Letter of Recommendation

5 2 0
                                    

Tak terasa mock exam sudah di depan mata. Bagi grade 12, mock exam Cambride AS&A Level mereka ini adalah saat yang paling baik untuk menakar kemampuan individual mereka untuk kelak empat bulan lagi akan benar-benar hadapi. Selain itu, mock exam ini juga sekaligus digunakan sebagai nilai semester exam mereka. Nilai-nilai rapor, termasuk catatan kegiatan serta kemampuan yang mereka miliki selama sekolah, menjadi faktor penting yang digunakan untuk melamar ke unversitas atau sekolah tinggi tujuan mereka kelak.

Rachel sudah meminta kepada Mr. Milo untuk membantunya membuatkan letter or recommendation, alias surat rekomendasi, yang digunakan sebagai pertimbangan kampus LASELLE untuk menerimanya.

"Kok harus saya, Rach?"

"Aku udah minta ke Mr. Matthew buat bahasa Inggris. Kalau mata pelajaran seni, sudah lama, Pak, aku mintanya. Malah ada beberapa sekaligus."

"Iya, tapi kenapa harus saya? Bukannya kamu mau masuk kampus seni, ya? Saya 'kan mengajar sejarah."

Rachel tersenyum. Rachel sedang duduk di depan Mr. Milo di kantin. "Menurut Bapak, bagaimana nilai sejarah saya?"

"Bagus kok. Memang esai kamu waktu itu sempat dapat B. Tapi 'kan kamu sendiri yang minta ulang. Sebentar saja sudah selesai, terus saya kasih A, 'kan?"

"Nah, menurut Bapak, apa yang membuat saya bisa dapat A di esai?"

Mr. Milo menggaruk-garuk alisnya. Rachel gemas dengan perilaku Mr. Milo yang ini. Kalau tidak sedang berpikir, gerakan Mr. Milo ini dilakukan karena ia tak habis pikir dengan perilaku Rachel, terutama karena sedang menggodanya.

"Saya pikir, kamu punya kemajuan pesat. Di sejarah, bukan hanya menghapal tahun dan tanggal-tanggal bersejarah beserta kejadian-kejadian pentingnya, tetapi kerunutuan, critical thinking dan logika juga dipakai."

"Jadi, menurut Bapak saya berkembang, 'kan, Pak?"

Mr. Milo memgangguk.

"Nah, alasan saya minta Bapak untuk menuliskan Letter of Recommendation bersama mata pelajaran yang lain adalah untuk menunjukkan bahwa saya memiliki kemampuan baik dalam berkembang, improving. Selain itu, sejarah adalah landasan yang baik dalam pendidikan saya nanti, Pak. Saya tidak hanya berbekal bakat seni, kreatifitas, atau skill, melainkan juga memiliki latar belakang kemampuan sejarah yang baik. Rancangan-rancangan saya kelak akan lebih berisi, tidak hanya berisi keindahan, tetapi value alias makna, Pak."

Mr. Milo tersenyum lebar. "Pinterrr ... pinter kamu, Rach," ujar Mr. Milo terlihat senang.

"Iya, dong, Rachel gitu loh. Udah cantik, pinter pula. Siapa dong gurunya? Mr. Mailooo ...."

Kali ini Mr. Milo yang menahan gemas. Cara Rachel berbicara dengan penuh keceriaan membuatnya senang melihatnya. Bahkan ia juga terpana. Rachel selalu memainkan bibirnya yang merah terang itu ketika berkata-kata, melebih-lebihkan tetapi selalu terlihat menyenangkan. Aura positif yang dibawanya disebarkan begitu saja dengan gratis.

Mr. Milo menghela nafas. Ia akan lakukan apa saja untuk membantu dan mendukung pendidikan Rachel. Ia ingin gadis itu mendapatkan kebahagiaan dan masa depan yang cerah, meskipun, siapa pun tahu bahwa murid-murid Uni-National berasal dari keluarga yang berkecupuan, bahkan kaya raya. Tidak sulit bagi mereka untuk tetap berada di dalam kekayaan dan masa depan yang cerah. Namun begitu, Mr. Milo menginginkan Rachel melakukan apa yang ia senangi.

Sepulangnya mereka dari Hong Kong, Mr. Milo dan Rachel menjadi lebih akrab. Paling tidak itu yang masing-masing rasakan. Mr. Milo masih mampu membuat setiap pertemuan mereka wajar dan memiliki nilai-nilai yang penting bagi Rachel sebagai muridnya. Sebaliknya, Rachel juga membuat kedekatannya dengan Mr. Milo terasa tidak berlebihan. Ia tidak segenit Silvia dan tidak seberingas Talulah – yang kini sudah kembali fokus kepada nilai-nilai rapornya ketimbang kedekatannya dengan Mr. Milo.

Letter of Recommendation itulah hasil dari kedekatan mereka berdua.

Selain mengurusi esai, Rachel juga kerap meminta Mr. Milo membantunya meningkatkan kemampuan membaca, menelaah, menganalisis, berpikir kritis dan tentunya menulis hasil penelitiannya. Tidak hanya terbatas pada mata pelajaran sejarah, tetapi juga ekonomi, bisnis, dan global perspectives. Rachel tidak selalu datang sendirian seperti yang Talulah lakukan, melainkan kerap bersama rekan-rekan sekelasnya ke faculty room, yang ingin mencari tahu tentang hasil pekerjaan mereka. Rachel juga sudah dua kali mengajak Vivian, serta satu kali bersama Vivian dan Dwi, bertemu Mr. Milo di taman kecil di samping komplek ruko salon langganan mamanya.

Mereka berbicara apa saja. Dari hal-hal serius, sampai candaan Rachel yang masih keukeuh menggoda Mr. Milo. Bedanya, Mr. Milo kini tak lagi berdiam diri, ia membalas godaan Rachel. Sampai-sampai Vivian dan Dwi curiga bahwa keduanya sungguh-sungguh sudah jadian.

Maka, selain Sophia, kini Vivian yang semakin memahami Rachel, sahabatnya itu. Akibat sering menginap di rumah Rachel, Vivian sedikit banyak menyerap perasaan sang sahabat. Ia kini tahu bahwa Rachel memendam kesedihan karena harus berpisah dengan Mr. Milo. Namun, gadis itu juga tak mau kehilangan waktu-waktu kebersamaan dengan sang guru, tanpa berlebihan.

"Kalau gue jadi lo, mungkin gue bakal nekat, Rach," ujar Vivian demi melihat hubungan yang semakin 'mesra' antara Rachel dan guru idolanya itu.

Rachel mendengus. "Maksud lo apaan, Vi? Gue nembak Mr. Milo, gitu? Parah lo. Gue nggak segila dan sebodoh itu, kalik, Vi."

Vivian mengedikkan kedua bahunya. "Habisnya, gue yang gemes. Kalian itu gimana sih sebenarnya? Kayaknya Mr. Milo juga kasih perhatian ke elo, Rach."

"Oh, come on, Vi. He's just being friendly and warm, but as a teacher. Kita 'kan tahu, dia orangnya emang kayak gitu. Sesuka-sukanya gue sama dia, gue masih tahu diri. Gue juga nggak mau mempersulit hidup Mr. Milo. Sophia bener, suka nggak suka, dia itu guru."

"Jadi, sekarang, apa yang bakal elo lakukan, Rach? Menunggu Mr. Milo yang nembak lo?"

Kini Rachel yang mengedikkan kedua bahunya.

"Kalau ... kalau nih, Rach. Kalau sampai Mr. Milo teryata juga suka sama lo, terus dia bilang kalau dia suka sama lo, lo mau terima?"

Rachel tersenyum lebar, ceria sekaligus nakal. "Ya, iya lah."

"Nah, jadi lo 'kan sebenarnya nggak peduli posisi Mr. Milo sebagai guru. Lo tetep aja mau terima dia sebagai pacar lo."

"Iya, tapi itu karena kesadaran kami berdua, bukan karena gue yang nembak duluan. Intinya, kami berdua sama-sama paham dan tahu konsekwensinya. Aduh ... lagian kita ngomongin hubungan yang nggak jelas kok. Itu juga kalo Mr. Milo juga suka sama gue. Gue suka banget sama Mr. Milo. Sumpah. Saking sukanya, gue terima aja deh apa yang bakal terjadi."

"Termasuk kalau ternyata lo bakal berpisah dengan Mr. Milo."

Rachel menghela nafas panjang. Ia menahan jatuhnya air mata yang perlahan mulai munggenang di pelupuk mata.

Rachel mengedikkan kedua bahunya.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang