengan sedikit rengekan. Sempat Agas mengerutkan keningnya saat melihat Karu yang tidak bicara apa-apa. Saat ditanya kenapa, sang paman hanya menjawab, "Dia harus belajar konsekuensi dari pilihan yang dia ambil dan menyelesaikan masalahnya sendiri." Tentu saja itu disambut dengan kritik tak setuju dari Agas, tapi Karu tidak peduli.

Kali lain, saat usia Pangeran Tiashe 8 tahun, dia berlatih bela diri menggunakan tongkat kayu panjang. Tongkat miliknya tentu lebih kecil daripada prajurit lainnya, dan sebagai pemula, ada banyak orang yang bermurah hati memberikannya saran yang baik maupun membiarkannya menang mudah. Sekali lagi, kecuali Karu.

Ayunan tongkat Tiashe yang lemah dibalas dengan ayunan kuat dari tongkat yang dipegang Karu. Tiashe yang tidak siap dengan serangan itu limbung dan hampir jatuh. Untung dia masih bisa berdiri.

Karu menghentakkan tongkatnya. "Kuda-kudamu masih belum cukup mantap," ujarnya pendek. Tiashe manyun dibuatnya. "Itu 'kan karena paman menyerangku dengan sangat kuat, mana mungkin aku bisa melawan?" protesnya.

Karu berdecak. "Kau pikir alasan macam itu bisa membuat hasil latihanmu lebih baik? Dengan kemampuan seperti itu, jika kamu berhadapan dengan orang-orang yang tak mengenalmu kamu hanya akan membuat malu dirimu sendiri."

"Oh iya? Lihat saja nanti, akan kubuktikan kalau pendapat paman salah!"

Argumen remeh itu tentunya membuat Tiashe benar-benar melakukan apa yang dia janjikan. Dia berhadapan dengan anak-anak seumurannya dari luar istana untuk adu kuat bela diri tersebut, tentu setelah menyamar. Ternyata hasilnya sesuai dengan apa yang diucapkan Karu. Tiashe yang kesal jadi meminta para pengawalnya untuk melatihnya lebih keras. "Sebal rasanya setelah Paman Karu meremehkanku! Aku akan berlatih lebih keras dan mencoba mengalahkannya!" ucapnya penuh tekad. Para pengawalnya sendiri sebetulnya tak enak hati, namun melihat semangat yang sang pangeran miliki, mau tak mau mereka melakukan apa yang Tiashe perintahkan.

Tiashe menjadi semakin lihai dalam bela diri, namun baru berhasil mengalahkan Karu tepat sehari setelah dia menginjak usia 10 tahun. Sisanya dia masih sering kalah dan itu membuatnya sangat kecewa.

Namun, ada juga momen lain di mana Tiashe menampilkan sisi rapuhnya kepada pamannya yang tegas ini. Aneh memang, apalagi kalau mengingat ada banyak momen lain di mana Tiashe diuji fisik dan mental oleh Karu, yang bahkan bukan merupakan adik kandung Krom sang raja dan hanya merupakan sepupunya tapi berani mengambil sikap tegas itu. Mengapa Tiashe melakukannya, dia sendiri tidak paham. Yang dia tahu di saat itu hanya dia merasa takut.

Realitas LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang