“Menghubungkan sebuah Motivasi yang timbul dari isi hati itu memang sulit. Namun hal itu akan mudah jika kita, mencoba tanpa adanya kata jeda.”
-
“Visi adalah sebuah Tujuan yang sering kita sebut dengan puncak keberhasilan untuk menggapai sebuah objek melibatkan peraturan dan ketekunan dalam pembuatan suatu program. Sedangkan Misi adalah suatu kegiatan langkah-langkah yang harus di lewati untuk mendapatkan Visi. Kedua kata tersebut memiliki kriteria yang berbeda namun dengan makna yang sama. Diibaratkan jika kita mempunyai Misi maka harus ada Visi. Yang artinya langkah kita arahnya mau kemana? Pasti ke satu tujuan yang pasti bukan? Dan adanya Visi Misi yang menjadi objek penentu.” Genan menjelaskan panjang lebar tentang Visi Misi yang belum sempat Ferani jawab.
“Hal ini berlaku di sekolah, di organisasi, di suatu kegiatan lain. Atau kepribadian diri kita sendiri,” ucap Genan membuat seluruh anggotanya diam, memperhatikan.
“Sejauh ini mungkin sudah cukup. Ada pertanyaan?” tanya Genan yang mendapatkan jawaban keheningan.
“Oke, jika tidak ada pertanyaan. Lanjut yang kedua. Struktur Organisasi. Disini ada ketua, yaitu saya sendiri. Genan Fatnon Falues! Wakil ketua Hani Camelia dari kelas 11 IPS E. Sekertaris satu ada Seto dari kelas 12 IPA A. Sekertaris kedua Giovani dari kelas 10 IPA C. Bendahara Natalie dari kelas 11 IPS C. Ketua seksi bidang, Armando dari kelas 12 IPS D.”
Ferani menguap mendengar penjelasan Genan yang memperkenalkan sebuah struktur Organisasi. Laki-laki itu bukan seperti memperkenalkan, namun mendongeng hingga membuatnya mengantuk.
“Ck, udah jam setengah empat, tapi Kak Genan masih aja nyerocos. Gue lumutan lama-lama,” bisik Susi menyandarkan kepalanya kepada Lani.
Gadis itu pun menganggukkan kepalanya. “Sama, mana bosen lagi.”
Ferani mendengkus sebal. “Kalian bisa serius nggak sih? Ini tuh suatu ilmu, kalian harus fokus.”
“Alah ilmu-ilmu mata lo soek, gue dari tadi liat lo nahan kantuk gitu dibilang fokus. Mau gue sumpel, tapi sadar diri kita lagi di dalam tahanan.”
Ferani mendelik tajam. Apa katanya tadi? Tahanan? What? Tapi ada benarnya juga, sih. Berasa lagi dikurung dengerin Genan yang pidato entah kapan beresnya.
“Mungkin hanya itu yang dapat saya sampaikan. Oh iya, hampir saya lupa. Opsi ketiga ada beberapa seksi bidang—.”
“WHAT?!” pekik ketiganya menganga lebar.
“L-lo yang bener aja, Kak. Ini udah jam setengah empat, masa iya mau ditambahin lagi pembahasannya?” Lani menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir.
Genan mengernyitkan keningnya. “Masih setengah empat, 'kan? Bukan magrib.”
“Hah? Maksudnya?” tanya Ferani tidak mengerti.
Genan menghela napasnya panjang, ia lupa memberitahukan beberapa peraturan di Organisasi ini kepada mereka.
“Oke, maaf. Ternyata kalian belum tau peraturan-peraturan yang ada di dalam OSIS. Bentar gue butuh spidol,” ucapnya berlari ke kantor guru, mengambil spidol.
Buru-buru Ferani berjalan ke arah Giovani menjewer telinga laki-laki itu sekeras-kerasnya, membuat sang empu menggaduh, kesakitan.
“Aaa Fer! Fer! Sakit—.”
“Heh rasain lo ya! Lo kenapa nggak bilang kalo OSIS banyak peraturannya gini? Terus kenapa lo nggak kasih aba-aba buat gue, terus kenapa lo seenak jidat ngebiarin gue sama temen-temen gue ternistakan?!”
“G-gue 'kan udah bilang sama lo, OSIS ya gini. Nguras mental!” tekan Giovani memundurkan tubuhnya kebelakang menghindari cubitan Ferani kepadanya.
Seto Mulyadi. Selaku wakil ketua OSIS pun terkekeh kecil melihat ekspresi Ferani yang kesal dengan Giovani.
“Lo—.”
“Ferani! Duduk ditempat semula. Siapa yang mengizinkan kamu pindah?”
Suara Genan membuat Ferani sedikit tersentak, gadis itu kembali ke tempatnya dengan tatapan yang menusuk, membalas tatapan Genan yang tajam melihatnya.
Genan sialan!
Dengan telaten Genan menuliskan beberapa peraturan di papan tulis. “Catat peraturan tersebut dan ingatkan dengan baik-baik serta teliti!”
SOP OSIS!
1. Masuk kumpulan dari jam 14.00 sampai jam 16.00
2. Tidak boleh berpacaran saat kumpulan berlangsung (jika ada pasangan di dalam organisasi)
3. Menjaga adab dan kesopan saat berbicara.
4. Manaati berbagai peraturan yang sudah di tetapkan.
5. Tidak boleh memainkan handphone saat kumpulan berlangsung.
6. Tidak boleh membawa benda-benda tajam seperti pisau dan sejenisnya (Kecuali penting untuk di gunakan)
7. Berkomunikasi dengan baik.
8. Tidak boleh telat saat kumpulan di adakan (kecuali izin dan sakit)
9. Saling bertukar sapa, bertanya serta menjawab dengan adab yang sopan.
10. Kumpulan hari Selasa dan Jum'at.Ferani dan ketiga temannya menganga lebar. Peraturan apa-apaan ini? Begitu panjang nan mengenaskan. Ingin rasanya Ferani berkomentar dan menonjok orang yang membuat peraturan tersebut. Namun sebelum itu terjadi Genan langsung mengeluarkan suaranya kembali.
“Peraturan ini dibuat bersama-sama, maka jika ada yang keberatan atau hal yang keliru, maka kita rundingkan bersama-sama untuk mengubahnya, juga.”
Dengan malas Ferani mencatat peraturan tersebut, sambil menatap Lani dan Susi yang ingin menangis karena dirinya, mereka pun terkena getahnya.
Sabar Ferani. Ini baru permulaan!
“Sudah dicatat. Maka kita akan lanjut ke opsi yang keempat—.”
“Ini sebenarnya ada berapa opsi sih? Dari tadi nggak kelar-kelar perasaan!” Komentar Ferani mengepalkan tangannya manahan emosi.
“Ini yang terakhir,” jawab Genan menatap Ferani kasihan. Ya, dia kasihan dengan Ferani yang sedari tadi mengomel-ngomel di dalam hati. Genan tahu itu, karena terlihat dari sorot matanya yang memerah menahan amarah.
Ferani menghela napas panjang. “Sabar Fer, sabar!” gumamnya menguatkan.
“Tersisa 30 menit lagi. Kita lanjut ke opsi terakhir yaitu seksi bidang. Disini tertera ada bidang kerohanian, Budi pekerti luhur. Bela negara—.”
“Wait-wait! Bela negara? Jadi kita perang-perangan gitu? Kaya Ir Soekarno? Memperjuangkan Indonesia kita, melawan para musuh bangsa dan bernegara.” Lani berdiri tegak mempraktikkan sebuah foto seorang pahlawan nasional yang berada di dinding ruang kelasnya.
“Wih, hebat dong kita. Bakalan jadi tokoh masyarakat hebat kayak para tentara, TNI AU, TNI A—.”
“Bukan gitu maksudnya, Neng! Bela negara di dalam seksi bidang organisasi itu kita kalo ada kegiatan kayak 17 agustusan kita ikut serta gitu. Melibatkan organisasi, pokoknya acara-acara negara deh!” Potong Giovani membuat seluruh anggota OSIS tertawa ngakak.
“Huuu!” sorakan demi sorakan membuyarkan suasana yang canggung.
Terlihat sebuah organisasi akan berbahagia jika seseorang di dalam tokoh tersebut, mampu mencairkan suasana saat kebersamaan mereka dimulai.
Namun tanpa sadar Ferani menepuk jidatnya beberapa kali, merasa malu mempunyai teman yang receh dan super-duper ceplas-ceplos.
Ck, dasar temen kampret! Malu-maluin!
22:01:23
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang Rasa [SELESAI]
Подростковая литература14/01/23. Hidup dalam rengkuhan badai diselimuti ombak mengerikan bukanlah keinginannya, namun itu sebuah takdir yang Tuhan tetapkan untuk Ferani. Bagaimana rasanya jika mempunyai kakak yang sama sekali tidak menganggap Adiknya ada? Sakit? Tentu. Da...