Foreigner, Who?

40.9K 3.2K 45
                                        

"Ugh."

Seorang cowok mengerjapkan matanya yang terasa berat. Ia merasakan seluruh badannya nyeri, terutama kepalanya. Samar-samar ia mendengar suara ribut di sekelilingnya.

"Weh, si Boss udah sadar!"

"Ri, buka mata lo!"

Mata cowok itu sepenuh terbuka namun masih menyesuaikan dengan cahaya yang begitu terang menyengat penglihatannya. Ia meringis memegangi kepalanya yang sakit.

"Cok, panggil dokter, cepetan!"

"Sabar, anjir!"

"Bentar, Ri, biar Eval panggilin dokter. Pusing, ya?"

Cowok yang di panggil "Ri" itu tak terlalu menanggapi karena merasakan kepalanya yang begitu sakit seperti dipukul dengan palu besar. Mata yang sudah terbuka itu kembali terpejam membuat suara-suara asing tadi panik.

"Syukurlah dia sudah siuman, namun pukulan keras yang mengenai kepalanya belum sembuh total. Usahakan agar pasien tak terlalu membebani pikirannya dan tetap beristirahat. Saya permisi."

Setelah kepergian dokter nampak 3 cowok lain di dalam ruangan itu menghembuskan nafas lega.

"Bajingan, udah panik banget gue. Gara-gara itu ceceunguk Rio jadi kayak gini." Ucap cowok dengan tindik di telinga kirinya bernada geram.

"Lagian si Rio juga, udah tau sakit malah maksa ikut tawuran." Tanggap cowok yang berdiri di sebelahnya.

"Udah, diem." Lerai cowok satunya yang nampak lebih kalem.

Ketiga cowok itu terdiam, menatap satu-satunya cowok yang masih berbaring di brankar dan memejamkan matanya.

Wajah yang sedikit manis dengan kulit cerah itu terdapat luka lebam di pipi dan ujung bibirnya.

Sekian menit berlalu mata cowok itu kembali terbuka. Ia melenguh menatap sekelilingnya yang asing hingga tatapannya berhenti di tiga cowok asing yang sedang duduk berbincang di kursi panjang.

Lenguhannya menarik atensi ketiganya yang langsung berdiri menghampiri brankarnya.

"Rio, akhirnya sadar juga lo. Kepala lo masih sakit? Perlu gue panggil dok-"

"S-siapa?"

Cowok bertindik itu belum selesai bicara tapi tiba-tiba disela oleh suara pelan yang bernada seperti... Ketakutan?

"Boss?"

Cowok yang dipanggil "Rio" atau "Boss" itu terduduk dari baringannya dan beringsut. Takut.

"Lo gapapa?" Cowok yang berwajah tanpa ekspresi bertanya sambil mengulurkan tangannya.

"J-jangan sentuh!" Ia memejamkan matanya, merasakan kepalanya berdenyut pelan.

Ketiga cowok itu saling pandang dengan tatapan bingung.

"Eh, Boss, lo kalo mau main prank nggak gini, dong." Cowok dengan suara cempreng menatap tajam padanya.

Dia yang merasa belum pernah di tatap seperti itu semakin ketakutan. Tubuhnya bergetar sambil mengigit bibir bawahnya.

"H-hiks, bunda..."

"L-loh kok nangis, heh!"

Cowok bertindik panik. Ini boss sekaligus kawannya kenapa coba?

Kenapa bisa boss nya yang garang, petakilan, dan keras kepala malah jadi seperti ini? Seperti anak manja yang cengeng.

"Bunda, hiks... Ghali takut."

"Hah? Ghali siapa, woi! Ri, lu kenapa, Cok?!"

"P-pergi, Ghali nggak kenal kalian."

"Ri?" Cowok berwajah flat itu memanggil namun tak dipedulikan oleh si empunya nama.

"JANGAN BILANG LO AMNESIA!"

Teriak cowok bersuara cempreng membuat si cowok di atas brankar kaget dan semakin takut, begitupun kedua cowok lainnya yang ikut tersentak.

Sementara kedua temannya yang berisik itu masih mengoceh heboh, cowok yang wajahnya tak terlalu menunjukkan ekspresi kehidupan itu malah fokus menatap objek yang sedang menjadi kehebohan.

Tatapan ketakutan dengan wajah tegang dan tubuh bergetar itu. Ia merasakan darahnya berdesir. Ia ingin selalu melihatnya.

Ketakutan yang ditunjukkan cowok itu membuat nafasnya terasa sesak. Ia menikmati. Menikmati bagaimana cowok mungil itu bereaksi terhadap keadaan ini.

GHALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang