"Sumpah? Kalian kena rumor dating?"
Pertanyaan itu muncul ketika Anin dan Shindu membuka pintu. Keduanya bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Izaz yang membahas mengenai dating.
Sebelum bertanya balik keduanya duduk di sofa untuk mengistirahatkan kedua kakinya karena telah berhasil mengelilingi mall di kawasan Jakarta setelah dari kedai kopi.
"Siapa yang kena rumor dating?" tanya Anin balik masih belum mengerti apa yang akan dibahas oleh Izaz.
Mendengar pertanyaan balik dari adiknya sontak membuatnya mengangkat satu alisnya. "Kalau bukan kalian siapa lagi?"
"Kalian jadi topik obrolan di base sekolah. Mereka ngira kalau kalian itu pacaran, apa lagi waktu lo berdua posting foto di tempat yang sama," ujar Izaz menjelaskan mengenai topik obrolan di base sekolah. Hal itu membuat Anin mengangguk pelan.
"Tapi kok bisa kepikiran kita dating? Padahal lagi di tempat yang sama bisa aja bukan sengaja ketemuan ataupun dating?" tanya Anin.
Izaz mengeram kesal dengan Adiknya itu. Apakah dia tidak menyadari bahwa di foto yang Shindu posting ada dia? Walaupun wajahnya tertutup oleh emoji. Terlebih lagi saat di postingan Anin, dari postur tubuh hingga baju pun sama persis.
Netizen pasti akan menyadarinya hal sekecil apapun tanpa mereka sadari.
"Makanya kalau lagi pelajaran gak usah bolos." Izaz menjitak kepala adiknya lantaran sudah lelah dengan Anin.
Anin meringis merasakan perih pada bagian dahi. "Siapa yang bolos anjir, lo kali," jawab Anin tidak terima.
Izaz hanya memutar bola matanya malas tanpa ingin meladeni ucapan dari Anin. Dia pun kembali pada topik obrolan mengenai foto kakak dan adiknya tengah menjadi perbincangan hangat.
"Langkah kalian selanjutnya gimana? Mau klarifikasi kalau sebenernya kita kakak adik?" tanya Izaz.
"Udah biarin aja, kalau di jawab takutnya mereka pada aneh-aneh. Nanti juga beritanya tenggelam." Shindu mengangkat suara langsung diberikan tepuk tangan meriah dari Anin sesekali sorakan menyebut nama lengkap kakaknya itu.
"Benar ini, lagian ngapain juga klarifikasi. Di kira gue habis kena skandal apa," sewot Anin menjulurkan lidahnya ke arah Izaz.
"Bilang aja lo insecure sama gue, karena kalau mereka semua tahu kita adik kakak lo jadi minder. Karena kedua kakaknya ganteng sedangkan elu jelek sendiri."
Perkataan Izaz itu mampu membuat Anin merasakan api yang menjalar pada dirinya, merasa tidak terima dengan perkataan itu. Anin langsung menghampiri Izaz dengan wajahnya yang sudah memerah.
Izaz melihat adiknya seperti itu pun langsung melarikan diri sebelum mendapatkan balasan dari Anin. Dengan cepat Izaz berlari agar Anin tidak dapat menangkapnya, tetapi hal itu sepertinya akan sia-sia. Apalagi Anin berlari lumayan cepat.
"Udah, Nin." Izaz langsung merebahkan tubuhnya di tas sofa kala sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Anin menetralkan napasnya yang tersenggal-senggal akibat mengejar kakaknya.
"Laper," ucap Izaz menatap ke arah Shindu dengan tatapan memohon. "Bikinin makanan dong."
"Siapa nyuruh-nyuruh Mas gue?" tanya Anin dengan nada jengkel.
"Orang Shindu kembaran gue kok, lo bocil jangan ngatur deh. Mending main petak umpet sama Aji," jawab Izaz memberikan tatapan tajam.
Shindu nampak masih berpikir untuk membuat menu makan malam hari ini, tidak lama muncul ide dari kepalanya.
"Masak nasi goreng aja, gimana?" tanya Shindu untuk memastikan.
"Jangan lah, kemarin udah makan nasi goreng masa nasi goreng lagi," jawab Izaz membuat Shindu mengangguk.
"Masak rendang aja, Mas." Kalimat itu muncul dari mulut Anin lantas membuat si kembar kaget dengan permintaan Anin.
"Mau nyusahin gue boleh aja, tapi jangan keterlaluan ya. Masa iya malem-malem gue harus berkutik berjam-jam di dapur buat masak rendang? Gak mau gue," jawab Shindu tidak menyetujui apa yang dikatakan oleh Anin.
"Tau tuh, kalau mau rendang bikin aja sendiri gak usah nyusahin orang,"
Anin menghembuskan napasnya kasar lalu membiarkan kedua kakaknya itu berdebat dengan menentukan menu makan malam.
Perbedaan pendapat untuk menu masakan malam ini masih terus berlangsung oleh si kembar. Masing-masing memiliki menu yang sudah ditentukan, tapi dari satu pihak ada yang menolak mengatakan bahwa masakan itu terlalu sulit.
Anin yang di tengah-tengah mereka hanya bisa diam sambil melihat perbedaan pendapat yang biasa terjadi pada antara mereka. Namun, hal itu tidak berlangsung lama hingga akhirnya mereka bersepakat untuk menu makan malam jatuh pada nasi goreng.
Mendengar kesepakatan si kembar itu lantas membuat Anin bertanya-tanya, lebih baik menyetujui apa yang dikatakan Shindu tadi jika ujung-ujungnya seperti ini.
Anin sudah menduga dengan kelakuan kakak kembarnya itu. Terkadang bisa membuatnya menggelengkan kepalanya karena ulah mereka.
"Gak guna banget gue dengerin debat sampai setengah jam, kalau menu makan malam ini sama aja nasi goreng," ujarnya merasa sia-sia mendengarkan perdebatan tadi yang hampir membutuhkan waktu setengah jam.
"Yang penting makan, kan?" tanya Shindu melangkahkan kakinya untuk menuju ke area dapur diikuti oleh kedua adiknya.
"Ya, iya sih." Anin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian mengikuti langkah sang kakak.
Di dapur pun hanya Shindu yang sibuk berperang dengan alat-alat masak sementara Anin dan Izaz. Mereka malah asik bermain kartu di meja makan, Shindu pun tidak mempermasalahkan hal itu. Karena jika mereka berdua turun tangan untuk perihal masak memasak, kemungkinan dapur sudah aman hancur.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuat nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Kini tiga piring nasi goreng sudah disajikan di atas meja. Mencium bau nasi goreng membuat Anin dan Izaz lantas menyingkirkan kartu yang ada di atas meja kemudian beralih melihat nasi goreng yang sudah tersaji.
Saat ingin mengambil piring tersebut, Shindu langsung menariknya. "Jangan asal ambil dong, kalian harus bikinin gue minuman dulu sebelum makan nasi goreng ini."
Izaz berdecak. "Aelah, Shin. Gak ikhlas banget jadi orang."
Laki-laki itu hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh mendapatkan protesan dari kembarnya.
"Ya udah, kalau gak mau. Gue masih sanggup kok makan masi goreng tiga piring," kata Shindu memasukkan sendok berisi nasi goreng ke mulusnya.
Anin kemudian memukul lengan laki-laki di sampingnya itu dengan cukup keras hingga sang empu meringis kesakitan. "Tinggal dibikin aja, dari pada lo gak makan, kan?" Izaz mengangguk setuju dengan ucapan sang adik.
Kemudian Izaz beranjak dari duduknya lalu membuatkan minuman untuk Shindu. Karena Shindu tidak memberitahu apa yang akan dia minum, akhirnya Izaz hanya membuat minuman yang dirinya bisa.
"Nanti lo yang gantian cuci piring, oke?" Shindu melihat ke arah adik bungsunya yang masih lahap memakan nasi goreng buatannya. Anin lantas mengangguk sambil mengacungkan jempolnya itu.
Bukan makanannya yang mewah, tapi kebersamaan. Mau makanan mahal berharga berjuta-juta pun akan kalah dengan makanan sederhana yang di makan bersama keluarga atau orang tersayang.
Malam ini anak dari Baskara dan Yunita makan nasi goreng buatan Shindu dengan sangat lahap. Usai menghabiskan semua itu, mereka bersama-sama membantu Anin untuk mencuci piring. Walaupun sudah dibagi tugas, tetapi mereka tetap mau membantu adiknya itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Traces (COMPLETED)
Подростковая литератураMenceritakan tentang sebuah keluarga Baskara dan Yunita yang memiliki tiga orang anak. Dua anak kembar laki-laki dan satu anak perempuan. Si kembar Shindu, Izaz, dan Anin sebagai anak bungsu. Keluarga yang harmonis bahkan tidak menjamin adanya konf...