Mentari, sampai sekarang walau aku tahu kamu tidak akan kembali lagi.. tapi aku masi berharap kamu selalu ada di sisiku. kuharap kamu tetap tenang disana.
——
" aca, nanti kalo SMA mau lanjut dimana??" tanya mentari tiba tiba.
" kayaknya udah jelas aku di smansa deh, kalo kamu tar?? plisss kita harus sama yahhh..," harapku sama dia.disaat ini, kami sedang berada di salah satu ruangan di rumah sakit. Mentari, ia mempunyai penyakit yang membuatnya bisa sampai ke salah satu kamar di rumah sakit ini.
Harapku mengucapkan itu walau tahu hal tersebut mungkin susah buat mentari kabulkan, karna kondisinya yang sudah lemah. dengan masih berusaha untuk tersenyum, mentari mengucapkan
" iyadeh, aku usahain yah ca? kamuu selalu semangatt yah! "
walau ia mengucapkan sepatah kata itu dengan tersenyum, aku bisa melihat raut wajah sedih yang sebenarnya. walau mengetahui hal tersebut aku tidak mau mengubah suasana di dalam ruangan yang kecil ini menjadi hampa karena kesedihan.Aku membalas senyuman mentari tak kalah lebar. dengan semangat aku mengucapkan " YEY! nanti kita kekantin barengg yahh! teruss bisa juga ke perpus bareng, kita baca semua buku buku yang ada disana! HAHAHA," Tawa ku walau hampa itu berhasil membuat ruangan tidak terlalu sepi. Aku masi melihat mentari yang masih berusaha memaksakan senyumannya.
Walau ia tertawa, aku bisa merasakan kesedihan yang ada di sekitarnya. Entahlah, hawanya hanya saja dingin dan sepi.Tiba tiba mentari merasa kesakitan, ia sesak. Tapi ia masih saja memaksakan dirinya, katanya ia baik baik saja. Tidak, aku tidak hanya tinggal diam. Dengan sigap aku keluar dari ruangan tersebut dan mencari dokter ataupun suster yang lewat. Aku disuruh untuk menunggu di luar, walau aku masih bisa melihat mentari di celah celah yang kecil yang ada di pintu tersebut, aku melihat ia merasakan kesakitan, rasanya melihatnya saja aku ingin menangis apalagi mentari yang merasakan sakitnya. Aku sudah tidak bisa menahan tangisanku mendengar suara teriakan yang kesakitan dari dalam ruangan mentari.
Rasanya hati ku teriris mendengarnya, aku tidak tahu bahwa dia masih sekuat itu walau ia memendam rasa sakit yang entah dari kapan itu datangnya.Mentari saat ini hidup sendiri saja, sesekali ia juga menginap di rumahku. Orangtuanya sudah meninggalkan dia di saat mentari masih membutuhkannya, mentari saat itu baru saja masuk SMP tetapi sudah merasakan kesepian di dalam rumah.
Yah, mentari hanya memiliki aku sekarang. Walau dengan latar belakang yang seperti itu dia tidak pernah menunjukkan kesedihannya sama sekali. Aku iri, walau aku masih lengkap tetapi aku selalu merasa orang yang paling sedih dan hampa di dunia ini, aku selalu menangis di hadapan mentari. Tanpa menyadari bahwa mentari lah yang harus kurangkul, bukan malah aku yang harus di rangkul oleh mentari.
Akhirnya, dokter itu memberitahu aku bahwa keadaan mentari semakin memburuk. Ah.. aku semakin tambah menangis mendengarnya, dengan keadaan yang sangat amatir itu aku hanya berharap kepada dokter bahwa mentari bisa di sembuhkan. Harapku hanya itu.
Bulan april ini juga, aku sudah mau menginjak tahun ke 16. Makanya aku sangat berharap bahwa mentari bisa secepatnya keluar dari rumah sakit dan merayakan ulangtahunku." Mentari.. kumohon, hidup lah lebih lama.."
Air mataku rasanya sudah mau habis. Untuk menangis saja aku sudah tidak mampu. Aku tidak tega melihatnya di dalam ruangan yang sedikit penerangan itu ia terbaring lemah. Hampa." aca? Mentari menyebut nama anda berkali kali.. silahkan masuk," Ucap seorang dokter tiba tiba mengagetkanku yang sedang melamun. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke dalam ruangan mentari.
Betapa terkejutnya aku melihat banyak nya alat alat yang dikelilingi mentari, aku pun tidak tahu apa nama alat alat dari itu semua. Aku bisa melihat mentari yang benar benar lemah sekarang. Ia masih memanggil namaku berkali kali. Aku langsung duduk di samping tempat tidurnya dan memegang tangannya erat. " Semoga kamu cepat sembuh tari. Aku mohon..," ucapku dalam hati berkali kali.