Saat ini kedua gadis itu sedang duduk berhadapan di atas kasur Olla. Si pemilik kamar sibuk mengompres pipi kiri Jessi yang saat ini masih terlihat memerah. "Kok bisa sampe kaya gini?" tanyanya sendu.
"Gatau la." jawab Jessi tak kalah lirih. Sesekali meringis menahan sakit walaupun Olla sudah selembut mungkin menempelkan kompres dingin tersebut. "Baru kali ini dia nampar gw." sambungnya.
"Nginep sini aja ya?" tawar Olla. Matanya menatap lembut fox eye milik Jessi. Berharap sahabatnya itu luluh. Sedari tadi dia sudah meminta Jessi untuk menginap malam ini. Tapi lagi-lagi Jessi menolak. Jessi takut Papa nya akan semakin marah kalo dia tidak pulang ke rumah. "Yaudah gw ikut." pinta Olla.
Dia pikir kalau ada dirinya, papa Jessi tidak mungkin menyakiti Jessi lagi. Tapi Jessi tidak mau. Dia tidak ingin menyeret Olla lebih jauh ke dalam permasalahan keluarganya. Cukup dirinya saja yang merasakan ini. Toh perhatian Olla lebih dari cukup untuk menenangkan dia. Pipinya juga sudah terasa jauh lebih baik dari sebelumnya.
"Bocah bandel banget." kesal Olla yang tanpa sengaja menekan kompresan lumayan kencang.
"Eh aduh. sante dong met." kesal Jessi sambil menjauhkan wajahnya. Menatap Olla kesal. Dikira ga sakit apa ya?
"Eh sorry sorry." panik Olla. "Lo udah makan belum?" tanyanya sambil sekali lagi mengompres pipi Jessi.
Melihat Jessi menggelengkan kepala, Olla langsung membereskan kompresan nya. "Makan dulu, baru boleh pulang."
Jessi yang mendengar itu bukannya beranjak, malah menunjuk pipinya yang saat ini sudah mendingan. "Ini ga dilanjutin dulu?" tanyanya.
"Nanti lagi, ntar beku kocak." jawab Olla.
"Mana ada beku, masih sakit ini." protes Jessi.
Mendengar protesan Jessi, Olla berdecak kesal. Perutnya sudah sangat lapar, butuh diisi. Apakah Jessi juga tidak merasakan lapar sih?
"La masih sakit." rengekan Jessi keluar juga.
Merasa Jessi sangatlah berisik, tanpa aba-aba Olla mengecup pipi kiri Jessi. "Alay." komentar Olla setelah wajahnya mulai menjauh. "Dah tuh sembuh. ayo makan ah." ajaknya sekali lagi sambil beranjak membuka pintu.
Jessi yang mendapatkan serangan dadakan tadi sontak hanya duduk dengan tegak. Kali ini rasanya yang beku tidak hanya pipinya, tapi seluruh tubuhnya. Masih sibuk mencerna apa yang barusan terjadi. Bahkan sekarang wajah nya memerah, sampai ke telinganya juga.
"Ayo buru-" Olla yang sudah berada di ambang pintu akhirnya menyadari Jessi masih belum beranjak dari kasurnya. Melihat wajah sahabatnya memerah dia akhirnya sadar kalau Jessi sedang salah tingkah saat ini. "Ye jamet, malah salting."
Jessi yang mendengarnya akhirnya sadar dan tersenyum senyum malu. Bangkit dari duduknya dia hampiri Olla yang masih setia menunggu di depan pintu. Saat dekat Jessi langsung merangkul bahu Olla yang lebih pendek darinya. Tanpa menghilangkan senyumannya Jessi berucap "Udah sembuh 50%, ntar lagi ya."
"Hahaha gila lo, ogah!" jawab Olla sambil menutupi salah tingkahnya. Jessi ini ada-ada saja. Dasar gombal.
---
Selesai makan, Jessi langsung berpamitan pulang. Dia takut papanya makin marah kalau dia terlalu lama di luar. Papanya saat ini sedang sensitif. Kalau kalian bertanya kenapa dia tadi ditampar, itu hanya karena alasan yang sepele.
Jessi tadi masuk ke ruang kerja papanya untuk berpamitan ke acara pentas seni sekolah. Merasa anaknya itu mengganggu, entah setan dari mana membuat dia langsung melayangkan tamparan yang cukup keras ke pipi putih milik Jessi. Jessi yang merasa sakit hati langsung meninggalkan rumah sambil menangis. Berkendara tanpa arah hingga hatinya merasa lebih baik untuk datang ke acara sekolahnya.