Prologue

459 30 0
                                    

Malam ini udara terasa sangat dingin menusuk, jalanan juga sudah tak menampakkan kehidupan yang ramai, padahal ini di tengah kota Seoul dengan seluruh hiruk pikuknya. Namun salju yang turun di malam menjelang natal tahun ini telah menahan siapapun yang hendak pergi keluar. Mereka lebih memilih untuk menarik selimut hangat mereka kesekujur tubuh dibandingkan harus keluar ditengah cuaca tidak bersahabat seperti saat ini.

Suara sepatu yang bergesekan dengan lantai menjadi satu-satunya tanda kehidupan di halte bus terdekat SMA Apgujeong. Seorang pemuda dengan headphone di kepalanya baru saja tiba di sana, bertepatan dengan bus terakhir malam ini.

Sesaat kakinya akan melangkah memasuki pintu kendaraan itu, tubuhnya berpaling dan dia melangkah dengan lebar menuju satu-satunya perempuan yang masih duduk di bangku tunggu, tak menghiraukan kehadiran bus di depan sana.

Melihat sepatu yang mengganggu objek yang dia perhatikan sejak tadi membuat sang empu mendongak dan menemukan sosok yang sangat dia kenal, berdiri di hadapannya dengan wajah yang sangat kelelahan. 'Park Wonbin' adalah nametag yang dia perhatikan, menghindari temu tatap dengan pemuda di hadapannya.

"Ini adalah bus terakhir malam ini." Ujar Wonbin, mendapat hembusan udara kosong karena perempuan yang duduk di hadapannya memilih untuk membuang wajahnya.

Wonbin mengambil langkah mundur saat perempuan itu kini menyambar ranselnya dengan cepat, bangkit dari duduknya dan segera pergi dari hadapan Wonbin. Dia memilih arah untuk keluar dari halte bus, dan Wonbin juga tidak bisa berbuat banyak selain memutar balik tubuhnya untuk kembali menuju pintu bus.

Sorot lampu mobil yang menghantam indera penglihatannya tidak urung membuatnya untuk berbalik arah, berlari dengan secepat yang dia bisa untuk meraih perempuan yang tidak mungkin dapat dia jangkau.

"Nuna!" Dia berteriak tak tahu malu, namun perempuan di seberang sana tidak mengindahkan panggilannya. "Berhenti menyeberang!" Wonbin kembali berteriak. Dia melihat lampu jalan masih hijau, sementara perempuan di sana tetap berjalan dengan sengaja tak menghiraukan panggilan Wonbin, menyeberangi jalanan. Logikanya sudah tidak dapat berpikir dengan baik ketika sebuah mobil melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi ke arah perempuan di seberang sana.

Wonbin berlari tanpa sadar dirinya telah melanggar lalu lintas, dan dari arah berlawanan terdapat minibus yang kehilangan kendalinya.

'Tinn.. Tinn..'

'BRAKK'

'BRAKK'

Kejadiannya berlalu hanya persekian detik ketika tubuhnya didorong dan sedikit terseret oleh sebuah sepeda motor ke arah trotoar, sebelum sepeda motor itu terbanting beberapa ratus meter dari posisinya terjatuh dan sang pengemudi ikut terseret oleh sepeda motornya sebelum dia menabrak minibus di depan sana.

Seluruh tubuh Wonbin gemetar, dia tidak merasakan sakit akan sikutnya yang robek dan kakinya yang lecet. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya terdapat sesuatu yang baru saja bertumbuk dan ingin meluap keluar, membuat dadanya sangat sesak. Bahkan dia tidak dapat mengeluarkan suara apapun saat beberapa orang asing menghampirinya.

Kedua penglihatannya terkunci pada dua orang yang tergeletak tak berdaya, dihiasi oleh cairan kental merah disekujur tubuh mereka. Jika bisa, Wonbin rela menggantikan keduanya untuk berada di sana sekaligus.

Dia berjalan lunglai mendekati pemuda yang tadi mendorongnya ke trotoar, pemuda yang telah mengemudikan kendaraannya melawan arah, dan mempertaruhkan nyawanya untuk menolongnya.

"Maaf." Hanya itulah kata yang keluar dari mulutnya saat ambulance dengan cepat melarikan keduanya ke rumah sakit terdekat.

Dan, siapapun tidak akan pernah bisa menolak takdir, bahkan orang paling kuat di muka bumi ini sekalipun. Apalagi jika itu hanya untuk seorang siswa SMU.

_end of prologue_

if you read this, feedback is so appreciated! 😊

Love 119 - syongnenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang