44. Masa Lalu dan Kenangan Terburuk

72 6 2
                                    

Selamat malam guys! Aku update lagi, nih. Langsung baca aja, yaaa❤️❤️

Selamat membaca, semoga suka❤️

"Beneran nggak mau aku anter pulang?" Ini sudah ketiga kalinya Jendra bertanya dengan pertanyaan yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Beneran nggak mau aku anter pulang?" Ini sudah ketiga kalinya Jendra bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sementara si gadis masih tetap pada pendiriannya. Ia menggeleng kecil, pertanda jika dirinya tidak ingin menerima tawaran sang kekasih untuk kali ini.

Jendra memandangi Naya yang sibuk membereskan peralatan sekolahnya.

"Kenapa? Lagian latihannya masih lama, masih sejam lagi." Sudah berkali-kali Jendra menawarkan diri untuk mengantarkan kekasihnya pulang. Namun, berkali-kali juga Naya menolak.

Alasannya karena Jendra ada jadwal latihan basket hari ini. Naya tidak ingin merepotkan Jendra hanya untuk mengantarkannya pulang. Jarak rumah ke sekolah juga cukup jauh dan itu pasti akan memakan banyak waktu. Yang ada Jendra tidak dapat istirahat sebelum latihan dimulai.

"Jalanan pasti macet sayang. Yang ada nanti kamu malah telat latihannya," balas Naya seraya menutup resleting tas dan menggendongnya. Gadis itu sudah bersiap untuk pulang, kali ini dia akan pulang naik ojek yang sudah dipesannya.

Jendra melompat dari atas meja saat Naya hendak berjalan keluar kelas. Ia mengekori Naya yang melangkah lebih dulu.

"Ya nggak papa, kan cuma latihan doang," keukeh Jendra yang tetap ingin mengantar Naya pulang.

Naya menghela napas, ia berhenti dan menatap Jendra dengan lekat. "Aku nggak mau kalau kamu nanti dihukum karena telat gara-gara nganterin aku pulang. Lagian aku juga udah pesen gojek kok." Naya tetap pada pendiriannya.

"Tapi sayang—"

"Na ...," sela Naya dengan suara lembut. Ia melempar seulas senyum termanisnya pada laki-laki itu. "Bulan depan kan kamu ada turnamen basket, kamu cuma punya waktu kurang dari satu bulan buat latihan. Aku nggak mau kalau latihan kamu jadi keganggu gara-gara aku," imbuh Naya pengertian. Soal turnamen basket antar sekolah yang akan diikuti Jendra, dkk, Naya sudah mengetahuinya.

"Iya aku tau. Tapi aku nggak bisa biarin kamu pulang sendirian. Kamu berangkat sama aku, udah pasti kamu pulangnya sama aku juga. Aku udah dikasih kepercayaan dan tanggung jawab sama kak Dewa buat jagain kamu selama di sekolah. Jadi, udah seharusnya bagi aku buat nganterin kamu pulang. Setidaknya aku nggak terlalu khawatir karena udah memastikan kalo kamu sampai di rumah dengan selamat."

Air wajah Jendra terlihat begitu serius saat ia mengatakan itu. Bagaimana mungkin dia tega membiarkan Naya pulang sendiri tanpa dirinya? Jendra hanya tidak ingin ada sesuatu yang terjadi pada kekasihnya itu.

Naya tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang rapi. "Aku baik-baik aja, Najendra. Nggak bakal ada apa-apa kok," ujarnya meyakinkan Jendra jika ia akan baik-baik saja. Dan akan selalu baik-baik saja.

Jendra mengerucutkan bibirnya membuat Naya terkikik geli melihatnya. "Kamu nggak tau sekhawatir apa aku kalau kamu pulang sendiri," keluh Jendra.

"Aku cuma nggak mau terjadi sesuatu sama kamu, Naya ...."

Burung Kertas untuk NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang