"Kesempatan?" Orion sudah pulang semenjak sejam yang lalu dan aku seperti orang bodoh, sendirian di rumah sambil merenung memikirkan permintaan lelaki itu.
Jujur, apakah benar aku mencintainya? Tidak, terlalu dini untuk berkata begitu. Cinta, kata-kata itu terlalu berat untuk mendeskripsikan apa yang sedang aku rasakan. Dan bodohnya aku membiarkan laki-laki itu kembali masuk ke dalam hidupku. Bodoh sekali.
"Mungkin kesempatan untuk menjadikannya teman." gumamku sambil menerawang langit-langit ruang keluarga.
"Kamu ngapain ngomong sendiri?" Aku terlonjak kaget mendengar suara Bang Dean muncul dari balik sofa. Gila! Aku bisa kena serangan jantung.
"Bang! Ngagetin aja" Gerutuku. Ia tertawa dan duduk di hadapanku sambil menghidupkan tv. "Loh, Reno mana?" ujarku bangkit dan memilih duduk sambil memperhatikan tv. "Ke rumah Carina" Aku mendengus. Reno masih SMA, walaupun sudah di penghujung masa SMAnya, ia sepertinya sudah punya cerita rumit dengan gadis pujaannya itu. Carina Ashilla Handoko.
"Kamu ada masalah sama Orion?" tanya Bang Dean sambil mencomot keripik yang ia ambil dari dapur. "Hah?" Aku terkejut mendengar penuturan Bang Dean. Tahu darimana?
"Abang tau dari orangnya sendiri. Dia tanya, kapan kamu pulang hari ini dan sama siapa. Kakak jawab aja sama pangeran kamu itu, si Andro. Makanya dia dateng tadi siang."
Aku menyeritkan dahi, terus kenapa Bang Dean tadi tau Orion datang tadi siang?
"Dia bilang sendiri sama Abang" Aku melotot menatapnya. Bang Dean cenayang ya?
"Bang, ajarin dong" ujarku dengan antusias, ia menatapku horor ketika melihatku berbinar-binar.
"Ajarin apa?"
"Baca pikiran orang" ujarku sambil memiringkan wajahku. Ia tertawa. "Kamu itu mudah dibaca dy." ujar Bang Dean sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku mendengus dan beranjak masuk ke kamar. "Eh, tunggu dulu, kamu belum jawab pertanyaan Abang" celetuk Bang Dean.
"Pertanyaan apa sih?" Bang Dean mendengus lalu mengetuk kepalaku. "Abang terkadang heran sama otak jenius kamu" gerutu Bang Dean. Aku berdecak mendengar penuturan Abangku itu. Ya otakku memang seperti itu, tetapi aku bukan seperti dia yang mampu membaca pikiran orang.
"Kamu ada masalah sama Orion?" ulang Bang Dean. Aku mengerutkan dahiku dan mengangguk. Untuk hal ini, aku tidak bisa mengelak dari Bang Dean. Aku memang dekat dengannya selain dengan Andro. "Masalah apa?" tanyanya lagi. Ia menatapku seperti mengintimidasiku.
"Gak apa-apa bang, yang penting masalahnya sudah selesai. Toh, itu juga kesalahan aku. Bukan dia" Ya, memang kesalahanku kan? Dengan mudah aku jatuh hati dan menyukainya, tidak pernah menyadari bahwa dia mencintai seseorang. "Kamu suka ya? Aduh adek abang. Udah lama sama yang sono eh nyangkutnya sama yang sini" tanya Bang Dean lagi, tepat sasaran.
Aku menggerutu, dasar abang gila. "Apasih bang" aku kemudian menghempaskan punggungku ke sofa, benar-benar melelahkan mendengarnya. Aku menyukainya, ya. Dan dengan bodohnya mempercayainya masuk ke dalam hidupku, ya. Bodohnya aku.
"Andro?" Aku mendelik padanya dan berdecak. "Aku gaksuka sama Andro bang. Mau sampai kakek-nenek pun. Andro itu sahabat aku. Titik" ujarku. Mungkin kalau ada Andro disini, aku tidak tahu harus berkata apa, tetapi mumpung hanya ada Bang Dean, tidak masalah mengeluarkan apa yang aku pikirkan. "Kamu yakin? Dia itu cinta sama kamu, Ody" ujar Bang Dean, memilih mematikan tvnya dan mulai fokus padaku.
"Hmmm." Aku tidak bisa menjawab yang satu ini. Aku menyadarinya. Aku tahu betul ia mencintaiku. Tetapi aku juga tidak ingin menyakitinya dengan berpura-pura menyukainya. Aku tidak bisa berpura-pura. Tetapi aku butuh Andro, aku selalu membutuhkannya karena ia seperti bayanganku. Jika ia tak ada, aku pun tak ada, jika aku ada sekalipun, aku ada tanpa cahaya menemaniku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Melody of Us
RomanceCerita ini tak ubahnya sebuah cerita cinta biasa. Dengan tokoh yang biasa. Seorang yang dingin dan seorang yang begitu aktif, dipersatukan dalam sebuah keinginan panah sang pemanah cinta. Mereka diikat sebuah cincin, tanpa cinta awalnya. Tetapi p...