"Mbak fokus saja ibadah ditanah suci, toh.. ada aku yang jagain dek Shopia disini"
Kulihat Mbak Dahayu melirikku yang sedang berbaring lemah diatas kasur. Memang begitu tidak mungkin jika aku harus memaksakan diriku mengajar ngaji para santri siang ini, aku rasa badanku sangat lemah dan mataku masih masih sembab.
"Ndok, kamu jangan terlalu sedih" Ucap Mbak Dahayu setelah mematikan telpon dari Umik.
"Mbak khawatir dengan keadaan kamu, sudah dua hari tidak mau makan atau minum, ayolah cah ayu.. Kamu harus bangkit lagi, santri-santri membutuhkan kamu"
Aku kembali memalingkan pandanganku kearah jendela kamar, air mataku kembali menetes.
"Iya Mbak, Mbak bener. Tapi berikanlah saya waktu untuk mengubur dulu rasa sakit ini walau nyatanya sulit menerima kenyataan kalo mas Ilham sudah menikah dengan orang lain"
Mbak Dahayu adalah istri dari pamanku bernama gus Zainudin, tepatnya adik bungsu dari Abiku. Beliau itu si paling nyaman jika memberi sandara, beliau seperti sahabatku tepatnya. Aku tidak pernah terbuka dengan perasaanku, kecuali dengan Mbak Dahayu.
Tapi sayang, sudah 7 tahun ini mereka belum dikaruniai keturunan. Aku banyak belajar dari pasangan ini. Mereka begitu sabar dengan semua ujian rumah tangga mereka.
Cintaku memang sudah hancur, tapi rasanya masih saja tersisa. Aku memang salah, tak seharusnya rasa ini begitu besar bahkan dia saja belum menjadi suamiku.
Kupandang langit-langit yang gelap, sebentar lagi akan turun hujan. Aku menghembuskan nafas kasar, merias diriku seadanya dihadapan cermin walaupun mataku masih sedikit bengkak sebab nangis.
Masih pagi, tapi mbak Dahayu sudah berada didapur memasak bersama mbak-mbak santri lainnya.
"Mbak kok repot-repot masak, biarlah saya saja" Ucapku sambil mengambil sutil yang dipegang mbak Dahayu tapi beliau menolaknya."Sudah-sudah biarin mbak saja. ohya ndok tadi Abi Umik telpon, katanya pulang minggu ini"
"Loh gak bilang sama Shopia Mbak?"
"Gapapa ndok, yang penting Abi Umik sampai selamat kerumah"
Mbak-mbak santri mendekat kearahku lalu mencium tanganku, sesekali mereka memberiku semangat, aku hanya tersenyum. Lalu pergi dari dapur untuk mengajar ngaji.
Aku boleh rapuh, tapi tidak untuk kewajibanku. Aku boleh gugur dalam perang cintaku, tapi itu tidak dapat menghapus tahta dipundakku. Karna akulah yang akan menjadi penerus Abi dan Umik untuk memperjuangkan pondok pesantren Al-Hikmah.
"Saya mau kalian bisa menghapalkan surah An-naba sebelum Bulan Ramadhan tiba. Karna insyaAllah akan di semak langsung oleh Umik" Ucapku dengan anak-anak kelas 1.
Aku memang sedikit memaksa agar mereka bisa, tapi tidak juga membuat mereka merasa terpaksa. Kita sebagai seorang pengajar harus mengetahui ilmunya.
Tidak menerima keluhan, santri kutuntut harus serba bisa, harus sat set dalam belajar dan fokus menghapal pelajaran. Makanya itu, tak jarang Umik memberiku teguran agar tidak terlalu ambisi, tapi aku menyadari inilah aku sebenarnya.
"Sahabat santri putri semua, kebanyakan sekarang ini mau memilih pasangan yang sholeh, pekerja keras, sempurna. Tapi kalian lupa akan potensi diri sendiri. Harusnya sebagai seorang perempuan yang sholihah, kita perbaiki dulu diri kita" Jelasku kepada santri putri kelas akhir yang sebentar lagi wisuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Shopia
General FictionShopia harus terpisah dengan kekasihnya untuk selama-lamanya. Wanita mana yang mampu tersenyum kembali ketika separu jiwanya juga ikut mati bersama kepergian sang kekasih. Perang batin antara dia dan keluarganya, menimbulkan luka dalam untuk Shopia...