Verland menggigit bibirnya dengan kuat, semuanya orang membicarakannya, semua orang menatapnya sinis bahkan ada yang mencacinya secara terang-terangan. Verland berlari menjauh dari koridor sekolahnya itu. Verland hapus air matanya yang terus berjatuhan di sepanjang perjalanan.
Lee Jevan hanya diam mendengar pertanyaan-pertanyaan yang beberapa hari ini menghujaninya. Banyak perempuan mendatanginya hanya untuk mempertanyakan hal sampah. Lee Jevan termasuk dalam barisan siswa tertampan di sekolah, tak heran ia dikerumuni gadis-gadis cantik.
"Kenapa kau memilih Verland? Sayang sekali wajah tampanmu itu kak. Aku lebih cantik dari Verland!"
"Tinggalkan saja Verland, aku jauh lebih cantik."
"Apa alasanmu mempertahankan Verland yang jelek itu?"
"Verland si cebol!"
"Verland menawarkan apa padamu kak? Menawarkan tubuh lurusnya?"
Jevan cukup sabar mendengar kekasihnya di rendahkan. Jevan ingin menguyakkan bibir mereka yang merendahkan Verlandnya, Verland jauh lebih baik dari pada mereka. Semuanya berawal pada pagi itu, keduanya tertangkap basah sedang berciuman di roftop sekolah. Sebagai siswa populer tentu saja berita itu tersebar luas dengan cepat.
Selama ini Jevan dan Verland tampil dengan serasi, semua menganggap mereka berdua adalah teman baik. Mereka tidak menyangka ada penyimpangan di antara mereka. Nasib malang diterima oleh Verland, wajahnya tidak setampan Jevan untuk mendapatkan pembelaan.
"Verland?" panggil Jevan pada sang kekasih yang menangis di dalam gulungan selimut.
"Aku tau ini sakit, tapi mari kita jalani berdua."
"Hanya aku yang merasakannya! Aku tak setampan dirimu untuk mendapat belaan. Wajah jelek ini hanya mendapat makian dan lontaran pedas dari semua kalangan!" erang Verland.
Jevan mengembuskan napasnya berat, semuanya benar, Verland yang menanggung beban lebih berat. Jevan tarik selimut yang menggulung itu, membalik tubuh Verland yang tengkurap untuk menghadap padanya. Wajah manisnya merah padam, matanya bengkak dengan wajah sembab.
Jevan menarik tubuh Verland masuk dalam dekapannya. Jevan usap surai kekasihnya dengan sayang. Jevan tak lagi mendengar isak tangis Verland. Ia baringkan tubuh kekasihnya yang tertidur itu dengan pelan. Jevan kecup keningnya dengan singkat.
"Maafkan aku sayang, semuanya terasa berat saat kau bersamaku."
Verland menarik napasnya dalam, ia menyemangati dirinya sendiri sebelum melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah. Beberapa langkah maju sudah banyak mata yang memandangnya dengan tatapan benci. Verland memilih diam dan terus melangkah, akhirnya ia berhasil duduk di bangkunya.
Melihat teman baiknya memasuki ruangan, Verland tersenyum dan melambaikan tangannya. Senyum laki-laki manis itu luntur ketika teman baiknya itu malah menyunggingkan senyum remeh dan duduk dengan kerumunan orang.