The feeling of rage will never vanish
It just hides for awhile
And then when it's the time
It will explode
—"We will be in the living room."
Sekembali ke palace, Erica memisahkan diri dari Ren dan semuanya. Beralasan ingin ke kamar kecil. Ren membalas pamitnya Erica dengan anggukan lembut. Erica menyelami tatapan pria itu yang bagai diselimuti awan. Ren menatapnya tepat di mata. Tapi sulit membacanya dengan tatapan pria itu yang teduh seperti sekarang. Apa yang suaminya pikirkan? Apa yang pria itu rencanakan? Ren seperti sketsa putih bersih. "If you like to join us, you are very welcome there. Aku akan mengecek Kai terlebih dahulu dan membawanya ke sana." Tubuh Erica terpaku saat Ren mengecup pelipisnya halus di depan obasan pria itu dan sepupu perempuannya.
Meremas lembut tangannya sambil tersenyum.
Erica menahan gumaman parau yang keluar atas desakan pikirannya karena kehadiran keluarga Ren, yang memang Erica belum pernah temui. Tapi, Takahara seharusnya tetap Takahara. Tidak ada bedanya; membawa Kai kemana? Tidak bagus memiliki pikiran tiba-tiba kacau. Di hadapan suaminya yang tidak menampakkan emosi. Erica tidak bisa menebak yang sebenarnya ada di balik kepala pria itu. Sekeliling mereka yang tiba di foyer cukup riuh oleh perkataan tajam obasan Ren yang dibalas takut-takut Genta. Berikut pelayan yang berdatangan membantu membawa barang.
Erica merasakan tatapan menyelidik tidak kentara dari lirikan obasan Ren dan sepupu perempuannya sebelum Erica berlalu. Tetap bersikap tenang. Erica menutup rapat dan mengunci pintu toilet di dalam kamarnya dan Ren. Tergesa-gesa merogoh tas tangan. Dan setelah menemukan benda yang dicari, Erica memandang gamang dua botol di tangannya.
She needs to stay focus for what's coming.
Erica menegak pil dari botol pertama.
She can't be pregnant in this situation.
Erica harus mencegahnya. Kali ini tangannya bergetar hebat. Menahan dan menenangkan debaran. Menatap pantulan dirinya di cermin wastafel. Erica menegak pil dari botol kedua.
Sekali lagi menelisik pemandangan dirinya yang dihamparkan cermin. Erica tidak menemukan gurat selain percaya diri. Dan, memang seharusnya seperti ini kalau Erica tetap ingin bertahan. Erica melepas scarf dari kepalanya. Menyimpannya ke dalam tumpukan pakaian kotor. Kembali ke depan wastafel lebar dengan granit putih dan rangka emas.
Merapikan syal putih tipisnya dibahu dan tatanan rambut. Erica menyimpan botol tadi ke bagian paling dalam tas tangannya. Melirik buku sketsanya.
Erica telah yakin untuk menghadapi apapun saat ini.
Bukan ini.
"It took you so long in there. Are you okay?"
Pertanyaan Suaminya.
Erica menahan kesiap sesaat membuka pintu dan langsung disuguhkan pemandangan khawatir? Ren tepat di baliknya. Jantung Erica berdebar tanpa bisa dicegah. Menahan diri dari keinginan mengepalkan tangan. Tatapan terpakunya terkunci oleh Ren. Dan bukan untuk pertama kali dirinya merasa... semua tindakannya diawasi. Bahkan sekarang. Erica menguasai diri segera kala mendapati manik coklat terang ramah suaminya melirik tas tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nouveau Départ
RomanceShe was a saint camellia before a sinful rose. She was a calm water before a burning fire. Ren Takahara bisa memiliki seluruh isi dunia di genggaman tangan, tetapi tidak dengan seorang wanita yang bersinggungan takdir secara tidak sengaja bersamanya...