Katherina
Ia menatap marah dengan ekspresi tak percaya ke arah Jefan yang begitu melihatnya telah berdiri di depan pintu toilet langsung melepaskan cengkraman yang mengungkung Dipa.
Mata Jefan seolah mengatakan, "I can explain this shitty shit!"
Namun matanya langsung membalas sengit, "I don't care!"
Bertepatan dengan gerakan cepat sekaligus tak terduga Dipa yang balas memukul sekuat tenaga hingga membuat kepala Jefan terlempar ke belakang. Telak!—Lagi-lagi—berhasil mengalirkan darah segar dari hidung Jefan akibat pukulan keras yang baru saja dilayangkan oleh Dipa.
"DIPA!"
Kali ini hanya terdengar pekikan kaget Bunda Dipa seorang. Karena Mama dan Teh Dara hanya bisa diam terlolong. Namun sedetik kemudian dengan cekatan Teh Dara mengangsurkan sekotak tisu ke arah Jefan untuk menyusut darah yang keluar.
Sementara ia tak lagi mempedulikan apa yang terjadi. Sudah cukup baginya melihat Jefan hampir mati dipukuli Mas Sada. Ia takkan sanggup lagi melihat wajah Jefan yang masih menyisakan beberapa luka memar itu kembali dipukul oleh orang lain. Lebih memilih untuk berjalan ke tempat tidur dengan suasana hati yang keruh.
Meski begitu, demi melihatnya kesulitan menyimpan kantung infus, inisiatif Jefan langsung muncul dengan bergerak mendekat bermaksud untuk membantu. Namun matanya lebih dulu mendelik marah seolah berucap, "Leave me alone! Go away!"
Tapi Jefan tak mengindahkan kemarahannya, tetap saja mengambil kantung infus untuk kemudian menyimpan di tempat yang semestinya.
Ketika ia hendak naik ke atas tempat tidur, Jefan kembali mengulurkan tangan bermaksud membantu. Tapi ia keburu mengibaskan dengan marah. Meski begitu Jefan seolah tak peduli, terus berusaha untuk membantunya.
"Biar saya aja," suara Teh Dara terdengar menengahi ketika mereka berdua saling melempar tatapan sengit. Sorot matanya yang diselimuti kekecewaan cukup lama bertautan dengan Jefan yang menatapnya penuh penyesalan.
"Nggak papa biar saya aja," ulang Teh Dara sambil tersenyum ke arah Jefan yang masih menatapnya dengan sorot menyedihkan. Namun ia memilih untuk tak peduli. Lebih suka membuang muka meski hatinya nyeri. Pertemuan yang diangankan sejak dua hari lalu kini justru berakhir buruk.
Dan ia benci dengan semua ini. Karena tadi dengan mata kepala sendiri, jelas melihat perilaku tak terpuji Jefan terhadap Dipa. Oh, come on! Apakah kaum Mars selalu menggunakan kekerasaan untuk menyelesaikan semua persoalan? Itu kalau mereka berdua—Jefan dan Dipa—memiliki masalah. Dan apa sesungguhnya masalah mereka berdua? Ia benar-benar tak mengerti. God damned!
Waktu terus berjalan, kini Teh Dara telah beralih menyetel hospital bed melalui remote, namun Jefan masih saja termangu menatapnya.
"Segini cukup?" tanya Teh Dara yang langsung disambut oleh anggukan kepalanya.
"Makasih, Teh."
"Ya ampun, ini ada ribut-ribut apa sih?" tanya Bunda Dipa yang rupanya masih terheran-heran dengan keadaan membingungkan yang baru saja terjadi. Sambil mendekat ke arah tempat tidurnya mengikuti Mama yang telah lebih dulu melangkah. "Adipati?"
Namun Dipa tak menjawab. Mungkin tahu pasti jika Bunda memanggil namanya dengan lengkap itu berarti sedang dalam kondisi sangat marah. Dipa hanya menunduk sambil meringis kesakitan memegangi pipi sebelah kanan yang tadi sempat dipukul oleh Jefan.
"Biasa, Tante," justru Teh Dara yang menjawab sambil tertawa sumbang, "Anak muda."
"Teu kenging kitu (nggak boleh begitu)!" sergah Bunda Dipa dengan kening mengkerut. "Budak baong (anak nakal)!" kali ini sambil menjewer telinga Dipa yang terlihat makin meringis kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomansaSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.