5. Let's swim

1K 126 48
                                    

Manusia kan memang ladangnya salah dan khilaf. Pasti adaaa aja masanya untuk manusia berbuat salah. Tapi, yang perlu diingat itu kalau tidak semua manusia berani mengakui dan bertanggung jawab akan kesalahan mereka.

Dengan dua hal itu saja, kamu hebat. Kamu menjadi lebih baik dibanding beberapa orang salah lainnya.

—Irene Bae

"Biar gue saja, Ci."

Jeffrey mengambil alih nampan yang ada di tangan Ci Irene. Dia berjalan mendahului istri kokonya itu, bergerak menuju meja yang sudah diisi oleh Ko Jun, Johnny, dan Kakal.

Ko Jun dan keluarganya makan malam di rumah Jeffrey. Jeffrey yang memasak, dibantu oleh Ci Irene tentu saja. Saat masih awal masuk SMP dulu, Jeffrey pernah ambil kursus tataboga untuk siap-siap tinggal sendiri. Oleh karena itu, kebanyakan makanan yang dia dan Kakal nikmati adalah hasil dari keahlian tangannya sendiri. Selain karena Jeffrey tidak terlalu percaya pada orang lain, Jeffrey juga ingin memastikan setiap bahan yang akan masuk ke mulut Kakal itu aman.

Semua hidangan sudah tersaji. Jeffrey duduk di samping kanan Kakal, membantu bayinya untuk mengambil lauk pauk.

"Kakal no cayul, Papaa."

"Enggak usah pilih-pilih," dengkus Jeffrey. "Makan sayurnya juga!"

"Kakal dak cuka cayul, Papa."

Jeffrey mendelik kesal. "Makanya lo goblok, nggak suka makan sayur gitu."

"Jeffrey," tegur Ko Jun. Pasalnya mulut Jeffrey sangat sering mengumpat pada Kakal. Itu tidak baik dan jelas akan membentuk kepribadian yang buruk juga.

"Papa memang nakal, Uncle. Huh, Kakal caja baik-baik. Good-good," adu Kakal. Karena merasa ada yang membela, dia jadi senang.

"Anak baik harus makan sayur, okay?" ujar Uncle Jun lembut.

Tapi, Kakal masih belum terbujuk. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan kecil, lalu secara dramatis mulai menggeleng. "Uhh, cayul dak enak, Uncle!"

"Enak, kok. Johnny, Aunty Rene dan Uncle Jun juga makan sayur. Papa juga," ucap Uncle Jun dengan lembut, sekali lagi.

Mendengar ucapan Uncle Jun, Kakal melirik ke arah papanya. Dengkusan pelan terdengar dari si bayi. "Boong," ucap Kakal keras. "Papa dak cuka cayul. Uncle boong Kakal, ya? Papa cuka pica-picaa cayul, tauuu!"

Papa itu tidak suka sayur. Papa suka memisahkan sayur di piring, walau tidak semuanya sih. Yang penting kan Papa suka pisahin sayur di makanannya. Jadi, Uncle Jun pasti bohong. Kakal tidak akan tertipu.

"Tapi, kalau Kakal mau mamam sayur, nanti jadi anak pintar, loh."

"Huh, Uncle boong yagi, ya? Kakal dak kena tipu, wleee!"

"Bukan begitu, Kal ...." Uncle Jun kehabisan kata-kata untuk menanggapi sikap Kakal.

"Uncle tipu!"

Uncle Jun hanya bisa mengernyit. Kakal sendiri memilih buat memalingkan wajah, tidak mau menatap unclenya.

Melihat interaksi keduanya, Jeffrey hanya bisa mendengkus kecil. Bukan begitu caranya membujuk si bocil. Kakal tidak akan luluh hanya dengan kata-kata manis seperti itu.

"Alah, Ciill, Ciill. Katanya mau lebih tinggi dari gue? Jangankan lebih tinggi, kalau lo keseringan skip makan sayur mah yang ada jadi bogel terus. Babi bogel," ejek Jeffrey.

"PAPAAAA!"

"Apa? Bener, kok. Tanya aja sama uncle lo, noh. Kalau nggak suka makan sayur bisa bikin kurang tinggi nanti." Jeffrey memasukkan wortel ke mulutnya, lalu mengejek Kakal yang tadi menyisihkan sayur itu dari piringnya.

Papa's Diary •√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang