Karina
"Oke, gue bakal bayar 6 juta secepatnya, tapi dengan satu syarat."
Ia mendelik marah, "Apa-apaan pakai syarat segala? Kan elo yang ngutang, kenapa jadi elo yang ngasih syarat?"
"Lo mau 6 juta balik nggak?" Jefan menatapnya tak kalah kesal.
"Ya mau lah! Orang tuh duit gue kumpulin susah payah bu...,"
Namun kalimatnya terpotong di udara karena Jefan keburu menyahut, "Gue balikin dalam seminggu, tapi lo mesti nerusin sampai lahir."
"Apa?" ia mendecih sekaligus tertawa sinis. "Yang bener aja lo! Sanggup secepatnya ternyata seminggu? Gue nggak punya waktu buat nunggu selama itu!"
Jefan terdiam sebentar sebelum akhirnya kembali bicara, "Lima hari dan lo terusin sampai lahir."
"Tiga hari dan gue nggak janji bakal terusin atau nggak!"
Jefan menatapnya tanpa ekspresi dengan rahang mengeras.
"Deal!" lanjutnya cepat tak menghiraukan Jefan yang wajahnya langsung berubah menjadi merah padam.
Sepanjang perjalanan pulang mereka sama-sama saling berdiam diri. Tak ada seorangpun yang berniat untuk membuka pembicaraan. Sejak awal ia bahkan selalu membuang pandangan ke arah samping untuk memperhatikan jalan. Daripada harus menyadari jika ia tak sendiri, ada orang lain yang tengah duduk di sebelahnya yang sepertinya juga memilih untuk membuang pandangan ke arah lain.
Ia masih merengut dengan hati kesal ketika ponsel yang tersimpan di dalam sling bag bergetar tanda ada panggilan masuk.
Mama Calling...
Mama?
Dilihatnya jam yang tertera di sisi kiri atas ponsel, 21.10 WIB. Ada apa Mama nelepon malam-malam begini?
"Halo, iya Ma?"
"K-karina, k-kamu dimana?" tanya Mama dengan suara tercekat.
"Di... jalan Ma. Kenapa Ma?" ia balik bertanya sambil mengkerut.
"Cepat pulang!"
Klik.
Suara Mama terhenti bersamaan dengan panggilan telepon yang terputus. Ia mencoba me redial sebanyak beberapa kali namun tak ada satupun yang diangkat.
"Kenapa?" tanya Jefan heran, mungkin demi melihat gelagatnya yang tiba-tiba panik.
"Bukan urusan lo!" jawabnya ketus sambil mencoba menghubungi nomor Mama sekali lagi. Namun ada nada tut tut tut panjang di seberang sana, tanda jika Mama tengah melakukan panggilan ke nomor lain.
Sebelum mobil yang ditumpanginya benar-benar berhenti di depan rumah, ia telah membuka pintu untuk keluar secepatnya.
"Karina, hati-hati...," ia sempat mendengar Jefan memperingatinya, namun ia tak peduli. Lebih memilih untuk membanting pintu taxi dan bergegas menuju gerbang yang telah dibuka setengah oleh Pak Acep, satpam rumah.
"Ada apa di rumah, Pak?" tanyanya cepat.
"Nggak tahu Neng, barusan Bapak sama Ibu juga baru pulang."
"Hah? Baru pulang? Bukannya ke Surabaya?"
"Nggak tahu Neng," Pak Acep menggeleng tanda benar-benar tak mengerti.
Ketika ia setengah berlari menyusuri halaman depan rumah, Bi Enok muncul dari arah garasi dengan tergesa-gesa, "Aduh, Neng Karina, dari mana aja baru pulang? Itu ditungguin sama Ibu."
"Mama kenapa? Beneran pulang? Bukannya udah pergi ke Surabaya?"
"Bapak Neng... Bapak sakit..."
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.