"Mas, lo udah ada cewek?"
Pertanyaan itu dilontarkan oleh adik bungsunya secara tiba-tiba hingga membuat dirinya bingung. Anin yang tadi sedang merebahkan diri di sofa kini sudah berubah posisi menjadi duduk dengan menghadap padanya.
Bagaikan patung, Shindu hanya bisa melihat wajah adiknya sembari menaikan satu alisnya.
Anin melipat kedua tangannya setelah meletakkan ponsel di atas meja. "Enggak, cuma pengin tanya aja sih."
"Kalau enggak emang kenapa?" tanyanya.
"Pantesan aja, kelihatan banget muka jomblo ngenes." Setelah mengucapkan kata tersebut Shindu langsung melempar bantal ke arah Anin yang sedang tertawa. Bantal itu mendarat pas di wajah Anin sehingga badannya sedikit terhuyung ke belakang.
Untung saja Anin langsung memegang pinggiran kursi, mungkin jika tidak ia sudah jatuh. Walaupun
"Gak ada akhlak banget lo jadi Kakak," ujar Anin memutar bola matanya malas.
"Butuh kaca gak, Dek? Lo yang enggak ada akhlak sama gue. Jangan memutar balikan fakta deh, lama-lama gue buang juga lo," jawab Shindu.
Anin hanya mendengar jawaban dari kakaknya itu tanpa mau menjawabnya lagi. Sedang memikirkan sesuatu, tiba-tiba saja ide cemerlang terlintas di otaknya.
Kemudian Anin menatap wajah Shindu dengan penuh harap. Lagi-lagi Shindu mengangkat satu alisnya, dari wajah Anin. Gadis itu tengah seperti ingin mendapatkan sesuatu darinya.
"Mas, jalan-jalan, yuk." Anin mengerjapkan kedua matanya memohon. "Kita jangan kalah sama Kak Izaz, kalau dia date sama nenek lampir itu, kita juga harus ikutan."
Shindu menempelkan telapak tangannya di atas dahi dahi Anin. "Enggak panas," gumamnya. Anin mendengar itu pun lantas menyingkirkan tangan kakaknya dari dahinya itu.
"Beneran lho, Mas."
"Kita itu kakak adik, Nin. Ya kali mau date, kalau gitu jatohnya gue kaya gak laku sampai-sampai date sama adik sendiri." Anin menghela napasnya mendengar apa yang di jawab oleh kakaknya itu. Ada rasa kasihan dan tertawa di kalimat yang baru saja di ucapkan itu.
"Gak kaya gitu, Mas. Kalau gitu mah gue ogah kali date sama lo, cowok lain masih menggoda," ucap Anin kembali melihat wajah sang kakak. "Gue ngajak bukan buat date ya, cuma pengin jalan-jalan aja sama cowok walaupun cowoknya itu kakak sendiri."
Shindu memicingkan kedua matanya, tak percaya dengan perkataan gadis itu. "Kalau kaya gini lo yang kelihatan banget jomblo ngenesnya, bukan gue."
Anin hanya memutar bola matanya malas kemudian mengulas senyum manis kepada Shindu. "Sekali-kali gak pa-pa, kan? Dari pada weekend di rumah aja, Ibu sama Ayah kan lagi di rumah nenek buat beberapa hari."
Perkataan Anin benar, di rumah ini hanya terdapat ia dan Shindu. Pasalnya Ibu dan Ayah sedang mengunjungi rumah nenek untuk beberapa hari sementara Izaz, laki-laki itu sudah pergi sejak tadi pagi untuk berkencan.
Shindu menimbang-nimbang keinginan adiknya itu. Dan akhirnya ia menyetujuinya, karena ia juga bingung harus melakukan apa lagi.
"YES!" Anin berseru girang sebelum akhirnya memeluk Shindu. "Makasih, Mas Shindu yang paling ganteng."
Shindu menghela napas sebelum akhirnya mendorong Anin untuk tidak memeluknya lagi.
"Iya-iya, udah sana ganti baju. Biar langsung berangkat," ujar Shindu sehingga Anin lantas berdiri tegak dan memberikan penghormatan kepada kakaknya itu sebelum benar-benar pergi menuju kamar.
Lumayan sedikit drama, tetapi Shindu tidak mempermasalahkan hal itu. Baginya, itu ada bagian keistimewaan dari keluarganya.
Tidak membutuhkan waktu satu jam, Anin sudah turun ke bawah dengan mengenakan baju berwarna putih serta celana jeans. Shindu juga hanya mengenakan jaket dengan di dalamnya terbalut kaus berwarna putih.
Anin mengajak kakaknya itu untuk mengelilingi kota Jakarta sebentar kemudian mencari tempat-tempat yang mereka sukai untuk sekedar mencari sudut aesthetic untuk dibagikan di sosial media.
Untung saja, langit hari ini cukup berawan membuat Anin dan Shindu tidak perlu mengeluh akan panasnya kota Jakarta.
Motor Shindu berhenti tepat di parkiran bangunan minimalis bertema industrialis yang didominasikan oleh warna-warna yang hangat itu terlihat sepi. Kesan tenang dan nyaman langsung terasa dari melihat halaman itu sehingga membuat Anin dan Shindu memutuskan untuk ke kedai itu
Shindu segera membuka pintu kedai kopi yang terpasang tanda open di depannya. Anin langsung dibuat takjub pada arsitektur dan foto-foto pada dinding kedai tersebut. Dari luar juga terlihat tanaman-tanaman hijau yang sangat segar mengelilingi depan kedai kopi sehingga membuat kesan tenang dan nyaman.
Udara di daerah ini juga cukup sejuk lantaran jauh dari pusat kota yang banyak kendaraan-kendaraan berlalu lalang setiap menitnya. Anin dan Shindu memutuskan untuk memilih tempat duduk yang berada di samping kaca besar dengan pemandangan taman kecil di penuhi oleh berbagai tanaman hias.
Anin masih dibuat takjub dengan foto-foto pada dinding. Menurutnya, gambar itu seperti memiliki sejarah tersendiri bagi pemilik kedai kopi ini.
"Hei." Shindu melambaikan telapak tangannya ke arah adiknya itu. Anin langsung tersadar kemudian beralih melihat wajah kakaknya.
"Kesannya tenang dan adem banget." Shindu mengangguk setuju apa yang di ucapkan oleh adiknya itu. Jika Anin tidak mengajak untuk berkeliling mencari jalan pintas, mungkin saja mereka tidak akan pernah menemukan bahkan melihat kedai kopi yang sangat nyaman seperti ini.
Laki-laki dengan menggunakan topi hitam itu menghampiri Anin dan Shindu. Sebelum itu laki-laki tersebut menyapa dengan hangat, membuat Anin salah fokus melihat pemuda itu.
Shindu masih fokus dengan buku menu untuk mencari makanan serta kopi yang cocok untuk di makan pada siang hari ini. Sementara Anin, matanya tidak lepas melihat laki-laki bertopi itu yang sedang menjawab pertanyaan kakaknya.
Tidak sadar Anin mengulas senyum hanya melihat laki-laki di hadapannya itu. Namun, tidak sampai beberapa menit Shindu bertanya makanan apa yang akan di pesannya. Kemudian Anin melihat daftar makanan serta kopi itu, matanya tidak sengaja melihat kopi yang bernama 'Kopi Bertemu'.
Anin yang penasaran dengan rasa kopi itu pun memesannya satu. Karena bingung dengan makanan apa yang akan di pesan, akhirnya Anin memutuskan untuk bertanya kepada laki-laki itu.
"Maaf, Mas. Untuk makanan yang best seller itu ada apa aja?" tanya Anin.
"Untuk makanan kita punya 2 makanan best seller, Kak. Ada french toast dan cheesecake," jawab laki-laki itu dengan mengulas senyum.
Anin mengangguk mengerti. "Ya sudah, Mas. Saya pesan kopi bertemu sama french toast aja," jawabnya diangguki oleh laki-laki itu.
"Tunggu sebentar ya, Kak." Laki-laki itu akhirnya kembali menuju dapur.
Sembari menunggu pesanan mereka jadi, Anin berdiri dan berjalan perlahan mengamati foto-foto di dinding itu, tidak lupa untuk memotret untuk mengabadikan momen tersebut di sosial medianya.
Seperti gadis pada umumnya, Anin juga meminta tolong kepada kakaknya untuk memotretnya dari ujung hingga ke ujung lagi. Keduanya bergantian untuk memotret satu sama lain untuk mengabdikan momen, tidak lupa juga untuk berfoto bersama untuk di pamerkan kepada Izaz.
Setelah mengambil gambar akhirnya keduanya duduk di tempat semula dengan melihat hasil foto yang menurut mereka bagus untuk dibagikan di sosial media.
"Kalau mau post foto kita, jangan kelihatan muka gue. Kalau bisa muka gue di tutupi sama emoji." Anin memberitahu kepada kakaknya itu karena takut jika Shindu lupa.
Kurung dalam waktu lima menit akhirnya mereka menyantap makanannya dengan penuh nikmat. Anin mengangguk pelan merasakan harum serta cita rasa pada kopi bertemu yang ia pesan. Mungkin hari ini dan seterusnya kopi bertemu di kedai kopi ini akan menjadi favoritnya.
Tanpa meraka sadari foto-foto yang mereka bagikan melalui salah satu aplikasi banjir sorotan dari beberapa siswa-siswi di sekolah. Sampai-sampai foto yang mereka bagikan masuk dalam base sekolah.
Banyak yang mengira bahwa Anin dan Shindu sedang berkencan karena beberapa orang menemukan kesamaan dalam postingan mereka. Terlebih lagi mereka posting foto itu dalam waktu berdekatan.
***
Author note :
Bingung mau sampaikan apa buat kalian. Btw jangan lupa jaga kesehatan ya, untuk next part bakalan aku usahakan update cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Traces (COMPLETED)
Teen FictionMenceritakan tentang sebuah keluarga Baskara dan Yunita yang memiliki tiga orang anak. Dua anak kembar laki-laki dan satu anak perempuan. Si kembar Shindu, Izaz, dan Anin sebagai anak bungsu. Keluarga yang harmonis bahkan tidak menjamin adanya konf...