10. Scars

347 82 45
                                    

"Insecure sama overthinking itu udah kayak sepaket, ya," lirih Hyunjin melamun sambil menggigiti sedotan es kopinya.

"Hm?" Felix menoleh pada laki-laki di sebelahya. Sementara mereka berteduh di dalam mobil karena gerimis.

"Kamu tau, Kak Minho itu luar biasa genius. Dia bisa segalanya, kecuali berenang, sih. Benar-benar putra mahkota," ungkap Hyunjin.

"Kamu juga luar biasa. Lukisanmu bagus, penampilanmu keren," puji Felix.

"Haha, sebenarnya aku gak se-keren itu. Cuma aku yang bodoh di keluargaku. Tapi, itu bukan salahku, 'kan? Aku cuma terlahir ... ada sedikit kekurangan," ucap Hyunjin dengan sedikit berbisik pada kalimat terakhir.

Felix merangkul Hyunjin. "Hey ... orang lain gak tau kamu, bahkan orang tuamu sendiri gak pernah tau, 'kan, gimana caranya kamu melihat, otakmu berfikir, juga apa yang kamu rasakan dari dunia ini. Berhenti ngasih beban berat pikiranmu buat mikirin hal-hal gak penting. Kadang kesulitan hidup asalnya dari pikiran yang berlebihan."

Lengkungan senyum tersirat di wajah Hyunjin. "Kayaknya mulai sekarang kalau mau curhat sama kamu aja dah, gak perlu ke psikiater lagi."

"Ngapain kamu ke psikiater?" tanya Felix.

"Ada yang meninggal."

"Ha? Siapa yang meninggal?"

"Semangat belajarku."

Rasa khawatir Felix memudar drastis, tatapannya datar. Dia mengambil ponsel yang berdering. Bang Chan memintanya membeli bahan makanan, mumpung adiknya itu berada di luar. Hyunjin menawarkan diri untuk menemani karena dia juga senggang hari ini.

Setelah memarkirkan mobil dan sampai di depan gerbang pasar, Hyunjin bergidik melihat kondisi di sana, tidak terbiasa. Ini pertama kali baginya.

"Ke supermarket aja, yuk." Hyunjin menggandeng lengan Felix, mengajaknya kembali masuk mobil. "Emangnya kamu gak malu belanja di pasar? Lihat tuh, kebanyakan ibu-ibu."

"Gak. Udah biasa. Bang Chan sama Seungmin malah kalau ada harga diskon, mereka bakal ikutan rebutan sama ibu-ibu. Kalau takut kotor, kamu tunggu di mobil aja," saran Felix.

Hyunjin yang semula menutup hidung dan berlagak ingin muntah seketika berdiri tegap. "Takut kotor? Hmph." Ia menyeringai, merapikan kedua sisi rambutnya. "Berani kotor itu baik."

Felix tertawa kecil. Mereka pun turut berbaur dengan hiruk-pikuk pasar. Hyunjin celingukan, sembari menunggu Felix menawar harga sembako yang hendak dibeli, dia ke lapak sebelah.

"Nyari apa, Mas?" tanya wanita paruh baya penjual buah.

"Nyari kesibukan aja, Bu. Biar gak kepikiran sama hal yang bikin sedih," jawab Hyunjin. Tak lama kemudian atensinya tertuju pada buah cokelat yang dijajakan. "Apaan nih, salak kok kecil banget kek upil."

Wanita yang penjual buah tersebut berdecak. "Aduh, mas ... mas. Dirimu itu loh, ganteng. Upilnya kok segede salak."

Hyunjin mencibir si penjual yang menyinggungnya barusan, melempar tatapan sinis. Felix menghampirinya, turut memilih buah-buahan.

"Jeruknya manis gak, Bu?" tanya Felix.

"Ya, kalo gak manis gausah bayar, Dek."

Dark SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang