"Osis itu bagaikan keluarga kedua bagi gue, dimana sebuah rasa senang dan susah mereka lalui berbarengan dalam suatu program untuk mencapai tujuan bersama."
-
Pagi yang cerah dengan senyuman yang merekah, kilatan lengkungan bibir yang terpancar manis oleh sang pemilik yang bernama Ferani Syahila. Gadis itu tengah menatap keindahan pagi hari ini dengan terbitnya sang matahari menyinari bumi.
"Kamu berangkat pakai sepeda? Fera. Tidak ingin ikut Papah?" tawar Hendra yang sudah masuk ke dalam mobilnya, bersiap untuk meninggalkan halaman rumahnya.
Ferani menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak Pah, Ferani lebih seneng pakai sepeda, itung-itung olahraga."
Hendra tersenyum mendengar jawaban dari Ferani. "Ya sudah, terserah kamu. Papah berangkat dulu, hati-hati mengayuh sepedanya."
"Oke Pah, siap!" Ferani memberi hormat kepada sang Papah yang kini sudah menyalakan mobilnya.
Tidak lama kemudian Vegalta datang, melirik Ferani sekilas. Lalu dengan santainya laki-laki itu berjalan melewati Ferani, menghangatkan motornya terlebih dahulu, dan langsung menancapkan gas, meninggalkan Ferani di dekat komplek perumahannya.
Ferani yang melihat Vegalta menjalankan motornya ugal-ugalan pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar Kak Vegalta, mentang-mentang masih muda. Jalanin motornya sableng!"
Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke parkiran sekolahannya. Tidak lama bukan? Sebab Ferani menjalankan sepedanya sambil menikmati udara pagi yang segar.
"Wih udah nggak kempes lagi tuh sepeda?" tanya Lani yang baru saja sampai di parkiran. Ia langsung turun dari motor beat nya dan langsung menghampiri Ferani.
Di sekolah SMA WYATA DHARMA hanya Ferani yang memakai kendaraan, sepeda. Selebihnya orang-orang memakai motor dan mobil. Terkesan sederhana, namun Ferani menyukai hal itu.
"Ke kelas yu! Gue mau ngerjain peer yang kemaren, lo udah ngerjain, Fer?" tanya Lani berjalan beriringan dengan Ferani.
"Udah."
"Yah, liat dong! Gue nggak hafal rumusnya." Lani menyatukan kedua telapak tangannya, memohon.
Ferani menganggukkan kepalanya. "Oke, tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
"Traktir gue nanti pas jam istirahat," ucapnya dengan santai. Membuat Lani yang mendengarnya menghela napas panjang. Menyebalkan memang.
"Yeh, percuma kaya kalo ujung-ujungnya malak anak yatim, mana minta traktiran lagi. Berdosa lo sama gue," ujar Lani membuat Ferani berdecak sebal.
"Ck, jangan bawa-bawa jabatan deh. Yatim aja bangga," ketus Ferani mengerucutkan bibirnya kesal.
Lani menyengir tanpa dosa. "Canda elah, ntar gue traktir lo, deh. Daripada gue kena getok sama Bu Rina, 'kan? Kalo bisa gue traktir sama kantin-kantinnya sekarang."
"Beneran?" tanya Ferani dengan kedua pasang mata yang berbinar.
"Tapi boong haha ..."
****
Kring—
Bel istirahat akhirnya telah berbunyi nyaring. Para siswa-siswi sekolah SMA WYATA DHARMA berbondong-bondong keluar. Berhamburan mencari pedagang, lebih tepatnya mereka menyerbu kantin.
"Kuy ngantin!" seru Susi yang menarik kedua tangan Ferani dan Lani berbarengan.
Sebelum mereka sampai ke kantin, Ferani tidak sengaja melihat Giovani yang memasuki ruang OSIS. Ia penasaran mengapa lelaki itu suka sekali ke tempat seperti itu? Disaat para teman-temannya menghabiskan waktunya untuk mengisi perutnya yang keroncongan.
"Keliatannya di kantin masih ngantri, gue mau ke Gio dulu ya, ada urusan. Kalian duluan aja, gue pesen es jeruk sama seblak. Nanti dibayar sama Lani," pesan Ferani menyengir ke arah Lani membuat gadis itu memutar bola matanya malas.
"Widih, si Ferani dapet traktiran nih. Gue juga dong, Lan. Traktir," ujar Susi menatap Lani dengan wajah imutnya.
Lani mendengus sebal. "Lo kalo mau traktiran, bikin nilai gue seratus di pelajaran Bu Rina. Mampu nggak lo?"
Susi mengerjap-ngerjapkan matanya. "Lo serius? Yo ndak mampu ... aku dudu spek idamanmu," balasnya tak mampu dengan nada bernyanyi.
"Ya udah, pake duit masing-masing. Lagian gue heran, anak yatim kayak gue kok banyak yang malakin. Apa mereka nggak takut azab dari gue apa?" gumam Lani berjalan ke arah kantin, diikuti oleh Susi dibelakangnya.
Sedangkan Ferani berjalan ke arah Giovani. "Woi! Lo ngapain di ruang OSIS mulu? Nggak bosen?"
Giovani yang baru saja menempelkan sebuah kertas peraturan sekolah pun berjolak kaget, laki-laki itu menatap Ferani sesaat. "Gue nanti ke kantin, kok. Cuma nunggu lowong aja."
Ferani manggut-manggut, mengerti. Tanpa sadar seseorang berjalan mendekatinya dan Giovani. Laki-laki tersebut baru saja keluar dari ruang OSIS.
"Udah nempelin itu, lo ke dalem bentar bikin struktur buat acara porak bulan depan. Oh iya, pulang sekolah nanti jangan lupa kumpulan dulu," ucap sang ketua OSIS. Siapa lagi kalau bukan Genan. Laki-laki itu melirik ke arah Ferani sebentar, lalu berjalan meninggalkannya.
Ferani menganga melihat punggung Genan yang sudah menjauh dari pandangannya. Giovani yang melihat itu pun mengernyit, heran.
"Lo kenapa?" tanya Giovani.
Seakan tersadar, Ferani pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak papa."
"Mmm enak nggak sih jadi OSIS?" tanya Ferani penasaran.
Giovani menghela napasnya panjang. "Ya tergantung, ada senang ada susah. Tapi sejauh ini gue ngerasa seneng-seneng aja, emang kenapa?"
Ferani tampak menimbang-nimbang sesuatu, seperti ia sedang memikirkan perkataan Giovani barusan. Saat laki-laki itu berjalan meninggalkan Ferani, gadis itu menahan pergelangan tangannya.
"Eh tunggu!"
Giovani membalikkan badannya, menaikkan satu alisnya, seakan-akan bertanya. Apa?
"G-gue mau ikutan OSIS," ucap Ferani percaya diri.
Giovani menggembungkan pipinya, menatap Ferani menahan tawa. Ferani yang menyadari hal itu pun mengernyitkan keningnya, bingung.
"L-lo serius hufftt hahaha ...."
"Ish, kenapa ketawa sih?! Emang ada yang lucu ya?" tanya Ferani memanyunkan bibirnya kesal.
"Ya lo aneh. Nggak ada angin, nggak ada ujan tiba-tiba mau masuk OSIS," ucap Giovani menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ferani tampak geram dengan kata-kata yang Giovani lontarkan, seakan tidak percaya kalau sekarang Ferani ingin benar-benar ikut ke dalam ikatan organisasi.
"OSIS bukan hanya sekedar gelar menakjubkan di kalangan anak pelajar. Tapi OSIS juga sebuah organisasi yang dimana di dalamnya terdapat nilai-nilai positif, lo kalo main-main mending jangan ikutan OSIS. Ikut ekskul aja sana."
Ferani tersenyum tipis, padahal jauh di dalam hatinya ia terlihat gusar dan tak yakin. "Tapi gue penasaran, gue mau ikutan jadi OSIS!"
"Kalo sekedar penasaran lo bisa cari secara detail di google. Lo harus mateng-matengin diri lo kalo mau ikutan OSIS. Karena di OSIS bukan hanya akal pikiran yang dipake. Tapi menguras tenaga dan juga mental."
Ferani meneguk salivanya kasar. Serumit inikah jadi anggota OSIS?
"G-gue yakin, kok. Gue nggak main-main. Gue mau jadi OSIS!" kekeuh Ferani membuat sudut bibir Giovani berkedut samar.
"Oke, siapin mental lo, pulang sekolah ikut gue kumpulan OSIS!"
Mampus.
22:01:23
-----
Ada yang sama? Mau ikutan OSIS tapi ragu dengan skenario di dalamnya?😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Genç Kurgu14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...