42. Satu Persatu Terbuka

55 6 2
                                    

Happy Reading~



••••





Saguna sudah dua menit memerhatikan Dania dari kejauhan. Ia masih terpikir masalah Dania yang datang ke rumah sakit, tetapi tidak mengunjunginya. Apa dia ke rumah sakit bukan untuk Saguna?

Hari ini adalah hari pertama ujian semester. Karena peraturan urutan meja berdasarkan abjad awal nama, maka Saguna untuk sementara berpisah kelas dengan Dania. Sedikit mempersulit Saguna untuk terus memantau gadis pujaan hatinya itu.

“Dilihatin terus...” goda Darel yang tiba-tiba bergabung duduk di antara Saguna dan Jarvis.

Saguna yang sadar akan teguran dari Darel, mengukir senyum tipis. Tidak pernah masalah untuknya kalau tertangkap basah memerhatikan sang mantan.

“Mending balikan, gih!”

“Aw!” Jarvis spontan menoyor kepala Darel, “apa-apan sih, Vis?”

Jarvis yang dari tadi hanya membaca buka, kini menutup buku di tangannya dan memandang wajah Darel.

“Lo ngomong kayak nggak ada saringannya.”

“Apa yang salah?”

“Lo nggak inget Dania itu udah punya pacar. Dia balikan sama mantannya. Omongan lo itu nyakitin perasaan Guna tau.”

Darel yang tidak enak hati lantas menatap ke arah Saguna, “Maaf, Gun.”

“Nggak apa,” jawab Saguna santai.

“Bukannya gue memperkeruh suasana nih.” Kali ini Darel berbicara dengan suara yang dikecilkan. Kedua temannya serius memperhatikan pemuda itu, “gue masih nggak percaya kalau Dania beneran balikan. Seminggu yang lalu gue lihat dia sama pacarnya itu, tapi Dania pergi begitu aja sendiri. Apa kayak gitu mereka beneran pacaran?”

“Lagi berantem kali. Bagi orang pacaran berantem-berantem kecil ‘kan biasa,” ujar Jarvis membuat Saguna mengangguk.

“Iya, bener.”

Terdengar bel masuk berbunyi. Para pengawas ujian satu persatu juga berdatangan.

“Balik sana ke kelas lo!” Perintah Saguna pada Darel.

Darel yang masih berpikir hanya bangkit dan berjalan menuju kelasnya. Ia masih kurang yakin kalau Dania benar-benar kembali pada mantan kekasih dan melupakan Saguna. Entah mengapa ia merasakan keganjilan itu pada perasaannya.

 



•••

 


“Ada apa nih sama motor gue?”

Saguna memilih menepikan kendaraannya ketika dirasa tidak enak saat menunggangi motor kesayangannya itu.

Ia segera memeriksa kedua ban pada motornya. Saguna mengumpat kesal, “Ya elah, pakek bocor segala ini ban.”

Ternyata ban bagian belakang kempes. Mau tidak mau Saguna harus mencari tambal ban untuk motornya itu.

Saguna memerhatikan sekeliling jalan raya itu. Berharap ada tambal ban di sekitar tempatnya menepi. Namun, yang Saguna dapat adalah Dania dan Rigo yang baru saja memarkirkan kendaraan mereka di depan sebuah kafe.

Saguna memicingkan mata untuk melihat kedua sejoli itu dari kejauhan. Ia mendapati Dania sempat menghempas tangan Rigo yang ingin menggandengnya.

Ia jadi teringat akan ucapan Darel seminggu yang lalu. Saguna penasaran hingga mendorong motor ke kafe yang ada di seberang jalan. Mengambil tempat duduk yang tidak terlalu jauh dari Dania dan Rigo.

“Mending habis ini kita nggak usah ketemu lagi!” ujar Dania dengan nada tegas.

“Kenapa? Jadi bener lo ke rumah sakit waktu itu buat jenguk Saguna?”

Saguna yang menutup wajahnya dengan buku menu terkejut mendengar pertanyaan Rigo. Sebenarnya, Saguna juga penasaran akan hal itu.

“Benerkan yang Bianca bilang, kalau kamu ada di rumah sakit itu karena cowok basket itu?”

“Nggak.” Dania menatap Rigo tajam, “gue selama ini juga nggak mau balikan sama lo, tapi lo ngancem gue.”

Suara keras Dania membuat Rigo memerhatikan sekelilingnya. Saguna hampir ketahuan kalau ia tidak buru-buru bersembunyi di balik buku menu.

“Bisa pelanin suara lo nggak?”

“Gue udah nggak peduli. Terserah lo mau mikir apa aja. Gue nggak mau lagi ketemu sama lo.”

Oke, kalau lo memang udah siap semuanya gue bongkar.” Dania yang telah berdiri dan ingin beranjak pergi, kini tengah mematung mendengarkan perkataan Rigo, “pergi aja dan besok lihat apa yang terjadi.”

Dania sungguh mengutuk Rigo. Kalau tidak karena menyelamatkan masa mudanya. Dania tidak akan ingin menuruti cowok gila itu.

Dengan berat hati Dania kembali duduk di kursinya. Rigo mulai memesan makan untuk mereka berdua. Dania juga tidak menolak ketika Rigo menyentuh tangannya.

 


•••

 


“Udah, Dek.”

Perkataan dari tukang tambal ban menyadarkan Saguna dari lamunannya. Ia masih terpikir tentang apa yang didengarnya sepuluh menit lalu di Kafe.

“Terima kasih, Bang.” Saguna melajukan kembali kendaraan roda dua itu setelah membayar biaya penanganan.

Ternyata feeling dari Darel tidak salah. Dania terpaksa melakukan semua ini. Dania ditekan agar bisa menjalin hubungan dengan Rigo.

“Bianca,” gumam cowok berjaket varsity ini,“apa hubungannya dengan Rigo?”

Saguna melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. Waktu masih menunjukkan pukul empat sore. Ia membelokkan arah motor berlawan dengan arah jalan ke rumahnya.

Ada yang harus Saguna cari tahu sebelum ia pulang ke rumah.

•••






Terima kasih sudah membaca ❤🙏

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang