Chapter 15: Sweater & Barbie

160 5 0
                                    

  "Miss," panggil Urie yang sudah bekerja sebagai supir keluarga Mikaelson selama empat puluh tahun. "Kita sudah sampai."

  "Oh?"

Selama perjalanan dari Moskow sampai kini mobil yang mengantarkannya dari ia turun dari pesawat sudah berhenti di depan Mansion milik Mikaelson, yang Valerie lakukan hanyalah melamun. Jadi, ia tidak menyadari bahwa sekarang ia sudah sampai.

  "Anda baik-baik saja, Miss?" tanya Urie saat melihat raut wajah Valerie yang kelihatannya kecewa lewat kaca spion tengah.

  "Tentu saja, Urie, kau tidak perlu khawatir," jawab Valerie sebelum membuka pintu mobilnya sendiri. Ia tidak ingin merepotkan Urie, walau tepat disaat ia membuka kenopnya, pria yang sudah lansia itu langsung segera menghampirinya dan juga mengantarnya sampai ke serambi.

Saat ia memasuki Mansion, ia tidak mendengar adanya suara satu pun. Mungkin semua orang sedang pergi keluar sebentar. Pasti Urie sudah memberitahukan padanya, hanya saja ia tidak mendengarnya karena terlalu sibuk dengan lamunannya selama perjalanan.

Belum ada pohon natal yang terpajang satu pun. Hanya beberapa dekorasi yang sudah terpasang di dinding, meja, dan sisi-sisi lainnya yang terdapat di dalam bangunan tua ini. Ternyata benar kata ibunya, bahwa mereka semua menunggu dirinya kembali karena untuk merias pohon natal merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan seluruh anggota keluarga.

  "Dari sekian banyaknya orang, tidak ada kah yang memilih untuk tinggal?" gerutu Valerie karena sebenarnya ia sedikit ketakutan jika harus berada di tempat ini sendirian.

Suasana di dalam Mansion sangat dingin dan sepi, yang membuat pikiran Valerie pergi melayang kemana-mana. Ia sudah memikirkan bagaimana tiba-tiba ada hantu yang menampakkan dirinya dan kemudian membuatnya harus berlari ke ruang bawah tanah yang ternyata adalah sarang hantu dan ia mati di dalam sana tanpa ada seorang pun yang menemukan dirinya.

Perempuan itu menggelengkan kepalanya untuk mendorong pikiran tersebut jauh-jauh. Ia hanya terlalu sering menonton film horor.

Dengan sedikit berlari, Valerie meninggalkan foyer yang luar biasa luas itu menuju ke kamarnya yang cukup jauh dari tempatnya kini berdiri. Ia harus melewati lorong yang gelap, banyaknya anak tangga, dan lorong lagi.

Walau jantungnya sudah berdegup tidak karuan dan ia merasa ada sesuatu yang mengikutinya di belakang, Valerie tetap melanjutkan langkahnya agar ia dapat sampai ke dalam kamar secepatnya.

Di saat Valerie nyaris menggapai kenop pintu kamarnya, ia merasa ada tangan yang menahannya dan disitu lah Valerie mulai berteriak dan meringkuk.

"What the fuck, Val?"

Hantu tidak dapat berbicara dan ia mengenali suara itu.

Saat ia membuka matanya, yang ia dapati bukan lah hantu yang ia takuti, melainkan Damien yang memandangi dengan aneh dan bosan.

"Damien, kau menakutiku!" serunya seraya memukul pria itu pelan. "Kau tidak tahu betapa takutnya diriku!"

"Aku melihatmu seperti orang ketakutan. Makanya aku menghampirimu," kata Damien. "Ada seseorang yang membuatmu takut, Valerie, di luar sana?"

Valerie menggelengkan kepalanya.

"Mansion milik keluargamu yang aku takuti. Di tambah lagi, aku pikir tidak ada orang di dalam. Ternyata kau ada disini," kata Valerie pada Damien. "Dimana yang lain?"

"Semua orang sedang sibuk mencari hadiah," jawab Damien.

"Kau tidak ikut?" tanya Valerie.

"Aku sudah menyiapkan semua hadiahnya. Mungkin besok aku akan meminta anak buahku untuk membawakannya kesini," kata Damien sambil membalas pesan tunangannya yang tengah meminta pendapat mengenai hadiah.

Irresistible Sight | Irresistible Series #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang