Karina
Ia tergeragap ketika seseorang mengusap lembut bahu kirinya sambil berbisik pelan, "Rin... udah sampai..."
Ia harus mengumpulkan nyawa yang tercecer karena mengantuk agar paham saat ini sedang berada dimana.
"Karina...," suara berbisik itu kembali terdengar. Kali ini lengkap dengan hembusan napas hangat yang meniup-niup puncak kepalanya.
Saat itulah ia tersadar jika saat ini ia berada di dalam taxi online bersama...
Dengan gerakan cepat ia pun berusaha melepaskan diri dari rengkuhan seseorang dan langsung tersipu malu begitu mendapati wajah Jefan kini sedang tersenyum simpul di sampingnya.
"Sori... harus bangunin kamu," desis Jefan dengan wajah penuh penyesalan.
"Nggak kuat gendongnya ke lantai tiga," lanjut Jefan sambil meringis. Membuatnya spontan mencibir lalu buru-buru meraih boneka Nemo yang tergeletak di sudut jok, untuk kemudian membuka pintu dan keluar dari dalam mobil terlebih dahulu.
Setelah membayar dan berterimakasih pada driver taxi online, Jefan meraih tangannya untuk sama-sama memasuki lobi hotel yang malam ini terlihat mulai ramai dipadati pengunjung. Di depan resepsionis Jefan sempat berhenti sebentar untuk membeli dua botol air mineral, sebelum akhirnya kembali melangkah menuju kamar mereka di lantai tiga.
Ia sempat memakan beberapa potong ayam tangkap buatan Mamak dan dua buah kue cucur, sebelum akhirnya pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi sementara Jefan pergi keluar kamar entah kemana.
"Lo tidur di sini aja," ujarnya dengan tanpa menoleh ke arah Jefan yang baru kembali ke kamar dan kini tengah memposisikan kursi sedemikian rupa, mungkin agar nyaman untuk diduduki sembari tidur.
"Makasih, Rin," jawab Jefan sambil mendudukkan diri di kursi. "Aku di sini aja."
Ia menghela napas sambil metelakkan dua buah guling secara bertumpuk di tengah-tengah tempat tidur, "Lo udah dua malam tidur di kursi. Nanti sakit tuh badan."
"Ini gue kasih pembatas," lanjutnya cepat sambil menunjuk dua buah guling yang barusan ia tumpuk, dengan boneka Nemo yang tersimpan di guling paling atas.
"Cuma tidur doang ini, nggak ngapa-ngapain," pungkasnya sembari merebahkan diri ke atas tempat tidur dengan menghadap ke sisi luar tempat tidur, lalu menarik selimut hingga sebatas leher.
Ia sudah hampir terlelap ketika sebuah gerakan halus terdengar dari balik punggungnya. Diikuti dengan suara berbisik, "Nggak boleh nolak rejeki kan?"
Ia tak menjawab, namun tanpa siapapun tahu, ia sebenarnya sedang tersenyum di balik punggung, "Peraturan pertama, don't cross the border!"
"Ada peraturannya?" heran Jefan setengah tertawa.
"Peraturan kedua, yang melanggar bakalan di denda seumur hidup," lanjutnya sambil menahan senyum.
"Waduh, aturan apaan tuh?" kini Jefan tertawa sungguhan.
"Take it or leave it!" gerutunya sambil mencibir sekaligus menahan tawa.
"Lumayan lah buat meluruskan punggung yang serasa mau patah," seloroh Jefan yang sepertinya benar-benar sedang menggeliat guna meluruskan punggung sekaligus melemaskan otot-otot.
Selang beberapa menit kemudian suasana berubah sunyi. Meski begitu, ia sebenarnya belum tertidur, bahkan sama sekali tak bisa memejamkan mata. Nyalang menatapi salah satu sisi tembok kamar yang berada tepat di depan matanya. Yang sebenarnya dilapisi cat tembok berwarna putih, namun kini berubah menjadi kuning akibat pancaran sinar lampu tidur yang terletak tepat di atas kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.