Jefan
Ia memandangi selembar foto yang bentuknya mirip seperti hasil cetakan foto polaroid saat ia piknik ke Candi Borobudur waktu kecil dulu. Namun kali ini tidak berisi foto piknik, tapi foto hitam putih hasil USG Karina beberapa hari lalu. Ia sengaja meminta dua lembar print outnya, satu untuk Karina, satu untuk dirinya.
Diatas lembaran kertas foto berukuran 11 x 11 cm itu terdapat nama klinik tempat Karina memeriksa kandungan. Lalu di sudut kiri atas tertulis Nn. Katherina Giannis (17y11m). Sementara di sudut kanan bawah terdapat dua kotak yang masing-masing bertuliskan LMP, GA, EDD, dan CRL, GA, EDD. Entahlah apa artinya ia pun tak paham meski sempat mencari tahu dengan membrowsingnya di internet namun justru membuatnya semakin tak mengerti.
Tapi itu bukan masalah besar, yang penting kemarin dokter bilang kondisi kandungan Karina secara keseluruhan bagus dan normal. Ini tentu sangat melegakan karena di usia awal kehamilan—yang waktu itu belum diketahui—Karina sempat di rawat inap di rumah sakit karena typus. Khawatir obat yang dikonsumsi berpengaruh terhadap janin, namun ternyata tidak. Syukurlah.
Ia kembali memandangi foto USG tersebut dengan perasaan masygul. Foto hitam putih yang menampilkan gambar menyerupai sebuah kantong kecil dengan bulatan sebesar buah rambutan di dalamnya. Seorang bayi, anak kandungnya sendiri. Darah dagingnya. My God!
Sejak kunjungannya bersama Karina ke klinik dokter kandungan, sebenarnya ia telah menyusun strategi dan rencana untuk mengakui kesalahannya pada Mamak, namun masih maju mundur. Takut akan reaksi Mamak setelah mendengar pengakuannya nanti. Takut menatap mata Mamak ketika mengetahui satu-satunya anak lelaki yang masih hidup ternyata tak lebih dari seorang bajingan brengsek. Very sad.
Namun ia tentu tak boleh berlama-lama menunda pengakuan, karena semakin ditunda justru akan semakin menghancurkan semuanya. Khawatir Karina bertindak nekat dengan merealisasikan niat untuk menggugurkan kandungan yang akan menciderai janjinya pada Mamak karena tak tertunaikan.
Dan sore ini menjadi hari terbaik pilihannya untuk membuat pengakuan. Tahu pasti jika jadwal Mamak hari ini di keude (warung kecil) sampai Isya karena bergantian dengan Kak Fatma dan Cing Ella, tetangga mereka yang ikut berjualan di keude.
Ia baru selesai membantu Umay dan Sasa mengerjakan PR ketika Kak Fatma masuk ke dalam rumah sambil membawa loyang-loyang kotor bekas jualan di keude yang akan dicuci di rumah. Dengan tanpa mengatakan apapun, ia mengambil loyang-loyang kotor itu untuk dicuci sementara Kak Fatma menunaikan sholat Ashar.
Ketika ia baru selesai mencuci loyang yang terakir, Kak Fatma datang menghampiri sambil tersenyum lebar, "Pasti ada maunya nih."
Ia pun tertawa, apakah terlalu kentara?
"Kenapa?" tanya Kak Fatma yang sekarang sedang memilih-milih bumbu dapur dan rempah-rempah untuk persiapan memasak nanti malam seperti yang sering dilakukan tiap kali mereka mendapat pesanan makanan untuk diambil esok Subuh.
Ia masih tertawa, lebih memilih untuk mencuci tangan kemudian mengeringkannya dengan handuk daripada harus meladeni ledekan Kak Fatma.
"Udah makan, Kak?" tanyanya jelas basa-basi.
"Apa pula kau ini?" Kak Fatma kian lebar tertawanya. Baiklah Kak, tertawalah dulu sebelum nanti kau akan terkaget-kaget, batinnya nanar.
"Serius aku tanya udah makan belum?" ia ikut—pura-pura—tertawa.
"Udah tadi siang. Kenapa? Ada masalah kah?" wajah Kak Fatma berubah serius. "Seminggu lalu Mamak cerita kau lagi kena masalah serius."
Ia harus menghela napas sebentar hingga akhirnya memilih untuk ikut duduk di lantai dapur. Membantu Kak Fatma memilah-milah bumbu dapur yang akan dipakai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.