"Jar, kakak gak ngerti deh rumus yang ini, Jardi ngerti gak?"
Begitulah keseharian Malrika dan Jardi sang adik tersayang, Jardi ini sangatlah pintar, buktinya kini ia hanya berbeda satu angkatan dengan sang kakak, padahal umur mereka berbeda tiga tahun.
"Ngerti kok kak, sini aku bantu"
Pemandangan yang menurut Mahar sangatlah menggemaskan, ia sangat merasa bersyukur bisa memiliki dua anak yang sangat akur seperti ini, pasalnya kedua anak Aksa berbanding terbalik dengan kedua anaknya.
"Nanti abis belajar makan dulu ya sayang"
"Oke Upi"
Keduanya belajar di meja ruang tamu, sedangkan Mahar kini tengah asik menyiapkan makan siang, terlebih ia baru saja mendapat pesan bahwa sang suami ingin makan di rumah.
"Jardi nanti kalo naik kelas mau kado apa?"
"Iya ayo mau kado apa Jar? nanti kakak yang beliin"
"Ih gaya deh kakak"
"Hehe kan kata Upi sama Abi harus pinter nabung, kemarin abis di hitung alhmdulilah ada banyak"
"Gausah kak, uangnya kakak simpen aja. Upi juga gausah ya, Jardi gamau apa-apa kok"
"Hmm gimana kalo kakak traktir es krim?"
"Nah kalo yang itu boleh hehe"
Hal lain yang membuat Mahar semakin gemas adalah ini, mereka sering pergi berdua hanya untuk jalan-jalan di taman ataupun jajan pada pinggir jalan. Pulang sekolah pun mereka selalu bersama, maklum jarak sekolah dan rumah mereka tak terlalu jauh, jadi jalan kaki pun akan di rasa cukup.
Malrika sering mendapatkan pertanyaan perihal rasa sayang yang ia miliki pada sang adik, dan jawabannya selalu sama,
"Aku mau jaga Jardi biar gak ngerasain kehilangan lagi"
Ada bayi mungil yang lebih dahulu pergi ke surga diantara mereka, itu mengapa Malrika tak bisa lepas pada sang adik, bahkan ia sudah meyakini bahwa rasa sayang pada Jardi melebihi rasa sayang dirinya pada Upi dan Abi.
Terkadang si kakak merasa kesepian bila adiknya tak ada dirumah, entah itu sedang ada lomba di luar kota ataupun pergi bersama para kakeknya, bila hal itu terjadi Malrika pasti memilih untuk mendengarkan musik dengan Headphones kesayangannya. Kado dari sang adik yang sangat bermakna untuk dirinya, karna ia tahu bahwa Jardi menggunakan uang di dalam celengannya untuk membelikan hadiah itu.
Jardi pun sama, posesif seperti sang Abi. Selalu bertanya apakah keluarganya sudah makan atau belum, selalu siaga walau hanya di panggil nama depannya. Bahkan ia pernah menendang kaki sang senior hanya karna sang kakak di ledeki dengan maksud bercanda.
"Assalamualaikum"
"Walikumsalam Abiiiii"
"Lagi pada belajar ya? Hmm ngomong-ngomong abang Jardi kok gak bilang kita sih kalo submit pertukaran pelajar?"
"HAH?"
Malrika dan Mahar menyaut bersamaan, antara kaget dan tidak karna anak ini memang selalu bertindak sesukanya, tak masalah sebenarnya, karna yang ia lakukan pun hal positif seperti mendaftar lomba yang acaranya di adakan ke esokan harinya. Sebagai orang tua Jamal dan Mahar pasti ingin hadir untuk mendukung sang anak, termasuk Malrika, tapi kalau mendadak seperti ini rasanya sulit untuk mengatur waktu. Ditambah si anak memang tak mau dan berharap tak ada yang datang, alasannya agar lebih fokus dalam perlombaan.
"Kamu tau dari mana kak?"
"Tadi dapet email dari sekolah dek, form peresetujuan orang tua"
"Emangnya kemana sekolah mana Bi?"