[10]

1K 113 3
                                    

"Menurut Mbak nggak ada salahnya kamu nikah lagi. Memangnya kamu nggak pingin nyobain rasanya punya istri?"

Tanpa di duga, siang ini saat Farid sedang berada di kantornya, Fara datang dan membawa makan siang untuknya. Wanita itu bilang sengaja datang karena masak banyak dan ingin berbagi pada Farid tapi ia tahu bahwa ada alasan lain mengapa Fara datang jauh-jauh ke kantornya.

"Aku udah pernah nyoba punya istri, Mbak." Balas Farid seadanya.

"Cuman beberapa bulan, itu pun kalian sempat pisah rumah karena Binar tinggal sama keluarganya. Kalian juga masih muda dan nggak dapat restu dari dua pihak keluarga. Nggak ada momen rumah tangga yang kalian jalanin, Farid."

Farid mendengus. "Iya, rumah tanggaku dengan Binar nggak bisa disebut rumah tangga karena kami juga nikah karena ada Nadi." Ucapnya kesal. Sungguh, ia memang menikahi Binar dengan terpaksa, tapi di akhir hidup wanita itu, Farid sudah serius dengan rumah tangganya. Ia bahkan sudah belajar mencintai istrinya. Namun apa daya, takdir berkata lain.

"Terus maksud Mbak datang ke sini itu ada apa?" Tanya Farid akhirnya. Ia yakin Fara tidak hanya sekadar datang.

"Seminggu yang lalu Mbak nggak sengaja ketemu adik tingkat Mbak di kampus. Dulu kami dekat walaupun beda jurusan. Anaknya baik banget, dan kemarin dia bilang kalau dia masih sendiri. Dia juga bilang kalau dia udah siap untuk menikah kalau memang jodohnya udah ada." Jelas Fara semangat. Wanita itu bahkan menghentikan makannya dan menatap Farid antusias.

Sedangkan Farid menatapnya malas, "Terus? Hubungannya sama Farid apa?"

"Mbak udah bilang ke dia kalau Mbak punya adik yang lajang juga. Dia bilang dia mau nyoba kenalan sama kamu, Rid." Nada suara Fara terdengar semangat.

Farid mendengus, "Dia tahu aku duda anak satu? Bahkan anaknya udah remaja?"

"Tahu, kok!" Balas Fara sambil mengangguk-angguk. "Dan dia sama sekali nggak keberatan. Anak ini memang dewasa banget, Rid. Cocok ngimbangin kamu yang pemikirannya kadang masih kanak-kanak."

Farid diam, tak tahu harus merespon semangat kakaknya dengan apa.

"Mau ya, Rid? Cuman kenalan aja, kok. Kenalan kan nggak langsung nikah."

"Tapi tetep aja ada tujuan ke sana."

Fara menggeleng, "Ini cuman sebagai cara kamu memberi kesempatan ke diri sendiri, Rid. Nggak ada salahnya untuk mulai menjalin hubungan. Selama ini Mbak lihat kamu sama sekali nggak pernah peduli ke hal yang begitu. Umur, fisik dan mental kamu udah cukup siap, Farid. Mbak tahu itu. Kamu cuman menghambat diri kamu sendiri aja."

"Aku cuman mikirin Nadi, Mbak."

"Dengan menikah dan mencari ibu baru untuk Nadi pun kamu membantu anak kamu, Rid. Percaya ke Mbak, Nadi butuh sekali sosok Ibu buat dia, Rid, karena yang Mbak lihat kamu nggak memberikan gambaran sosok ibu pengganti buat dia. Kamu terlalu sibuk sendiri, Rid."

Farid menghela napas panjang. Perkataan Fara terdengar masuk akal untuknya. Namun, ia masih tetap bingung. Rasa bersalahnya pada Nadi membuatnya secara tak langsung menghukum dirinya sendiri. Farid merasa tak berhak bahagia dengan mencari kehidupan lain, jika Nadi pun belum bahagia bersamanya.

"Mbak yakin, kalau kamu nemu seseorang yang tepat, dia bakal bantu kamu untuk memperbaiki hubungan sama Nadi. Kamu nyadar kan kalau hubungan kamu sama Nadi itu cuman sekadar status? Ikatan batin kalian nol besar."

Farid memejamkan matanya. Tahu. Ia sangat tahu itu. "Iya tahu, Mbak." Gumamnya.

"Makanya, mau, ya?"

Dan dengan bujukan itu pun akhirnya dua hari kemudian Farid setuju untuk bertemu dengan wanita yang hendak dikenalkan padanya. Dan tertawakan sikap pengecutnya karena lagi-lagi ia mengajak Nadi di pertemuan pertama mereka.

Nadi | Seri Family Ship✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang