1

470 24 1
                                    

Matahari sudah menampakkan dirinya dengan cerah hingga mengganggu putri tidur kita yang masih bergeliat dalam selimut hangatnya dan enggan untuk bangun. Sampai suara merdu terdengar membuat "dirinya" harus bangun dan meninggalkan tempat ternyamannya itu.

Mak Wawa: "Yaya ayo bangun nak sudah jam segini, kamu kan tidak boleh telat"

Yah kalian tidak salah baca "yaya". Gadis yang selalu kita kenal dengan kata disiplin waktu dan paling rajin se pulau rintis ternyata memendam rasa malas juga dalam dirinya.

Yaya: "Iyah mak, yaya dah bangun ni"

Akhirnya dengan mengumpulkan semua niat dan membuang rasa malas itu yaya mulai beranjak dan berjalan kearah kamar mandi tidak lupa dengan handuk dan seragam sekolah yang akan ia kenakan seharian ini.

Di kamar mandi

Selesainya ia langsung mencuci muka dan menggosok gigi bersamaan dengan pantulan bayangan dicermin. Yaya menatapnya dengan tatapan kosong. Bukan, bukan karena ia membenci bangun pagi atau apapun yang kalian pikirkan sekarang. Melainkan tatapan itu ia tujukan pada goresan garis yang terlukis indah di leher jenjang nya. Hingga ia pikir sampai kapan ia harus hidup seperti ini.

Yaya menyentuh lehernya dan sekali lagi tatapan ia layangkan hingga membuatnya menghela nafas berat.

Yaya: "boleh sembuh kah aku ni haaahhh"

Kehidupan yang bergantung dengan obat-obat penenang. Kehidupan yang membuatnya selalu tersiksa secara batin dan pikiran. Kehidupan yang selalu membuatnya menjalankan terapi dan kontrol tidak tahu sampai kapan dirinya harus melalui semua itu.

Katakanlah yaya gila walaupun dirinya enggan mengakui bahwa dirinya gila, tapi sepertinya kini ia harus menerima kenyataan itu. Kenyataan bahwa dirinya sudah tidak dapat kembali ke kehidupan nya yang dulu.

Setelah dengan urusan perkamar mandian telah selesai yaya mulai memakai hijab dan vest pink kesayangannya. Tidak lupa juga memasukkan obat dan menutupi luka goresan disekujur lengannya berjaga agar tidak ada yang lihat yaya menutupinya dengan foundation anti air.

Yaya pun keluar kamar dan bergegas turun kebawah untuk menyapa keluarga nya. Disana sudah ada ibu, otoi, dan ayah yang hingga saat ini masih dia panggil dengan sebutan paman bram.

Kenapa?

Well alasannya simple karena yaya masih belum percaya sepenuhnya walaupun sudah 2 tahun hidup bersama. Bukan yaya tidak ingin berusaha memanggilnya dengan sebutan ayah tapi mimpi akan masa lalu yang menimpanya membuat dia tidak bisa percaya orang dengan mudah terutama pria yang berada dihadapannya kini.

Yaya: "pagi semuanya"

Mak Wawa: "nah sudah turun pun akhirnya"

Yaya: "hehe maaf mak yaya tak tolong mak"

Mak Wawa: "alah tak pe mak tak kisah pun"

Paman Bram: "bagaimana dengan tidurmu nak?"

Yaya: "masih seperti biasa paman, tapi alhamdulilah-nya sudah tidak separah dulu"

Kedua orang tuanya tahu bahwa yang ditunjukkannya oleh putri semata wayang nya ini semata agar mereka tidak khawatir berlebih apalagi ada sang adik yang duduk di sampingnya.

Setelah itu mereka melanjutkan makan mereka yang sempat tertunda.

Selesainya yaya langsung mencuci piring nya dan salim kepada orang tuanya untuk pamit berangkat sekolah. Sedangkan totoitoy akan di antar oleh paman bram sekalian dirinya berangkat kerja.

Yaya: "paman, mak yaya berngkat sekolah dulu yah assalamualaikum"

Mak Wawa, Paman Bram: "waalaikumsalam hati-hati dijalan"

Dengan tas yang sudah berada di punggungnya dan sepatu yang telah terpasang yaya mulai membuka kenop pintu sambil berdoa dan berharap dia bisa melewati hari ini dengan normal.


Comment and vote

why me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang