Karina
"Enak banget basonya," gumamnya sungguh-sungguh. Kuahnya bening, gurihnya pas nggak terlalu asin, baso uratnya halus dan lembut dengan kematangan yang sempurna, bihunnya enak, ditambah cincangan daun seledri yang segar, dan taburan bawang goreng yang renyah, membuat cita rasa baso semakin nikmat.
Jefan hanya mengulum senyum sambil memperhatikannya makan, "Mau nambah boleh kok. Atau mau dibungkus?"
Namun ia mencibir, "Yang ini juga belum habis udah mikirin mau nambah aja!"
Jefan tersenyum sambil menunjuk isi mangkoknya, "Kamu emang begini kalau makan baso?"
"Kenapa emang?"
"Beningan gini doang?" tanya Jefan sambil menggelengkan kepala.
"Emang kenapa kalau beningan? Nggak boleh?" cibirnya sambil terus menikmati baso.
Jefan terkekeh, "Ya aneh aja gitu. Biasanya, cewek-cewek kalau makan baso kan mesti ditambahin segala macem biar rasanya pas di lidah."
"Nambah cuka lah, garam, kecap, belum saos sama sambal. Bisa sampai merah tuh kuah," lanjut Jefan masih terkekeh.
"Heran, itu makan baso apa makan kuah sambal," tambah Jefan kali ini sambil tertawa.
"Eh, sekarang ada yang lebih aneh lagi, malah beningan nggak pakai apa-apa. Serasa makan sop nggak sih?" pungkas Jefan sambil tersenyum.
Membuatnya merengut sebal, "Suka-suka gue lah mau makan baso kayak gimana! Lagian ya, gue tuh beda sama cewek-cewek—ia menekankan suara saat mengatakan cewek-cewek—yang biasa makan baso sama lo!"
"Iya sih," Jefan mengangguk setuju. "Kamu memang beda. Lain daripada yang lain," gumam Jefan sambil tersenyum menatapnya.
"Dan lagi nih ya," ia yang sebenarnya mulai grogi ditatap sedemikian rupa oleh Jefan, buru-buru mengalihkan fokus.
"Makan baso original nggak pakai tambahan apa-apa kayak gini enak lagi. Kita jadi bisa ngerasain cita rasa kuah baso yang asli, rasa kaldunya, perpaduan racikan bumbunya. Tanpa campuran bahan-bahan lain yang bisa mendistrak rasa sesungguhnya.
"Kita juga bisa langsung tahu, semangkok baso itu enak atau enggak, ya dari cara makan yang begini," lanjutnya sambil pura-pura memotong baso urat yang paling besar agar tak harus bersitatap dengan Jefan.
Sejenak Jefan terdiam, meski ia tahu masih terus menatapnya karena mangkok milik Jefan telah kosong sejak beberapa menit yang lalu. Telah menghabiskan semangkok baso terlebih dahulu dibanding dirinya yang memang mempunyai kebiasaan makan dalam waktu yang lumayan lama. Harus dikunyah sempurna sebanyak 32 kali kunyahan, begitu ledekan Hanum dan Bening seringkali padanya.
Ia masih pura-pura asyik menyantap baso ketika Jefan berkata sambil tersenyum, "Jadi... ini dating pertama kita?"
Ucapan Jefan sontak membuatnya mendongak, alhasil mata mereka kembali saling bertemu.
"Maaf," Jefan tersenyum sambil mengulurkan tangan meraih anak rambutnya yang jatuh menutupi kening, untuk kemudian menyimpannya di belakang telinga.
"Ngedate nya di tempat seperti ini," lanjut Jefan masih tetap tersenyum. "Bukan di cafe yang keren atau tempat mewah yang biasa kamu datangi."
"Eh," ia langsung meletakkan sendok yang sedang dipengangnya ke dalam mangkok dengan kesal. "Sekali aja lo nggak ngeledek gue bisa nggak sih?"
"Ini kenyataan kan?" namun Jefan tak menghiraukan protesnya. Jefan bahkan semakin berani, karena kini kembali mengulurkan tangan untuk mengusap lembut pipinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.