"Dipikir-pikir, kenapa malah kepikiran."
Sore sekali, tepat saat matahari tenggelam menyengat mata, Rhuto dengan Mak Zuhri saling menatap dengan sirat ingin tahu. Mobil luxio terparkir dengan dua pintu yang terbuka, dua lelaki tua tak senja mengangkut barang-barang mereka tanpa saling komunikasi, bukan hanya Rhuto dan Mak Zuhri yang kepo dengan tetangga barunya, keluarga Surti pun pura-pura duduk di pelataran bersama anak perawannya si Mia yang sedang mencari uban, modus antara dua James (Janda Ngenes) yang sebenarnya penasaran siapa gerangan yang baru pindah itu. Rhuto memincingkan matanya saat melihat Siti, kucing putih miliknya datang berbelok ke arah tetangga baru itu.
"Bujang, kucingmu ikut penasaran sama tetangga baru," celutuk Mak Zuhri sembari pura-pura mengangkat jemuran miliknya.
Rhuto memperhatikan Siti yang mondar-mandir bahkan masuk ke dalam mobil itu. "Mak, si Siti masuk mobil orang," ujar Rhuto sembari terus mengamati.
Mak Zuhri menoleh pada anaknya, yang duduk dengan leher memanjang mencari-cari keberadaan Siti. Mau bagaimana pun, Siti itu kucing jantan yang dirawatnya sejak bayi, sudah seperti anak sendiri, meski sering dijahili Rhuto dan diberi makan nasi lauk ikan asin. Anehnya, Siti masih bertahan meski makanan yang diberikan Rhuto kurang bergizi. Meski nasi putih dan ikan asin, Siti tetap terlihat bugar dengan pipi gembul dan cakar tajam.
"Wajar, Siti kan kucing kampung, jadi katro ketemu mobil bagus begitu. Kalau sama kamu, dia cuman dibonceng vario sendet-sendet," jawab Mak Zuhri seakan-akan membela perilaku Siti.
Rhuto membuang napas panjang, kesal ia mendengar jawaban Mak Zuhri yang sedikit menghina keadaan dirinya. Matanya pun masih melihat ke arah mobil, mencari-cari kemana perginya kucing jantan itu. Mak Zuhri kemudian masuk ke dalam rumah membawa keranjang jemuran miliknya, sementara Bu Surti dan Mia masih menjalankan aksinya untuk mencari tahu siapa gerangan yang pindah. Rhuto beda cerita, ia memilih berdiri, berniat untuk menjemput Siti yang sudah tidak terlihat lagi bulu ekor dan kumisnya.
Rhuto memasang sendal jepit miliknya, matanya masih memperhatikan dua orang tua itu mengangkut barang. Tepat saat dua lelaki tua itu masuk ke dalam rumah, betapa terkejutnya ketika kucing putih Rhuto menggeong sarkas, melayang dari dalam mobil hingga jatuh ke tanah berumput. Mulut Rhuto menganga tak percaya, ia menyumpah pelan sembari melangkah mendekati Siti yang lari kesetanan, pergi ke dalam rumah dengan cepat. Rhuto geram, ia menutup pagar dengan kasar, kemudian masuk ke dalam rumah.
Mendekati Siti yang sedang berbaring dengan napas besar, kemudian menjilati bulu kaki depannya yang kotor. Rhuto berdumel dengan kesal, ia menyumpah serapah binatang tak bersalah. Ia mengelus Siti dengan pelan, memeriksa setiap kaki hingga perut dan punggung Siti, takut Siti terluka akibat tendangan tornado tadi. Mak Zuhri datang dengan handuk di pundaknya, penasaran mendapati Rhuto mengomel sendiri.
"Bujang, kamu kenapa kayak anak cewek dari tadi Emak dengar ngomel mulu," ucap Mak Zuhri sembari duduk di sofa.
"Tahu dah, tetangga baru kurang ajar. Masa Siti ditendang," jawab Rhuto kesal, matanya menyalak menatap Mak Zuhri.
"Kalau marah enggak usah kali melototnya sama Emak, samperin orangnya," ujar Mak Zuhri dengan biasa saja, membuat Rhuto semakin kesal saja rasanya.
"Mandi gih, badanmu bau bensin." Mak Zuhri melempar handuk tadi tepat mengenai wajahnya anaknya.
Rhuto berdiri, dengan cepat melangkah masuk ke kamar mandi. Sementara Mak Zuhri sibuk mengelus hingga mencubit-cubit Siti dengan gemas. Ia kemudian sedikit melangkah, menyibak sedikit jendela, matanya mengintip dua lelaki tadi sedang bercakap-cakap, si laki-laki berpakaian rapi masuk ke dalam rumah setelah berjabat tangan, namun sebelum itu, lelaki berpakaian rapi terlihat melambaikan tangannya, bersuara meneriaki nama seseorang dengan lantang. Mak Zuhri melipat jidat, matanya mengarah pada mobil yang pintunya kembali terbuka. Membulatlah bola mata Mak Zuhri mendapati seorang anak laki-laki, tingginya hampir sama dengan Rhuto, wajahnya bulat dengan rambut yang poni.
Kurus tapi ganteng, lucu dan juga sedikit lebih tertutup, Mak Zuhri masih memperhatikan anak lelaki itu berjalan hingga masuk ke dalam rumah, pintu pun ditutup dengan pelan, Mak Zuhri memincingkan matanya sembari menutup korden. Ia memikirkan sesuatu, mulai berprasangka yang sedikit negatif dari tetangga barunya itu. Mak Zuhri kemudian menoleh ke arah kanan, tepat ada anaknya sedang berdiri dengan celana dalam sembari menggsosok rambutnya yang basah.
"Bujang! Baju kemana! Astaghfirullah Gusti, jangan koloran!" seru Mak Zuhri, ia berpaling muka, jantungnya seperti copot saja. Lantaran kaget.
"Emak ngapain ngintip-ngintip gitu? Oh pasti kepo sama tetangga baru itu, ya?" tebak Rhuto sembari menutup celana dalamnya dengan lilitan handuk.
"Terserah Emak dong," ucap Mak Zuhri dengan tenang. "Eh tapi-" belum sempat meneruskan perkataannya, Rhuto lebih dahulu bersuara.
"Jangan suka gosip, baru aja mereka pindah. Belum dua hari masa mau digosipin, Mak." Rhuto mengambil kaos yang ada di keranjang, tepat jemuran yang diangkat Mak Zuhri sore tadi.
"Bukan begitu Bujang, pokoknya kamu harus kenalan sama anak mereka, kasihan mukanya murung mulu, diteriaki bapaknya baru masuk rumah," ujar Mak Zuhri menerangkan pada Rhuto.
"Kenapa bawa-bawa Bujang? Malas banget beradaptasi sama tetangga laknat yang udah nendang Siti." Rhuto duduk di sofa setelah selesai berpakaian, ia mengelus Siti yang sedang tidur nyenyak di atas sofa tepat di sampingnya.
"Bujang, kamu lupa kalau rumah itu punya kasus? Ya, seengaknya saling sapa aja, kalau terjadi apa-apa sama anak cowok itu, yang ditanya Polisi nanti kita," sahut Mak Zuhri sembari menggaruk tenguknya.
"Iya, iya! Nanti juga bakal kenal sendiri. Enggak usah Emak ingat-ingat dua tahun lalu, malas lagi ingatnya," pugkas Rhuto dengan seadanya padahal ia malas untuk mengenal orang baru jika tidak rasa trauma Mak Zuhri akibat kasus dua tahun lalu yang memang sempat membuat keluarga mereka jadi sasaran curiga Polisi. Mengingat jika jarak rumah mereka dengan rumah sebelah cukup dekat, bahkan pagar rumah pun masih satu.
Mak Zuhri pergi dengan tenang menuju kamar mandi, sementara Rhuto memikirkan ucapan Emak Zuhri tadi. Jadi, yang menendang Siti adalah anak cowok mereka. Sekarang justru Rhuto yang berdiri hingga membangunkan Siti yang tertidur, Rhuto melangkah ke arah jendela, ia menatap rumah di sebelah sana. Lampu teras mereka mati, tapi jendela kamar yang tepat mengarah pada jendela ruang tengah rumah Rhuto terbuka, jendela kamar itu terbuka dengan lampu yang masih menyala. Artinya, pemilik kamar tidak sedang tidur, tapi kenapa? Jendela terbuka demikan apalagi keluarga itu tergolong orang baru dalam lingkungan ini.
Rhuto masih memperhatikan, hingga kemudian lampu kamar itu mati, anehnya jendela masih dibiarkan terbuka. Rhuto yang kebingungan pun menutup korden, ia melihat ke arah Siti yang sedang menjilati kaki depannya. Ia melangkah menjauhi jendela, baru saja hendak mendudukkan pantatnya, teriakan keras terdengar hingga membuat Mak Zuhri yang baru selesai berpakaian langsung menghampiri Rhuto. Bukannya terjawab, Rhuto dan Mak Zuhri saling tatap.
"Rumah sebelah, Mak."
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO JUNA! | HARUKYU REVISI
Misterio / Suspenso(Misteri) Rhuto Al-Delrio kedatangan tetangga baru yang persis menempati rumah kosong terkait kasus wanita gantung diri yang tak terpecahkan. Mak Zuhri bersama Bu Surti kembali memulai aksi prasangka lantaran bertanya-tanya siapa keluarga terseb...