3. Awal pertemuan

113 90 21
                                    

Menemukan sebuah alasan yang tepat mengapa Zinnia terlambat sudah tidak sempat lagi. Ini semua karena ulahnya sendiri yang rela begadang semalaman hanya demi menonton series kesukaannya. 

Hari Jum'at yang cukup terik untuk mengawali hari, kabarnya hari ini akan ada perpisahan sekaligus penyambutan guru baru disekolah. Zinnia dengan tergesa-gesa memasukkan beberapa buku pelajaran tanpa melihat jadwal terlebih dahulu. Sembil menjambal selembar roti yang telah diolesi dengan selai coklat, ia dengan tengan kirinya berusaha memakai sepatu ala kadarnya. 

Madya selaku nenek dari Zinnia hanya menggelengkan kepala melihat tingkah dari cucunya itu. 

"Sarapan yang bener, Zinnia..." Titah Bachtiar, sang kakek dari Zinnia. 

"Udah bener ini kek, sambil duduk kok," timpal Zinnia.

"Tapi jangan tergesa-gesa, ini susu coklatnya diminum dulu," sang kakek kembali bersuara. 

"Udah nggak sempet kek, nanti keburu gerbang sekolah ditutup, terus Zinnia harus manjat pager biar bisa masuk kaya minggu lalu," keluhnya yang tanpa sadar malah membongkar rahasianya pada sang kakek.

"Aduh," seraya menampol pelan bibirnya, "keceplosan," Zinnia membelalakkan kedua matanya.

"Apa kamu bilang?" Selidik sang kakek.

"Nggak kok kek, Zinnia nggak bilang apa-apa. Udah ya, udah jam tujuh, mau berangkat sekarang, dadah..." Tanpa salam, tanpa mengecup tangan Zinnia lantas menyelonong pergi menuju mobil yang di dalamnya sudah ada Pak Sholeh selaku sopir dirumahnya. 

***

Tepat setelah turun dari mobil, Zinnia tanpa basa-basi langsung berlari sembari memanggil nama dua sahabatnya yang sedang asyik memakan cimol di depan ruang guru. 

Karena tak terlalu memperhatikan jalan, juga tali sepatu yang ternyata sudah lepas dari ikatannya, membuat Zinnia harus terjatuh dengan posisi duduk, membuat lututnya menjadi tumpuan untuk menopang seluruh badan.

"Huwaaaa,,, Yaffa, Gretha...!" Teriak Zinnia sembari merengek kesakitan, bukannya lekas berdiri, dia malah masih duduk sambil menunggu kedua sahabatnya datang untuk menolong.

"Apaan sih, pagi-pagi udah bikin ulah aja. Ngapain coba itu tali sepatunya nggak diiket," Yaffa mencibir sekaligus membantu Zinnia untuk bangkit. Sedangkan Gretha, ia hanya diam berdiri sambil memegangi dua bungkus cimol yang isinya hanya tinggal setengah saja. 

"Udah aku iket kok tadi, emang dasar tali sepatunya aja yang manja. Maunya diperhatiin terus," kesal Zinnia. 

"Salah sendiri, tapi nggak mau ngaku. Apaan banget coba," tukas Yaffa sambil memapah Zinnia menuju ruang UKS, karena ternyata lututnya sedikit berdarah. 

Sampai di UKS, luka Zinnia langsung ditangani oleh petugas PMR. Hanya membutuhkan Betadine dan beberapa kapas saja untuk membersihkan lukanya yang tidak seberapa itu. 

"Laper..." Keluh Zinnia, setelah ingat bahwa tadi pagi ia hanya makan selembar roti saja. 

"Mau makan apa? Buruan, bel udah bunyi dari tadi," Gretha berusaha sesabar mungkin menghadapi sikap Zinnia yang kadang suka rewel ini. 

"Mendoan aja kali ya, enak pagi-pagi makan yang anget-anget gitu," Zinnia sudah membayangkan betapa nikmatnya makan mendoan dengan cabai rawit. 

"Inget kolesterol," Yaffa menimpali.

"Yang kolesterolnya tinggi kan kamu, bukan aku..." Elak Zinnia.

Yaffa hanya mampu menghela nafas, lagipula apa yang dikatakan Zinnia barusan benar adanya. 

Jantung HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang