5. Realita Dewasa

402 65 19
                                    

Sudah satu minggu dia bergelut dengan kehidupan pekerjaan nya. Ini juga bukan termasuk pekerjaan yang membebani pikiran nya, Azizi bersyukur sekali, pertama terjun ke dunia kerja dia belum merasakan stres seperti orang-orang yang ia baca di sosial media. Juga jauh sekali seperti kadang kala Marsha mengeluh pada nya, padahal Marsha itu perawat dan sering bertemu dengan banyak dokter tapi entah kenapa ia sering sekali sakit.

Ngomong-ngomong soal Marsha.. kekasih nya itu semakin hari semakin posesif, apalagi ketika tahu bahwa Azizi memiliki bos dan rekan kerja wanita. Setiap satu jam sekali wanita itu meminta Azizi untuk mengirim foto nya ketika bekerja, padahal rekan kerja yang satu ruangan dengan Azizi hanya satu dan itu pun lelaki. Sebetulnya fase bosan dan bodoamat sudah Azizi rasakan, tepat nya ketika ia memasuki dunia kerja, karena yang ada dalam pikiran nya adalah berpisah.

Azizi yakin, begitu yakin bahwa dia dan Marsha akan segera berpisah, jadi untuk apa membuang waktu nya memperjuangkan cinta yang orang tua nya saja tidak tahu, bagaimana bisa ingin memberi restu dan seminggu yang lalu Marsha bilang ingin di jodohkan.

Dia duduk melamun di meja makan, sebelum nya ia memikirkan pekerjaan, tapi ketika Gracia menyenggol nya dan bertanya tentang Marsha, Azizi jadi kepikiran.

"Kalau cinta mah perjuangkan, datang ke orang tua nya." Gracia kembali dari dapur membawa sepiring ikan goreng.

"Umur masih muda, kerja baru satu minggu, gimana mau datang ke orang tua nya. Nanti yang ada aku dikira pasien nyasar kerumah perawat, enggak ah aku yakin aja kalau jodoh enggak kemana.. kalau putus, berarti bukan jodoh ku." Azizi mengambil sepotong ikan lalu ia masukkan ke dalam mulut nya.

Gracia hanya mengangguk-angguk sembari mengunyah nasi nya."Lihat tuh Ci Shani, sekarang pacaran sama mantan nya waktu Smp, sebentar lagi mau tunangan.

"Ya, kan? Jodoh enggak ada yang tahu Ci.. mungkin aku dapatnya anak presiden." Dia tertawa di sela kunyahan nya.

Gracia memutar bola mata nya malas."Presiden monyet, gitu? Udah mah jangan macem-macem, dek.. ribet urusan nya kalau nikah sama anak presiden."

"Harus ikut mengurus indonesia?"

Gracia mengangguk."Mengurus kucing aja kamu sering enggak becus, gimana mengurus Indonesia?"

Azizi tertawa."Ah aku mah kalau nikah sama anak Presiden, mau usir bang gito dari Indonesia.." Raut wajah nya seketika menyimpan kebencian.

"Gito? Siapa? Musuh kamu karena kalah main futsal?"

"Bukan.. ada lah, Hrd perusahaan."

"Galak, kah?" Tanya Gracia dengan heran, karena baru kali ini Azizi seperti nya membenci orang yang ia temui. Gracia hafal sekali Azizi ini adalah bocah yang gampang akrab sama siapapun, tapi kalau sudah begini arti nya itu orang memang kebangetan.

Azizi menggeleng."Galak sih enggak, tapi enggak pernah ngomong. Waktu pertama aku kerja, aku kira bisu.. aku ajak bahasa isyarat, eh kepala ku di geplak terus aku di bilang bocah enggak sopan didepan banyak pegawai."

Gracia tak tahan meledakkan tawa nya, karena sedang makan, buru-buru ia teguk dan segera minum. Lalu setelah nya ia tertawa terbahak-bahak sampai dua wanita yang hibernasi di dalam kamar, keluar ke meja makan.

"Ngetawain apa sih, ini.. sampai kamar Ibu."

"Iya, aku baca buku jadi enggak fokus." Tambah Shani.

Azizi diam, tapi menggerutu di dalam hati nya. Gracia semakin meledakkan tawa nya sampai tak sanggup menjelaskan pada Ibu dan saudari nya.

Gracia kembali meneguk air nya."Ahh.. jadi gini, ternyata leher Adek sakit waktu pertama kerja itu bukan karena kecapekan.. tapi di pukul sama Hrd karena bilang kalau si Hrd itu bisu."

Dewasa Itu Sepi, YaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang