08. Balapan?

46 3 2
                                    

Selamat membaca

...

"Mau ke mana, Atha?"

Athariz menoleh menatap Vanya, sang Ibu yang berdiri tak jauh darinya sebelum kembali membuang pandangannya ke arah lain. "Rumah Devan," jawabnya singkat.

"Mau ngapain, Nak?"

"Main."

"Bunda titip sesuatu boleh?"

Athariz berfikir sejenak sebelum mengangguk singkat. Hal itu membuat Vanya menyunggingkan senyum tipis.

"Tolong belikan martabak manis yang depan komplek ya kalau pulang nanti."

Sekali lagi Athariz mengangguk. Lalu tanpa sepatah kata apapun lagi, ia melangkahkan kakinya keluar rumah.

Motor ninja kesayangannya melesat membelah angin malam. Ia lebih memilih menggunakan motornya dari pada mobilnya demi menghindari kecurigaan orang tuanya. Karena seperti janjinya, malam ini ia akan balapan. Serta mencoba mencari tahu apa alasan sang lawan yang tiba-tiba meminta balapan kali ini dilakukan dengan menggunakan mobil, alih-alih motor seperti biasanya. Sebenarnya Athariz sedikit menaruh curiga, terlebih pihak lawan tidak memberi tahu siapa yang akan bertanding melawannya kali ini.

"Athariz, ketua geng SMA Garuda Pertiwi," sapa seorang lelaki begitu melihat Athariz turun dari mobil milik keenan bersama teman-temannya yang lain.

"Kita gak punya geng kalau lo lupa," Balas Jevan dari belakang Athariz.

Lelaki tadi terkekeh geli mendengar itu, "Si kembar yang sok cool, apa kabar lo?"

"Seperti yang lo lihat. Bara si pengecut," balasnya sembari tersenyum sinis.

Bara Mahardika, lelaki itu geram mendengar balasan Jevan.

"Ck, udah gak usah mancing," seru Devan kesal. Padahal mereka baru saja sampai, bahkan balapan saja belum mulai tetapi sudah ada percikan yang memancing keributan.

"Mobil?" Tanya Athariz begitu sampai di depan Bara dengan alis terangkat satu.

Senyum meremehkan terbit di bibir Bara, rambut legamnya ia sugar ke belakang, "Kenapa? Takut?"

Athariz tentu bukan orang bodoh yang bisa begitu saja terpancing perkataan lawan. Ia sudah berkali-kali melawan Bara dan bawahannya dalam arena balapan, jadi bukan hal sulit baginya untuk mengalahkan mereka. Tapi, entah mengapa ia merasa ada yang janggal dari balapan malam ini.

Setelahnya, ia melihat Bara menyuruh anak buahnya memanggil seseorang. Hal itu tentu membuat dahi Athariz berkerut.

Tunggu! Bukan seseorang melainkan dua orang gadis. Tentu saja hal itu semakin membuat Athariz dan teman-temannya curiga.

Setelah kedua gadis itu sampai di depan mereka, barulah wajah dua gadis itu dapat dilihat dengan jelas. Tenta saja itu membuat Jevan dan Devan terbelalak, bagaimana tidak jika yang ada di hadapan mereka sekarang adalah Anca dan Asya. Dua gadis yang mereka temukan saat di sekolah waktu itu.

"Lepasin Asya! Yang punya masalah sama iblis lo itu gue bukan dia!!" Terak Anca kesal sembari terus memberontak dari cengkraman tangan salah satu anak buah Bara. Begitupun dengan Asya, gadis itu terlihat lelah karena terus memberontak.

"Ck, berisik banget jadi cewek." Bertepatan dengan itu, Bara membungkam mulut Anca dengan sehelai kain yang di bawanya.

"Anca!"

"Tutup juga mulut dia!" Titah Bara pada orang yang memegang Asya.

"Maksud lo apaan?" Jevan maju selangkah hendak mendekati kedua gadis yang kini mulai terlihat pasrah dengan keadaan yang menimpa mereka.

ATHARIZ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang