[2]. Senyuman Mentari

117 9 8
                                    

Welcome to Chapter Two!
Happy Reading^^

☽☾

"Selamat pagi, bunda." sapa Dohan mengecup pipi ibunya.

"Ekhem." deham ayahnya yang sudah duduk di meja makan.

"Suara apa tuh, bun?" tanyanya pura-pura tidak melihat ayahnya.

"Kamu denger suara? Bunda gak denger apa-apa sih." sahut ibunya mendukung kejahilan Dohan.

"Oh gitu. Yaudah, gak ada uang bulanan sama uang jajan." ancam ayahnya.

"Gak masalah. Nanti bunda nikah lagi ya?" Dohan mendudukan dirinya di samping ayahnya dan di seberang ibunya.

Ayahnya mendelik mendengar penuturan putra sulungnya.

"Kebetulan temen kerja bunda ada yang duda anak satu. Kamu gak masalah kan punya saudara tiri?" tanya bundanya sembari menata masakannya di meja makan.

"Gak kok, bun. Asalkan uangnya lancar." Dohan melirik ayahnya.

"Bunda~" rengek ayahnya.

Dohan menahan tawanya melihat ekspresi ayahnya yang tidak cocok untuk seusianya.

"Apa?" tanya ibunya tanpa melihat ayahnya.

"Siapa nama dudanya?" tanya ayahnya.

"Kenapa?"

"Mau aku samperin."

"Ngapain?"

"Aku ajak baku hantam."

"Kaya yang masih kuat aja." cibir Dohan.

"Kamu ngeremehin ayah? Sini kamu coba lawan ayah." tantang ayahnya.

"Gak dulu. Aku gak tega mukul ayah." ejeknya.

"Gak tega apa gak berani?"

"Udah-udah. Kenapa malah pada ribut sih?" lerai ibunya.

"Ayah duluan/Abang duluan." ucap mereka bersamaan.

"Udah diem. Bang, panggil adikmu sana." titah ibunya.

"Ayah aja, bun." tolaknya iseng.

Sebelum terjadi perdebatan part dua, ibunya menyela, "Abang?"

"Iya-iya." Dohan beranjak dari ruang makan menuju kamar adiknya.

☽☾

Tok tok

"Dek? Ayo sarapan." panggilnya masih di luar kamar.

Dohan tidak langsung masuk ke kamar adiknya melainkan mengetuk pintu terlebih dahulu. Hal tersebut ia lakukan untuk memberi contoh kepada adiknya agar tidak sembarangan masuk ke kamar orang lain.

Ceklek

Dohan membuka pintu kamar adiknya. Ruangan yang didominasi warna mint itu sedikit menyilaukan matanya. Adiknya memang menyukai warna yang mencolok, berbeda dengan dirinya yang menyukai warna gelap. Mereka bersaudara tapi berbeda. Adiknya bahkan lebih ceria karena kepribadiannya yang ekstrovert.

"Dipanggil gak nyahut." tegur Dohan mendekati adiknya di meja belajar.

Adiknya tersentak mendengar suaranya, "Maaf, bang. Fathan gak denger."

"Lagi ngapain sampe gak denger?" tanyanya.

"Em itu... Anu..." adiknya ragu-ragu ingin menjawab.

"Apa?" Dohan menatap adiknya penuh selidik.

He's so Attractive but He's YoungerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang