"Nama tokoh, konflik
Ataupun cerita adalah fiktif.
Jika terjadi kesamaan itu murni kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan ataupun menyerang dan menyudutkan pihak manapun"
...Written by Yadyaapasya
🤝
Hari sudah malam, 19 orang di lantai 3 gedung percetakan, duduk membentuk lingkaran, Jamila yang memerintahkan agar seperti itu. Di tengah mereka sengaja di simpan satu-satunya lampu emergency sebagai penerang.
Luka di tangan Arul sudah di tangani oleh Khayran, tapi ia masih saling adu tatap dengan laki-laki tadi, namanya Aldi. Musuh bebuyutan Arul semasa SMA.
Aldi bersama 2 kawannya, pekerja bar. Mereka sudah berhasil melindungi diri sampai saat ini. Nuga dan Ella, mengikuti Aldi karena dialah yang paling berani melawan zombie.
"Oke, tidak ada perdebatan. Tidak ada pertengkaran. Kita aliansi, siapapun yang melanggar akan di keluarkan dari gedung ini" tutup Jamila pada kultumnya.
"Ada makanan di pantry yang biasa di gunakan oleh para pekerja disini, dan sudah kulihat masih banyak makan kemasan dan minuman kemasan disana, juga ada banyak mie cup" tunjuk Jamila ke arah sebuah lorong gelap.
"Mana bisa kita makan makanan kemasan begitu" desis Ella pada Nuga.
Semua orang melirik ke arahnya.
Dimas berbisik pada Heni, "ternyata ada orang yang berpakaian lebih seronok dibanding Bella"
Heni langsung menepuk bahu Dimas, laki-laki itu berbisik terlalu keras. Siapapun bisa mendengarnya tadi.
"Kalo lo gak suka, gak usah diem di sini" sahut Bella melawan.
Ella, melepas jaket bulu yang ia kenakan, mengekspos sebagian besar tubuh bagian atasnya, kemudian menatap ke arah Bella dengan tatapan tak suka, "orang sepertimu mana bisa mengerti"
"Ternyata ada yang prilakunya lebih menyebalkan daripada Bella" bisik Dimas pada Heni lagi, tapi kali ini suaranya benar-benar pelan.
"Kalau kalian bertengkar, kalian berdua harus keluar dari gedung ini. Kalau tidak mau, terpaksa akan ku tembak mati" Tegur Jamila tidak main-main, ia mengarahkan revolvernya pada Bella dan juga Ella.
Semuanya kembali terdiam, termasuk yang baru saja akan mulai berdebat.
Setelah itu, Jamila melenggang pergi. Ia punya kamar istirahat sendiri, lebih tepatnya dia punya ruangan untuk merancang rencananya kembali.
Sara, Vivi, dan anak kecil yang Arul selamatkan sama-sama berkumpul di samping Sean. Entah kenapa Sean juga tidak tahu.
Khayran melirik ke arah dispenser pintar di pojok ruangan, meski tanpa listrik dispenser itu masih punya daya untuk menghasilkan air panas dan air dingin dengan baik. Ia perlu minum vitamin untuk menjaga kesehatan tubuh.
"Kalau kalian lapar, gue bisa bikinin mie cup buat kalian" tawar Dimas.
Muti menyahut, "boleh Dim, buatin buat kita semua ya. Tapi khusus punya gue airnya agak banyakin"
Dimas mengangkat jempolnya, ia disusul oleh Heni, karena tidak mungkin Dimas mengerjakan semuanya sendirian.
"Mbak, kami bawa cookies kemasan" ujar salah seorang perempuan berseragam supermarket. Ia dan kawannya selama ini masih bersembunyi di sekitar supermarket.
KAMU SEDANG MEMBACA
In a dead city
Fiksi IlmiahSudah lebih dari tiga dekade dari masa pandemi virus Corona berlalu. Kini sebuah virus baru menyebar bagai mimpi buruk di wilayah mantan ibukota negara ini. Gejala awal virus ini sangat mematikan, namun orang yang telah sempurna terkontaminasi tida...