Dear Bagas: Sembilan

112 21 17
                                    

Emang sesuatu yang dipaksain itu gak pernah berakhir baik.

-felicia.

***

009. Move on?

Pagi ini Feli bangun dengan wajah muram, tak ada cahaya yang terpancar. Ucapan Bagas kemarin masih terngiang-ngiang di kepalanya, Feli sibuk menerka apakah benar jikalau ia hanya wanita murahan? Jika melihat ke belakang, memang sedari awal Feli yang agresif, dia terus mengejar Bagas dan dia pula yang menembak cowok itu.

Namun, apakah itu salah? Memang hanya lelaki yang boleh menyatakan perasaannya? Feli pikir apa pun gendernya jika memang suka maka nyatakan saja, dari pada memendam perasaan dan berakhir diserobot orang? Feli tidak bisa seperti itu, lagipula jaman sudah berubah, 'kan?

"Fel, berangkat sana, nanti kamu telat," ucap sang Ibu menegur, karena Feli malah melamun dengan piring yang sudah kosong.

Feli yang tersadar lantas bergegas mencuci piring bekas makannya, kemudian pamit kepada kedua orang tuanya itu. "Feli berangkat sekolah dulu, Yah, Bu," kata Feli seraya menyalimi tangan Nirmala, tapi saat hendak menyalimi tangan Bayu, pria itu malah menepisnya.

Gadis dengan kuncir kuda itu hanya diam, tak mau ambil hati atas sikap sang Ayah, dia lantas segera pergi karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 6.40 pagi. Feli berangkat sekolah naik angkot, saat pacaran dengan Bagas terkadang cowok itu mengantar jemputnya meski tidak sampai depan rumah karena Feli menolak. Alasannya hanya satu; Feli tidak mau Bagas bertemu ayahnya.

"Bareng gak, Fel?"

Suara Ariza tiba-tiba terdengar saat Feli baru saja turun dari angkot, dia agak terkejut. "Gak usah, Za, jarak nih halte sama gerbang gak ada sepuluh langkah," tolaknya.

Ariza terkekeh. "Tapi 'kan jarak ke kelasnya jauh, ayo, mau bareng nggak? Enak pake motor bentaran doang sampe," kata Ariza dengan motor Scoopy berwarna pink.

Feli menggeleng. "Gak usah, gue jalan kaki aja. Duluan gih," tolaknya.

"Yah, ya udah deh. Duluan, ya!" Ariza melambaikan tangan ke arah Feli sebelum akhirnya melaju menuju parkiran khusus motor.

Feli pun melanjutkan langkahnya, hingga saat di lapangan tiba-tiba seseorang menabrak punggungnya.

"Eh, sorry!"

Feli menampilkan raut kesal, saat melihat siapa orang yang menabrak, wajah Feli langsung berubah datar. Orang itu adalah Bagas, cowok yang saat ini sangat Feli hindari selain Fariz.

Kemarin Bagas mengatainya cewek murahan bukan? Jadi, Feli pikir sudah saatnya dia menjauh, meski dirinya belum benar-benar move on dan jantungnya masih tetap berdebar tiap kali bertemu Bagas, tapi Feli tidak mau jadi cewek gampangan. Jika Bagas memintanya pergi, ya sudah, Feli akan pergi. Kali ini dia tak mau memaksakannya.

"Feli," panggil Bagas saat gadis itu hanya diam.

Namun, Feli tak menyahut dan malah membuang muka, bahkan ia melenggang pergi meninggalkan Bagas sendiri di lapangan. Mulai hari ini, Feli berniat move on dari Bagas. Sementara itu, Bagas langsung mengejar Feli menuju kelas, dia hendak mengajak gadis itu bicara empat mata.

"Fel, bisa ngomong bentar gak?" pinta Bagas saat ia menghalangi jalan Feli yang hendak pergi menuju bangkunya.

Beberapa anak yang ada di kelas tampak memperhatikan mereka berdua, meski akhirnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sedangkan, Feli tidak menjawab, dia mengambil langkah ke samping Bagas dan duduk di bangkunya dengan wajah datar.

Bagas masih belum menyerah, dia menghampiri Feli di bangkunya seraya berkata, "Gue mau ngomong sama lo, bentar aja kok."

Lagi-lagi, Feli tak menjawab, dia pura-pura sibuk membuka buku LKS dan mengabaikan kehadiran Bagas. Ariza yang baru datang melihat itu dengan mata memicing, dia merasa curiga dengan dua insan tersebut.

"Fel, by the way kemarin lo ke mana? Kok bolos sih?" tegur Ariza seraya mengambil duduk di bangkunya.

"Sakit perut, sorry gak izin," balas Feli, yang membuat Bagas langsung merasa bersalah.

"Tapi kemarin mapelnya Pak Tyo, lo tahu 'kan dia gimana orangnya?" ucap Ariza seraya itu menatap Bagas yang berdiri menghadap Feli seperti patung.

"It's okay, I'll take the risk," jawab Feli yang masih sibuk pada buku LKS-nya, dan tetap mengabaikan Bagas.

"Gas, lo ngapain sih? Gih duduk di bangku lo!" tegur Ariza yang heran karena Bagas masih saja berdiri di sana.

"Gue mau ngomong sama Feli, lo pergi sana!" usir Bagas.

Ariza mengerutkan dahinya. "Enak aja ngusir-ngusir, lagian tumben mau ngomong sama Feli," sindirnya.

Bagas mendecak, dia lalu duduk di sebelah Feli seraya menatap mantan pacarnya itu, mengabaikan tatapan bingung dari sepupunya tersebut. "Gue mau ngomong, bentaran doang, Fel," ujarnya.

Feli menulikan pendengarannya, biar saja Bagas kesal, salah siapa dia melontarkan kalimat yang membuat Feli sakit hati. Apalagi soal dirinya yang ciuman dengan Fariz di lab komputer, hell no! Feli bukan perempuan seperti itu, saat pacaran dengan Bagas saja dia tidak mau memeluk perut Bagas saat membonceng di belakang.

"Fel-"

"Apa sih?! Berisik tahu gak!" sentak Feli, "Za, suruh sepupu lo pergi nih! Ganggu banget tahu gak."

Bukan hanya Ariza yang terkejut melainkan seisi kelas. Ada apa dengan Felicia hari ini? Bukankah kemarin-kemarin dia tampak masih memuja mantan kekasihnya itu? Sikapnya pagi ini membuat orang bertanya-tanya, apalagi Bagas, cowok itu kemarin seakan anti dengan Feli, tapi sekarang malah sebaliknya. Katakan bahwa ini bukan hari kebalikan.

"Gas, udah sana, jangan bikin orang badmood pagi-pagi begini," bisik Ariza pada Bagas, dia tidak mau Feli mencak-mencak karena ulah sepupunya itu.

Bagas yang tak mau membuat Feli marah pun akhirnya mengalah, dia pergi ke bangkunya dengan wajah ditekuk.

-🦋🌻

Anak-anak di kelas Feli tampak sedang memasang prakarya di mading yang tempo hari dipinta oleh OSIS, mereka tampak antusias karena ini adalah kesempatan untuk mengutarakan cinta atau bahkan menunjukkan keahliannya dalam bidang seni seperti puisi, cerpen dan pantun.

Feli sendiri tampak membuat sebuah kata-kata mutiara yang ia susun di kertas karton dengan gambar pohon, di tiap rantingnya berisi kata-kata yang Feli kumpulkan dari penulis favorit juga dari isi kepalanya sendiri. Dari beberapa kata-kata tersebut ada satu yang menarik perhatian Bagas, lelaki yang diam-diam berada di belakang Feli itu tampak membacanya dalam hati.

Suatu barang akan terasa berharga saat kita sudah tak lagi memilikinya.

Bagas merasa tertampar dengan kalimat tersebut, dia menatap punggung Feli yang belum sadar akan kehadirannya. Bagas bertanya-tanya, apakah ia salah karena telah memutuskan gadis itu? Bahkan tanpa memberikan alasan apa pun, dia dengan jahatnya tak mempedulikan perasaan gadis itu saat meminta putus.

Kemarin bahkan Bagas mengatai Feli dengan kalimat tak pantas juga kasar, entah apakah Feli akan membencinya atau tidak, tapi sekarang saja gadis itu sudah menjauhinya. Haruskah Bagas mengatakan alasan dirinya ingin putus kepada Feli? Saat pikirannya sedang melayang, tiba-tiba Feli berbalik dan langsung menabrak dada Bagas. Hal itu membuat keduanya terkejut, dan saling menatap sebelum akhirnya Feli pergi dengan wajah yang panas.

-🦋🌻

Dear Bagas: Ayo Balikan! 2023 ✓ | PROSES TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang