Chapter 7: Until Death Do Us Part

432 66 4
                                    

"Je

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Je..Ini cantik sekali. Really. I--" Gigi menatap kagum venue semi outdoor yang Jesse sulap menjadi, well, heaven on earth.

Wangi semerbak bunga yang dirangkai indah di setiap pojok venue dari flower shop ternama menyapa lembut setiap hadirin yang memasuki venue. Suara lembut rintikan fountain menenangkan hati Gigi yang sedari tadi pagi tidak berhenti berdegup kencang. 

Jesse menyadari tangan Gigi yang sedikit gemetar. Ia memegang tangan Gigi dan menekannya dengan sedikit pelan, seperti mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. 

Gigi yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri mulai me-list down seluruh hal yang ia harus lakukan. Kirim undangan, sudah dari 2 minggu lalu. Untuk orang kantor magangnya ia hanya mengundang Mika dan mas Matthew. Lalu, apa ya, makanan? Daftar Alergi? Oh, tidak! Ponakan Jesse alergi kacang dan ia sepertinya belum mengabari pihak katering. 

"Sudah. Semuanya sudah aman. Tinggal lo nya aja, lo udah tenang belum Gi?" Jesse menjawab walau Gigi tidak bertanya.

"Huh?" Gigi baru menyadari situasi sekarang, Jesse masih memegang erat tangannya. Gigi melepaskan pelan, merasa canggung dengan perlakuan Jesse. 

Come on, sebentar lagi juga akan jadi suami istri? 

Gigi tersenyum canggung. Ia pun izin untuk bersiap-siap dengan hairdo dan makeupnya. 

Jesse hanya menatap punggung Gigi yang semakin menjauh itu. Dari semua pemikiran yang menyerangnya hanya satu yang ia benar-benar penasaran, gaun apa yang akhirnya Gigi pakai? Yang harganya mencapai Rp45.000.000,00 tersebut?

【-】【-】【-】

Lantunan musik klasik bergaung di sepanjang koridor venue. Indah. Sungguh, Jesse benar-benar berhasil mewujudkan pernikahan idaman Gigi. 

Napas Gigi semakin cepat. This is getting real. Ditambah lagi dengan Soraya yang menangis hingga menghancurkan riasannya. Rasanya hati Gigi semakin berguncang, apakah ini keputusan yang benar? This is not a game Gi.

"Sayang. Sebelum Papa mendampingimu berjalan menuju Jesse ada yang ingin Papa sampaikan." Papa Gigi tersenyum haru, menahan tangisnya. 

"Maafkan Papa yang terlalu sibuk sehingga jarang di sisimu, sayang. My daughter is a grown up. I still can't believe it. Maafkan Papa yang hanya melihat keluhanmu dari samping tetapi tidak berani melakukan apa-apa, Genevieve. Walau Papa akan menyerahkanmu kepada Jesse tetapi mohon beri Papa kesempatan untuk selalu menjadi tempat untuk kamu pulang. You don't have to tell your mom, just come to me. Dan Papa akan memarahi Jesse kalau ia berani macam-macam with my princess." Papa mengehela napas keras. 

Gigi berdiri termenung, menahan tangisnya dengan susah payah. "Aah, I can't ruin my makeup. Thank you, Pa." Gigi memotong pendek kalimatnya. Setelah 21 tahun hidup dibawah bayang Mamanya dan minim bertemu dengan Papanya yang sering pulang malam itu, permohonan maaf ini memang yang paling Gigi butuhkan. 

"Okay! Now we go! Papa kalah taruhan dengan adikmu, Gen. Sepertinya memang benar Papa mulai emosional karena usia Papa." 

Gigi tertawa lembut mendengarnya. Di momen seperti ini pun kelakuan adik lelakinya tetap menghibur dirinya. 

Gigi meraih lengan Papanya dan pintu terbuka. Cahaya matahari di sore hari ini menyeruak masuk melalui atap kaca dan menyambut hangat pipi Gigi. Hangat. Langit sore itu pun seperti memberi restu kepada mereka berdua. Semburat oranye menghiasi birunya langit, tambahan sempurna untuk sore ini. 

Lantunan The Swan oleh Camille Saint Saens yang dibawakan oleh orkestra pernikahan mengiringi jalan Gigi menuju altar. Sekarang Gigi dapat melihat semuanya dengan jelas. Jesse berdiri di ujung altar dengan senyumnya yang membuat matanya berbentuk setengah bulan, Ah, tidak seperti dirinya, sepertinya Jesse sangat yakin dengan keputusan ini. 

Siulan dan sautan dari tamu undangan semakin terdengar meriah. 

"Saya serahkan Genevieve pada mu, Jesse. Kamu jaga dia baik-baik. She's my only princess."  Papa menepuk pundak Jesse tegas. 

Jesse mengangguk serius kemudian ia memegang tangan lembut Gigi dengan matanya yang bergetar. She is so pretty. And that dress?  The back? God. Rasanya kewarasan Jesse berada di ujung tanduk. 

Pendeta mengatakan banyak hal yang sejujurnya tidak didengarkan oleh Jesse dan Gigi karena mereka berdua sibuk menatap dalam mata satu sama lain. 

You look ethereal, Gi Jesse berbisik pelan sehingga hanya Gigi yang mendengarnya. 

Thank you, Mr. Mahaprana. You look dashing yourself  Gigi setengah mati mengumpulkan keberanian membalas. 

Pendeta kemudian menyilahkan mereka untuk mengatakan Janji mereka pada satu sama lain. 

"I, Genevieve Amaya, take you, Jesse Mahaprana, to be my husband, to have and to hold from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish, till death do us part, according to God's holy law, in the presence of God I make this vow." Gigi berkata lantang.

Jesse kemudian melanjutkan, "I, Jesse Mahaprana, take you, Genevieve Amaya, to be my wife, to be my forever bestfriend. I promise to be by your side in your darkest moments. I promise to assure you every time you are in doubt. I will support you in every decision you make, even the silly ones. And last, I promise, I will, cherish you in every way possible, every day, every morning, every night.

Gigi menitikkan air matanya. He made his vow. His own words. His promise. 

"You." Gigi melukis senyum di wajahnya, "you never fail to wow me, Mr. Mahaprana."

Jesse tersenyum bangga mendengarnya. Sedari tadi malam ia khawatir Gigi tidak akan menyukai Janji Pernikahan yang telah ia rangkai sejak Gigi menerima lamaran pernikahan dari dirinya. Thank God she loves it. 

Mereka terlalu sibuk dengan satu sama lain hingga mereka baru tersadar ketika tepuk tangan meriah tamu undangan menggaungkan venue semi outdoor ini. 

"We, kiss, I guess?" Gigi menginisiasi memotong jarak diantara mereka. Ia memegang tengkuk Jesse dan menariknya. 

And this is their first kiss. Setelah gagal mencium Jesse pada pertemuan awal mereka pada akhirnya Gigi bisa menciumnya. Far better than what she expected. Manis. Candu. 

(Creds: Pinterest) 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Creds: Pinterest) 


Author's Note:

AAAAAH, susah banget jujur nulis chapter ini....super emosionalllll....nulis sambil dengerin playlist wedding di Spotify dan dengerin The Swan kesekian kalinya (jadi please baca ini chapter sambil dengerin The Swan :)))))) Beneran tiap paragraf baru tuh kayak. Break dulu. Cari momen dulu, baru nulis lagi EHEHE SUSAH BANGET. 

Yak walaupun mereka belum bener-bener cinta satu sama lain tapi apaya kayaknya karena mereka terikat dalam sebuah pernikahan jadi muncul rasa hormat I supposed? Rasa hormat dan rasa peduli lebih kerasa daripada rasa suka yang terlalu ringan (menurut aku). 

KEEP LOVING OUR #GISE ya people makasih I LOVE YOU ALL XOXO

The Princess and The MastermindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang