16. Lagu pernikahan kita

1.7K 198 7
                                    

Jayden memandangi Claire yang sejak tadi terlihat kebingungan. Calire berkeliling untuk mengitari rumahnya, memanggil nama dua ular yang tak kunjung muncul. Jayden hanya menopang dagu sembari memangku Marie.

"Jayden, kenapa kau diam saja? Kemana Forest dan River pergi? Aku tak melihatnya sejak kemarin."

"JAYDEN!"

Claire membentak Jayden sebab pria itu masih saja terlihat tenang. Bukankah dia menyayangi mereka berdua layaknya bayi? Claire benar-benar panik sekarang.

"Kemarilah, Sayang."

Claire berjalan mendekati Jayden. Menurut tanpa bantahan. Tangan kekar itu memandu tubuh Claire agar wanita itu duduk di atas pangkuannya. Jayden mengecup sekilas bibir Claire.

"Marie, coba tunjukkan dimana kedua bayi itu berada."

Marie naik ke atas pangkuan Claire, kucing putih mengelus perut rata Claire dengan kepalanya. Bahkan Marie menjilat perut yang masih tertutupi gaun tersebut. Setelah itu, kucing putih itu pergi untuk bermain. Entah kemana, mungkin mengejar burung-burung kecil.

"A-apa maksudnya, Jayden? Aku tak mengerti. Mengapa Marie menunjuk perutku."

"Aku sudah mengatakan kepada mereka, agar tidak membuatmu kesulitan. Aku juga meminta agar mereka tidak berkelahi di dalam sana. Kedua bayi itu sudah terlalu lama menunggu. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk mereka."

Jayden membimbing tangan Claire untuk mengelus perutnya sendiri. "Kau mungkin belum menyadarinya, Sayang. Bersabarlah, sebentar lagi kau bisa merasakan detak jantung mereka di sini."

"Aku ... aku—maksudmu ... mereka ada di dalam perutku? Jangan katakan ... aku ... hamil?"

Claire menatap Jayden dengan tatapan penuh tanya.

"Iya, Sayang. Kau akan menjadi ibu sebentar lagi. Ku harap kau tidak keberatan."

Air mata haru sudah menggenangi wajah Claire. Tidak menyangka ada dua nyawa yang bersemayam di dalam rahimnya. Wanita itu terus saja mengelus perutnya yang masih datar. Dia baru pertama kali merasakan kehamilan, namun ia diberikan dua bayi sekaligus. Claire tak dapat membayangkan bagaimana tubuhnya dapat menampung dua makhluk kecil itu.

"Jadi selama ini mereka bukan ular?"

"Tentu saja bukan. Aku sudah berulang kalo berkata bahwa mereka adalah bayi."

"Bisakah mereka tetap menjadi Forest dan River?"

"Apapun yang kau suka, Sayang. Dan mereka bukan malaikat! Berhenti berkata bahwa mereka malaikat."

Jayden menghembuskan panjang nafasnya saat melihat Claire yang sudah menunduk. "Sayang, mereka itu sama sepertiku. Karena aku ayahnya."

"Itu artinya mereka akan tumbuh jahat sepertimu—"

Claire langsung saja menutup mulutnya, sadar apa yang telah dia ucapkan. Tak berani menatap Jayden. Mulutnya telah salah berucap. Claire ingin turun dari pangkuan Jayden, namun pria itu menahan tubuh Claire dengan erat. Sudah pasti pria itu akan tersinggung. Mengingat betapa sedikitnya jumlah kesabaran dalam diri Jayden.

"Kau masih menganggapku jahat?"

Claire terdiam tak mampu menjawab. Karena jelas jawaban darinya adalah iya. Tidak ada alasan untuk mengatakan Jayden baik. Jika pria itu baik, dia pasti akan membebaskan Claire sejak pertama bertemu.

"Sayang, kau tahu aku itu iblis. Tolong jangan lagi terkejut jika aku tidak sebaik apapun yang pernah kau pikirkan."

"Lalu kenapa kau kembali padaku?"

Black Clouds [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang