Bab 68

92 3 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kini hanya ada dua rencana. Apa kamu tetap akan memasang topengmu, atau berbicara yang sejujurnya tentang masa lalu kamu?

Pembicaraan sehari lalu membuat Mira tertekan. Mira tak menyangka bahwa hari itu akan datang juga. Tentu saja, dan tidak salah menduga, Firman pasti tahu tentang masa lalunya. Jika demikian, dia bakal bicara sejujur-jujurnya tanpa ada yang dia tutupi. Semoga saja Firman tidak memberikan reaksi yang memicunya untuk takut.

"Dua rencana ... tetap memasang topengku, atau bicara yang sebenarnya," gumam Mira dengan kondisi yang lesu. "Apa aku bohong aja ya? Lebih bagus kalau kututupi, supaya aku bisa kasih kesempatan buat diriku. Agar tidak ada bom waktu."

Sepanjang lorong rumah sakit, Mira masih bergelut dengan pikirannya. Entah apa yang akan dia katakan kepada Firman bila sewaktu-waktu Firman mengungkit terkait penyerangan di masa sekolah, yang melibatkan dirinya. Untuk penyekapan, yakin dan percaya, Firman bakal ingat yang satu itu. Lagipula kejadiannya belum lama.

Kala tersadar Firman bangun dari koma, Mira tertegun. Apa Firman sedang memproses ingatannya di masa lalu ataukah mungkin dia bermimpi tentang Firman yang menjadi bulan-bulanan dirinya? Setahu Mira, orang yang koma akan menjalani mimpi atau kejadian yang bisa jadi dapat dilihat orang tersebut secara langsung. Kemungkinan besar, Firman bisa melihat kejadian perundungan itu.

Mira perlahan menggeser pintu ruang VIP, dan mendapati Firman tengah menundukkan kepala di atas kasur rumah sakit. Posisinya juga sedang duduk bersila.

"Man. Gimana kondisi kamu? Apa sudah lumayan sehat?" Mira menghampiri ranjang brankar tersebut dan mencoba membuat keakraban dengan Firman.

Tahu ada wanita yang menghampirinya, lantas membuat Firman mendongak dan menatap wanita midi dress warna ungu muda. Wanita itu juga membawa tas tangan, yang dipegangnya dengan kedua tangan.

"Kenapa kamu ... sok akrab?" tanya Firman pelan, dia sungguh tidak mengenali wanita di depannya. "Siapa kamu?"

Mira tiba-tiba bergeming. Firman seperti orang lain. Dia tidak ingat apa-apa. Mungkinkah karena efek koma selama hampir lima bulan, membuat Firman jadi tidak peka terhadap sekitar?

"Siapa kamu?" Firman bertanya sekali lagi. "Dari kemarin loh kamu nangis-nangis, seolah kita ada hubungan kekeluargaan. Aku yakin kamu bukan sepupuku, kan? Nggak mirip soalnya dari paklek sampai bulek-ku. Kamu siapa sebenarnya?"

Mira menggigit bibir, menimbang situasi. Jika Firman sungguh hilang ingatan, apa perlu dia menggunakan cara pertama? Menggunakan topeng?

Tapi bagaimana cara menanggapinya? Haruskah dia menyebut nama? Maka dengan begitu, Firman dapat mengenalinya?

Teringat lagi percakapan antara dirinya juga Lexi yang belum selesai.

"Meski begitu, kamu tetap harus hati-hati. Firman itu koma, dan dia pasti mengalami yang namanya mimpi. Kamu perlu berjaga-jaga, Mir. Jangan sampai dia tahu kamu bohong."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang