11. Hadiah dari Kakak Cantik

276 65 3
                                    

Jefan

"Horeeeee Nana pulang!" Umay dan Sasa melonjak-lonjak kegirangan begitu mendengar suara motornya berhenti di depan rumah.

"Mana oleh-oleh? Mana oleh-oleh?" anak kelas 3 SD dan TK itu saling berebut lebih dulu untuk menemuinya. Alhasil tubuh mereka berdua tersangkut di pintu karena sama-sama ingin keluar tapi tak ada yang mau mengalah.

"Bawa pesananku kan Nana?" teriak Sasa riang sambil saling mendorong dengan Umay.

Ia hanya tersenyum sambil melepas helm. "Satu satu, nggak boleh berantem."

Namun Umay dan Sasa tak menghiraukan permintaannya. Terus saja saling mendorong ingin lebih dulu.

"Bawa pesananku kan Nana?!" teriak Sasa lagi semakin tak sabar.

"Bawa dooong," senyumnya semakin lebar sambil mengangkat kantong plastik pemberian Karina tinggi-tinggi.

"Wah?! Gede bangeeet?" Umay dan Sasa yang masih saling mendorong terpesona melihat kantong plastik yang diangkatnya.

"Itu buat aku!"

"Aku!"

"Punya aku!"

"Aku!"

"Eh!" ia menggelengkan kepala. "Satu satu. Apa Nana bilang?" sambil menunjuk ke arah Umay yang terus saja saling mendorong dengan Sasa ingin menjadi yang pertama menerima oleh-oleh darinya.

"Ledis fes!" pekik Sasa semangat sambil mendorong Umay agar tertinggal di belakang.

"Pintar!" ia mengacungkan jempol sambil menyerahkan dua buah kantong plastik berukuran besar tersebut kepada mereka berdua. "Jangan rebutan!" ia mengingatkan. "'Semua kebagian."

Ia pun masuk ke dalam rumah dimana Icad sedang duduk-duduk di kursi sambil membaca buku. Sementara di belakang punggungnya Umay dan Sasa masih saja ribut mempersoalkan siapa yang akan membuka kantong plastik terlebih dahulu.

"Oi, Bang, mana Nenek sama Mama?"

Icad tak menjawab, hanya mengarahkan dagu ke bagian belakang rumah. Saat ia berjalan masuk, terdengar pekikan senang Umay dan Sasa yang telah berhasil membuka tas plastik pemberiannya.

"Makasih Nana!" teriak Umay dan Sasa berbarengan.

"Abang! Abang! Sini! Ada banyak makanan!" ia masih bisa mendengar suara Sasa meminta Icad untuk mendekat ketika melihat Mamak dan Kak Fatma sedang menghaluskan bumbu di dapur.

"Assalamualaikum," ia menghampiri Mamak sambil sekilas mencium kepala wanita yang melahirkannya itu. Kemudian mendudukkan diri di lantai dapur.

"Wa'alaikumsalam," Mamak tersenyum. "Baru pulang?"

Ia mengangguk.

"Tumben malam," ujar Kak Fatma sambil terus menghaluskan bumbu di atas ceprek (cobek) berukuran paling besar yang pernah ia lihat.

"Tadi ada bantu teman dulu," jawabnya sambil melepas jaket karena gerah.

"Makanlah, masih ada gulai ikan di meja," ujar Mamak yang kini sedang memilah-milah daun salam dan pandan.

"Ntar lah, masih kenyang," jawabnya sambil menyenderkan punggung ke dinding dapur. "Kenapa malam-malam masak banyak? Ada pesanan?"

"Ada pesanan lima kilo ayam tangkap dari Pak Camat, mau diambil Subuh katanya," Kak Fatma yang menjawab.

"Diambil atau diantar?"

"Orang kecamatan yang mau ambil kemari."

"Oo," ia mengangguk-angguk mengerti.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang