Chapter 4 : Sebuah Perpisahan

66 8 20
                                    

Happy reading ^^

*
*

Sudah satu bulan keadaan rumah Sheya selalu ramai karena teman-teman KKN tinggal di sini. Dan sudah satu bulan pula setiap malam Sheya selalu belajar ditemani Ravin. Hal yang belakangan ini menjadi Sheya sukai. Padahal sebelumnya, Sheya paling tidak suka belajar apa lagi malam-malam menjelang tidur. Tentu saja ia lebih memilih sibuk bermain game atau membaca komik dari pada belajar. Namun semenjak Ravin menjadi teman belajarnya, Sheya perlahan tahu ternyata mata pelajaran berhitung tidak sesulit yang ia rasakan selama ini.

Selain itu, hari-hari Sheya pun semakin berwarna. Ada kalanya ketika anak-anak KKN itu sibuk, Sheya justru diminta untuk turut andil bersama mereka. Seperti kemarin, saat ada kegiatan Seni Kebudayaan. Dimana saat itu tim KKN penyelenggarakan kegiatan pertunjukan seni tari yang melibatkan warga lokal setempat dan tentu saja dirinya.

Sheya akui, hari-harinya jadi lebih menyenangkan. 

Akan tetapi, ada yang aneh dengan suasana rumahnya belakangan ini. Sheya merasa sikap beberapa teman kakaknya itu tidak seperti biasanya. Walaupun memang hal itu tidak terjadi padanya. Mereka tetap bersikap biasa, hanya saja jika diperhatikan, Yuki dan Levi seperti tidak akur. Dibeberapa kegiatan pun,  Levi nampak tidak ikut. Levi yang biasa bercanda dengan teman yang lain pun sekarang lebih banyak acuh. Dan lebih sering mengurung diri daripada berkumpul di ruang tengah. Entah Sheya tidak tahu ada apa dengan mereka.

"Bang," Sheya mendekati Malik yang sedang bersantai di teras lantai dua.

"Kenapa?" Malik menoleh.

"Kayaknya teman-teman Abang ada yang lagi nggak akur, ya?" Sheya duduk di samping kakaknya.

Malik mendesah tanpa mengalihkan perhatiannya dari handphone. "Nggak tahu. Kayaknya ada sesuatu yang bikin mereka begitu."

"Waktu hari minggu, pas Abang lagi balik ke Jakarta, sebenernya aku denger sih mereka kayak lagi ribut gitu. Cuma aku nggak berani lihat. Soalnya lagi nyuci baju di belakang." Sheya memang mendengar suara keributan saat itu. Dan sejak itu sikap Levi tidak bersahabat pada teman-temannya yang lain. Termasuk dirinya. Tapi ia salah apa?

"Biasalah namanya juga cewek. Udah biarin aja." Malik kembali bermain gamenya.

"Hmmm... Abang di sini masih lama, kan?" 

"Kayaknya minggu depan kegiatan KKN di sini udah selesai atau bisa saja beberapa hari lagi kami pulang ke Jakarta. Makanya kemarin kami udah berpamitan sama Pak Kades dan warga di sini." 

"Bukannya dua minggu lagi?" Sheya sedikit terkejut.

"Kata siapa?"

"Kata Kak Ravin." Kemarin malam Ravin yang mengatakan hal itu saat mereka belajar bersama.

"Kayaknya dipercepat."

"Kenapa?"

"Nggak tahu," bahu Malik mengendik.

"Bukannya KKN itu dua bulan, ya?" Suara Sheya terdengar senduh.

"Tergantung kebijakan univesitas masing-masing. Ada yang cuma sebulan, ada juga yang dua bulan."

Sheya mendesah, lalu diam. Entah kenapa, selama hampir satu bulan ini ia sudah mulai terbiasa dengan suasana rumahnya yang selalu ramai. Apa lagi setiap malam ia memiliki teman belajar yang membuatnya bersemangat ke sekolah. Lalu ketika semua kebiasaan itu tidak ada, Sheya sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ya, ia pasti kembali kesepihan seperti sebelumnya.

"Kamu kenapa, De?" Jika Malik sudah memanggilnya dengan sebutan itu, artinya Malik ingin berbicara serius. 

"Nggak apa-apa, Bang." Sheya berniat pergi namun Malik mencegahnya.

Nothing Else But YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang