7. Jefan itu....

434 67 16
                                    

Karina

Jujur, ia tak bisa mengingat semua kejadian di kamar hotel pada dini hari itu.

Ia hanya ingat, sempat muntah-muntah karena meminum minuman aneh. Hingga kepala terasa pusing dan mata mendadak berkunang-kunang. Sedangkan mulutnya mulai mengatakan hal-hal yang sangat bertentangan. Dengan apa yang ada dalam pikirannya. Kemudian Jefan mulai mendekat, lalu...

Stop!

Ia menggelengkan kepala keras-keras demi mengingat sekelebatan hal menjijikkan yang membuat tubuhnya meledak di awang-awang. Akibat sentuhan lembut yang dilakukan oleh Jefan.

Menjijikkan, mengerikan, memalukan. Sangat.

Apalagi ketika esok paginya, ia terbangun dalam kondisi polos seperti bayi baru lahir. Di atas tempat tidur paling berantakan yang pernah ada. Dengan sprei yang terdapat noda berwarna merah muda.

Ia memang masih merasa seperti anak kecil, meski telah duduk di bangku kelas tiga SMA. Jalan pikirannya juga amat sempit, dan pastinya bodoh. Tapi ia bukanlah anak kuper, yang tak tahu arti dari noda tersebut.

Satu hal yang membuatnya amat sangat marah, benci, juga didera penyesalan yang berkepanjangan adalah, mengapa harus Jefan? Si berandal sekolah langganan keluar masuk ruang kesiswaan, yang sama sekali tak pernah ada dalam kuadran kehidupannya selama ini.

Kenapa bukan Dipa? Forever crushnya sejak kelas 1 SD. Ia tentu akan dengan senang hati menyerahkan diri. Jika memang itu adalah cara terbaik untuk membahagiakan cowok.

Tapi semua telah menjadi bubur. Karena kebodohan sesaat yang dilakukannya, kini ia bukanlah Karina yang dulu lagi. Karnayang manis, bermasa depan cerah, dan bercita-cita menjadi dokter gigi.

Ia jelas telah berubah menjadi Karina yang kotor, tak bermahkota, dan mulai menyangsikan masa depannya sendiri.

Menyedihkan, menyesakkan, sekaligus menjijikkan.

Andai Dipa tahu, pasti akan sangat kecewa. Bahkan mungkin langsung menjauhinya. Menganggapnya sebagai cewek murahan yang tak punya prinsip. Karena memang itulah dirinya sekarang.

Andai Papa Mama tahu, beliau berdua pasti akan sangat sedih sekaligus marah. Besar kemungkinan, ia akan diusir dari rumah. Karena telah mempermalukan Papa Mama, mencoreng nama baik keluarga, mengecewakan harapan terakhir mereka tentang masa depan anak perempuan satu-satunya yang paling disayangi.

Andai Mas Tama dan Mas Sada tahu, mereka pasti akan langsung menenangkan dan melindunginya. Bergerak cepat mencari Jefan, untuk kemudian membunuh berandal itu. Hingga mati tanpa tahu kenapa bisa mati. Senyap.

Sungguh, ia telah menghancurkan segalanya sampai tak ada sedikitpun yang tersisa. Bodoh. Sangat bodoh.

Namun, ia tentu tak boleh larut dalam kesedihan dan penyesalan berkepanjangan. Toh setelah kejadian menjijikkan itu, tak ada yang berubah sedikitpun darinya.

Tubuhnya tak jadi berubah warna atau bentuk sebagai tanda tak bermahkota lagi. Juga tak ada jejak apapun yang bisa membuktikan, bahwa Jefan telah mengambil sesuatu miliknya yang paling berharga.

Tak ada.

Dan ini bagus. Sangat bagus.

Ia bisa berpura-pura menjadi Karina yang biasanya. Karena tak ada seorangpun tahu, tentang apa yang telah mereka lakukan di kamar hotel itu. selain ia dan Jefan tentunya.

Jadi, satu hal penting yang harus dilakukannya adalah, sebisa mungkin berusaha menjauh dari cowok berandal bernama Jefan itu. Karena hidup yang tengah ia jalani, sudah seharusnya tetap berjalan dengan normal seperti sebagaimana mestinya.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang