Januari 2015
Los Angeles, Amerika SerikatSifat kekanakan Kaigan berlanjut sepanjang bulan Januari. Dia memelukku lebih banyak. Mencium lebih banyak. Mengancam lebih banyak. Menghina lebih banyak. Mengurungku bersamanya lebih banyak.
Sialnya aku berbuat lebih banyak. Mengalah lebih banyak. Menemuinya lebih banyak. Memeluknya lebih banyak dan pada akhirnya aku mengakui kebenarannya. Aku mencintai laki-laki nakal itu.
"Kau mau?" Kaigan menawarkan pil-pil LSD padaku. Dia menelannya beberapa kali di depanku. Setelah percintaan panas kami, dia menelannya, teler dan meracau tidak jelas, sementara aku akan memeluk tubuhnya atau mengusap wajahnya yang tampan tersebut.
Walaupun bersama laki-laki liar semacamnya. Aku tidak berniat terlibat sama sekali. Aku menjaga diri agar tidak tercemar. Kaigan bilang aku berpikiran sempit, tetapi dia tidak mendorong pil-pil haram tersebut ke dalam mulutku.
"Kau setidaknya harus mencobanya sekali, Richard."
"Kau yang setidaknya harus berhenti untuk sekali, Wilson." Aku tidak mau kalah.
Aku bersandar di dadanya. "Aku dengar mereka yang mengkonsumsi benda-benda semacam itu bermaksud menghilangkan kecemasan mereka. Apakah kau punya masalah sekarang atau kau hanya bersenang-senang?"
"Aku hanya bersenang-senang."
Kaigan memeluk bahuku. "Pil-pil semacam ini sudah tidak mempan lagi padaku."
Kulihat matanya mulai sayu. Tampak tidak mampu menopang pandangannya lagi. Apa yang tidak mempan. Dia saja yang selalu pandai membohongi dirinya sendiri.
"Kalian memiliki pabrik atau apa?"
"Kau berniat melaporkankan pada temanmu itu, Richard?"
"Hugo sama bebasnya dengan kalian."
"Kim Harin. Dia temanmu, bukan?"
"Kau benar, tapi aku tidak memiliki alasan untuk melaporkan hal semacam ini padanya."
"Dia berkeliaran mengusikku."
"Aku pikir kalian sudah berdamai."
"Berdamai apanya! Salah satu dari mereka memasuki wilayah kami. Mereka terang-terangan mengibarkan bendera perang padaku."
"Aku tidak tahu jika kelompok itu semakin nekat."
"Kau juga semakin nekat. Kau bertanya hal-hal aneh tentang apa yang aku lakukan."
"Apa?"
"Kau tidak pernah berhenti menanyakan kemana aku pergi. Mengirim pesan berantai seolah kau ingin tahu keberadaanku setiap saat. Kau menghabiskan banyak waktu denganku. Tidak peduli aku membawamu kemana, kau mengikuti dengan patuh. Kau bertanya-tanya tentang hidupku seolah kau peduli, tapi juga terlalu jauh."
"Well, aku ingin tahu tentangmu lebih banyak. Aku tidak akan melakukannya jika aku tidak menyukaimu. Jadi aku bahkan mulai mencemaskan kau berada di mana. Hal-hal sederhana semacam itu biasa bagi pasangan manapun. Bukankah begitu, Mr.Wilson?"
"Dan kata-kata manismu semacam ini semakin mencurigakan."
"Tidak ada alasan bagiku untuk mengusik kalian. Cukup sekali dalam hidupku ditenggelamkan ke dalam kloset toilet. Apakah kau tahu? Kau bahkan orang pertama yang menamparku."
Aku membaringkan tubuh. Biasanya jika diteruskan, kami akan bertengkar lebih banyak. Aku kemudian harus menekan perasaanku, membiarkannya menang, sehingga aku bebas.
Kaigan meraih tangan kiriku. Menyelipkan cincin ke jari manisku.
"Wow, apa yang kau lakukan, Wilson?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire |18+
RomansJoana Richard seharusnya tidak jatuh cinta kepada Kaigan Wilson. Pria itu tidak segan menenggelamkan kepala Joana di kloset toilet yang kotor, karena tidak menyukai kehadirannya. Kaigan adalah laki-laki yang selalu mendapat apapun yang ia inginkan...